Melalui program Women-Led Community Based Protection (WLCBP) YASMIB Sulawesi yang didukung oleh YAPPIKA-ActionAid melakukan pertemuan rutin remaja perempuan inklusif di desa Taan, Kabupaten Mamuju. Minggu 05 Maret 2023.

Pada pertemuan rutin kali ini membahas terkait dengan kekerasan dalam pacaran. sebelum kegiatan dilaksanakan, remaja perempuan bersama Community Organization (CO) melakukan bersih-bersih lingkungan di sekita balai desa Taan.

Syukrina Dwi Kasita selaku CO desa Taan, memberikan pengantar terkait kekerasan dalam pacaran, yang dimana usia remaja berada pada usia transisi menuju dewasa sehingga rentan adanya hubungan antara laki-laki dan perempuan.

“Tak sedikit remaja terjebak dalam pacaran yang tidak sehat karena belum mampu melihat potensi dirinya menjadi korban ataupun pelaku kekerasan,” ungkapnya.

selain itu, Andri Siswanto selaku Program Manager  (PM) dan Hasrini selaku Program Officer (PO) ikut berperan dalam memberikan penjelasan tentang bentuk-bentuk kekerasan dan bagaimana memutus rantai kekerasan.

Dalam proses kegiatan, remaja perempuan secara langsung terlibat sebagai moderator, hal ini dilakukan untuk meningkatkan kapasitas remaja perempuan.

Seluruh rangkaian kegiatan berlangsung lancar hingga pukul 13.00 Wita yang tidak hanya melalui penjelasan materi, tetapi juga melakukan diskusi dengan membagi dua kelompok untuk memecahkan contoh suatu kasus, dengan harapan para kader remaja perempuan dapat mengidentifikasi akar penyebab, pemicu, bentuk, dan dampak terjadinya kekerasan dalam pacaran, serta mampu mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari.

Penulis: Syukrina Dwi Kasita

Diadakan pertemuan terkahir untuk kegiatan pertemuan rutin forum perempuan inklusif di Desa Taan dalam program Women-Led Community Based Protection (WLCBP) ini berlangsung pukul 13.30 Wita di Posyandes, Dusun Taan, Desa Taan, Mamuju. Sabtu, 4 Maret 2023.

Kegiatan dibuka langsung oleh kader perempuan, Sri Astuti, sebagai moderator pada pertemuan tersebut, kemudian memberikan kesempatan kepada Community Organization (CO) Desa Taan, Syukrina Dwi Kasita untuk memberikan pengantar mengenai perlindungan perempuan dan anak, serta mengingatkan kembali materi pertemuan-pertemuan sebelumnya yang membahas tentang perlindungan.

Dikesempatan yang sama, Program Manager Andri Siswanto, menjelaskan terkait alur layanan perlindungan perempuan dan anak dimana ketika terjadi kasus kader dapat mengetahui dimana harus melapor dan mekanismenya bagaimana.

“Sebagai kader perempuan Desa Taan, ibu-ibu perlu mengetahui bagaimana alur layanan apabila mendapat suatu kasus atau laporan tindak kekerasan yang dialami oleh perempuan dan anak, dan juga seperti apa pendampingan terhadap korban sampai ditahap solusi,” ujar Andri Siswanto.

Kegiatan pertemuan berlangsung seru hingga pukul 17.30 Wita dengan saling melempar pertanyaan dari kedua kelompok dalam menjawab contoh-contoh kasus yang diberikan, dengan harapan bahwa kader perempuan di Desa Taan dapat memfasilitasi masyarakat Desa Taan dengan adanya tindak kekerasan yang dialami perempuan dan anak.

Penulis: Syukrina Dwi Kasita

Mamuju — Program Women-Led Community Based Protection (WLCBP) yang telah berjalan kurang lebih 5 bulan lamanya, mengadakan pertemuan rutin forum perempuan dan remaja perempuan focal point di tingkat desa yang kedua. Pertemuan tersebut merupakan forum bagi kader-kader terbaik dampingan YASMIB Sulawesi dan YAPPIKA-ActionAid. Kegiatan berlangsung pukul 10.30 Wita di Balai Desa Taan, Dusun Taan, Desa Taan, Kabupaten Mamuju, Minggu 19 Februari 2023.

