Warga Disabilitas Liukang Tuppabiring Utara Mendapatkan Akses pada Layanan Identitas Hukum
YASMIB.org – Desa Mattiro Kanja dan Matiro Baji merupakan dua desa kepulauan di Kecamatan Liukang Tuppabiring Utara, Pangkajene dan Kepulauan (Pangkep). Dua desa ini dapat dicapai dari pelabuhan Pangkep dengan kapal motor selama 30 menit.
Saat Yayasan Swadaya Mitra Bangsa (YASMIB) Sulawesi melakukan asesmen program The Asia Foundation – Social Accountability and Public Participation (SAPP) yang didukung KOMPAK sampai akhir Januari 2017 dua desa ini, data resmi pemerintah menunjukkan bahwa tidak ada orang dengan disabilitas.
Padahal, saat YASMIB melakukan pendataan pada bulan Januari 2017, diidentifikasi 48 warga disabel (29 perempuan) di Desa Matiro Kanja dan 36 orang (19 perempuan) di Matiro Baji.
Ketidaktahuan pemerintah mengenai kondisi nyata warganya ini membuat kelompok disabilitas di kedua desa ini tidak pernah dilibatkan dalam diskusi ataupun musyawarah di desa. Tidak ada juga upaya untuk mengorganisasikan warga disabilitas.
Sementara itu, warga disabiltias juga tidak peduli mengenai kepemilikan identitas hukum. Menurut mereka, identitas hukum tidak dibutuhkan karena tidak dapat digunakan untuk apapun. Mereka juga merasa malu untuk menanyakan dan mengurus kepemilikan identitas hukumnya.
Berdasarkan hasil pendataan yang dilakukannya, YASMIB mulai memetakan warga disabilitas yang mungkin dapat diajak untuk diskusi kampung. Mereka yang teridentifikasi kemudian didekati secara personal oleh District Facilitator YASMIB, termasuk keluarganya. Proses pendekatan ini berhasil mengajak 20 orang disabilitas dan keluarganya di masing-masing desa untuk mengikuti diskusi.
Mereka yang bersedia kemudian difasilitasi untuk mengikuti dua kali diskusi kampung khusus kelompok disabilitas di masing-masing desa pada bulan Mei 2017.
Namun demikian, tidak semua warga disabel yang teridentifikasi dapat hadir pada diskusi-diskusi kampung ini. Di Matiro Kanja 18 orang (12 perempuan) ikut berdiskusi, sementara di Matiro Baji 17 orang (11 perempuan).
Dengan difasilitasi YASMIB dan narasumber dari Perkumpulan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI) Sulawesi Selatan, warga disabel kedua desa dibangun kepercayaan dirinya dan diajak berdiskusi tentang hak dan kewajiban mereka sebagai warga negara.
Diskusi-diskusi kampung ini mengidentifikasi beberapa orang disabel yang tidak memiliki Kartu Tanda Penduduk Elektronik (E-KTP), semuanya berasal dari keluarga miskin.
Iri (40 tahun) sejak kecil mengalami tuna netra, sehingga tidak pernah bersekolah dan bekerja. Rusmawati Saputi (20) dan Hasmania (44) keduanya tuna rungu, tidak menamatkan sekolah dasarnya dan tidak bekerja.
Mursiding (33) dan Sakka (20), keduanya laras mental dan tidak menamatkan pendidikan sekolah dasar. Nasrung (18) tuna grahita, saat ini bersekolah di kelas 2 SMA, namun tidak memiliki E-KTP. Semuanya bergantung pada orang tua atau keluarganya dengan pendapatan yang sangat terbatas.
Selain memfasilitasi warga disabilitas di tingkat desa, YASMIB, bekerja sama dengan staf kantor KOMPAK Sulawesi Selatan, melakukan pendekatan kepada Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) Pangkep.
KOMPAK Sulawesi Selatan berhasil meyakinkan Pemerintah Kabupaten Pangkep untuk meluncurkan Gerakan Desa Bebas Tuntas Administrasi Kependudukan. Gerakan ini diluncurkan pertengahan Mei 2017 di Rumah Jabatan Bupati.
Pada acara ini YASMIB memfasilitasi tiga disabel dari kedua desa untuk hadir dan secara simbolis menerima E-KTP dari Disdukcapil Pangkep, sebagai bentuk pengakuan pentingnya menjangkau warga disabilitas untuk mendapatkan layanan identitas hukum.
Pencanangan gerakan ini kemudian ditindaklanjuti dengan pelayanan terpadu (yandu) administrasi kependudukan di Kecamatan Liukang Tuppabiring Utara pada 6 Juni 2017.
Selain Disdukcapil yang memberikan pelayanan E-KTP, penerbitan kartu keluarga dan akta kelahiran, yandu juga melayani isbat (pengesahan) nikah bagi warga yang telah menikah namun belum tercatatkan pernikahannya, serta Kementerian Agama yang mencatatkan pernikahan yang telah diisbat dan menerbitkan buku nikah.
Informasi pelaksanaan yandu ini disampaikan kepada warga disabel yang tidak memiliki E-KTP tanpa memaksa mereka untuk mengikutinya. Keenam warga disabel dari kedua desa sepakat untuk mengikuti yandu dan menjalani proses perekaman E-KTP, sehingga mereka memiliki bukti status kependudukan.
Pada kesempatan yandu ini juga YASMIB dan PPDI memfasilitasi diskusi mengenai pentingnya identitas hukum untuk mengakses layanan pendidikan dan kesehatan.
Cerita ini menunjukkan bahwa penyediaan layanan untuk warga disabilitas perlu dilakukan di berbagai aras dan membutuhkan kerjasama berbagai pihak. Di tingkat masyarakat, ketiadaan data mengenai disabilitas perlu diatasi terlebih dahulu dengan pendataan.
Selain itu, dibutuhkan peningkatan kepercayaan diri mereka yang selama ini “ditinggalkan” ini serta kesadaran untuk mengakses layanan dasar, melalui proses-proses diskusi kampung. Berbagai upaya ini perlu dilengkapi dengan pendekatan-pendekatan kepada pemerintah, mulai dari tingkat desa, kecamatan sampai kabupaten, sehingga pemerintah melakukan upaya khusus untuk menjangkau kelompok disabilitas.
Kerjasama YASMIB dan KOMPAK provinsi Sulawesi Selatan memungkinkan keenam warga disabilitas dari dua desa ini untuk mengakses layanan administrasi kependudukan.
Leave a Reply
Want to join the discussion?Feel free to contribute!