Kader remaja perempuan, Iqlima Ramadani, sebagai moderator pada pertemuan kali ini mengawalinya dengan membuka acara, serta memberikan kesempatan kepada CO Desa Taan, Syukrina Dwi Kasita untuk memandu proses berjalannya kegiatan dan memberikan pengantar, kepada perempuan dan remaja perempuan untuk mengeksplor kemampuan dirinya agar dapat menjadi focal point.

“Di Desa Taan kami memberikan ruang bagi para perempuan dan remaja perempuan untuk mengeksplor kemampuan dirinya, semua bisa ikut bergabung sebagai kader dalam program WLCBP ini, namun tidak semua kader menjadi focal point. Tetapi bagaimanupun juga, kami berharap semua kader bisa menjadi focal point,” tutur Syukrina.

Pada kegiatan ini, Program Manager (PM) Andri Siswanto sekaligus fasilitastor kegiatan, menjelaskan tentang persoalan ketidakadilan gender di tingka desa. Tidak hanya memberikan penjelasan, namun juga memberikan praktik (perumpamaan), agar peserta lebih bisa menangkap maksud dan tujuan perumpamaan tersebut serta mampu memaknainya.

Peserta tampak antusias dalam kegiatan tersebut, dengan banyaknya peserta (perempuan dan remaja perempuan) yang saling memberikan pertanyaan, sanggahan, dan mengutarakan pendapatnya.

Kegiatan berjalan dengan seru hingga pukul 13.15 Wita dengan diakhiri dengan harapan, para kader perempuan dan remaja perempuan bisa lebih memahami perannya dan mampu mengatasi persoalan ketidakadilan gender.

 

Penulis: Syukrina Dwi Kasita, CO Desa Taan

YASMIB Sulawesi dan YAPPIKA-ActionAid melaksanakan kegiatan forum pertemuan pengurangan resiko bencana (PRB) tingkat desa di kantor Desa Ahu, Desa Ahu, Kabupaten Mamuju. Jumat 17 Februari 2023.

Kegiatan ini bertujuan untuk memberikan pemahaman kepada peserta dalam hal pengurangan resiko dan peran Desa dalam mitigasi bencana.

Kegiatan di awali oleh Andri siswanto selaku koordinator program Program Women-Led Community Based Protection (WLCBP) dan mempersilahkan kepada kepala desa Ahu untuk membuka acara secara resmi.

Jasmin selaku Kepala Desa Ahu menyampaikan, dalam kurung waktu 3 tahun terakhir YASMIB Sulawesi tak hentinya memberikan pendampingan kepada Desa Ahu dan memberikan pengetahuan serta pemahaman kepada perempuan dan remaja perempuan. Ini adalah salah satu hal yang istimewa bagi desa Ahu sendiri.

Selain itu, Budi dari BPBD Kabupaten Mamuju dan sekaligus narasumber pada kegiatan tersebut menyampaikan, Mamuju adalah salah satu daerah yang rawan bencana maka di perlukan peran desa dalam pengurangan dan mitigasi bencana.

Lebih lanjut ia menjelaskan, bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan baik oleh faktor alam dan faktor non alam maupun faktor manusia. terkadang masyarakat menganggap air yang tergenang yang tidak menganggu adalah bencana. Padahal sangat jelas bahwa bencana adalah yang menganggu atau mengancam hidup.

“Kita perlu membentuk Destana (Desa Tangguh Bencana) dan melakukan upaya penanganan cepat agar mendorong desa yang tahan terhadap bencana,” Tutupnya.

Pada prosesi diskusi peserta antuasi dan aktif untuk bertanya, salah satunya Samsir, pemuda desa Ahu menyampaikan, sembari menunggu adanya tanggul dan batu gajah, apa yang masyarakat lakukan, karena menurutnya pembuatan tanggul sudah lama disuarakan namun hingga saat ini belum ada tindak lanjut.

Ketua BPD desa Ahu, Guntur menanggapi hal tersebut dengan menyampaikan bahwa sudah ada Peraturan desa (Perda) tentang pengolahan lingkungan hidup sehingga BPD selalu mengupayakan kepada pemerintah desa maupun Kabupaten untuk dilakukan percepatan dalam mengatasi bencana di desa.

dilain sisi, Risnawati kader perempuan desa Ahu berharap BPBD memberikan sosialisasi dan edukasi di sekolah-sekolah khususnya pembinaan terhadap perempuan karena menganggap perempuan sebagian masih trauma dengan bencana yang terjadi sebelumnya.

“Mitigasi apa yang kami lakukan ketika terjadi bencana, melihat kami perempuan adalah salah satu kelompok rentan, karena jujur sampai saat ini kami masih trauma,” ungkapnya.

Pada kegiatan ini dihadiri oleh BPBD Kabupaten Mamuju, Pemerintah Desa Ahu, BPD, Babinsa, Toko Adat, toko Agama, Toko Pemuda, Perwakilan Sekolah SMP dan SD,  Karang Taruna, Perwakilan perempuan dan remaja perempuan desa Ahu.

Seluruh rangkaian kegiatan berlangsung dengan baik hingga pukul 17 .00. Dengan harapan dapat melakukan penanganan pertama dan cepat ketika bencana terjadi.

 

Penulis: Hassrini, PO Program WLCBP

Mamuju — Program Women-Led Community Based Protection (WLCBP) yang diinisiasi oleh Yasmib-Yappika berjalan sejak bulan Oktober tahun 2022 ini telah melaksanakan kegiatan Pertemuan Rutin Forum Remaja Perempuan Inklusif di Tingkat Desa yang kedua. Kegiatan berlangsung pukul 09.30 Wita di Posyandes, Dusun Taan, Desa Taan, Mamuju, Minggu (12/02/23).

Kegiatan dibuka langsung oleh Program Officer (PO) WLCBP, Hasrini, dengan memberikan sedikit pengantar mengenai pembahasan materi kali ini. Dirinya mengatakan, sayogyanya bagi para remaja khsusunya kaum perempuan untuk mengetahui dan memahami pentingnya kesehatan reproduksi bagi tubuh dan keberlangsungan hidup kita.

Lebih lanjut, tak lupa juga Hasrini memberikan kesempatan kepada Community Organization (CO) Desa Taan yang baru, Syukrina Dwi Kasita, untuk memperkenalkan dirinya dihadapan para kader remaja perempuan Desa Taan. Sehingga, antara CO Desa Taan dan kader remaja perempuan dapat saling mengenal dan berkomunikasi dengan baik dalam membahas persoalan-persoalan yang terjadi di Desa Taan yang berkaitan dengan program yang sedang dijalankan saat ini.

Selain itu, Haeriah selaku CO Desa AHU sekaligus narasumber menyampaikan, ucapan terima kasih dan memberikan pemahaman kepada remaja perempuan terkait Kespro (pentingnya kesehatan reproduksi).

“Remaja perlu menjaga sistem reproduksinya dengan baik sehingga tetap sehat. Secara global setidaknya sebanyak 21 juta remaja perempuan berusia 15-19 tahun melahirkan setiap tahunnya, ini sangat memprihatinkan dan akan berdampak buruk bagi organ reproduksi perempuan yang hamil sebelum organ-organnya belum matang untuk menampung janin. Untuk itu, penting menjaga reproduksi kita agar tetap sehat,” ungkapnya.

Dalam program WLCBP ini, memiliki 3 pilar utama yaitu perlindungan, livelihood, dan kesiapsiagaan yang sasaran utamanya adalah perempuan dan remaja perempuan. Pada pertemuan ini dikhususkan untuk perlindungan terhadap perempuan, baik secara fisik, mental, maupun hak-haknya.

Seluruh rangkaian kegiatan berlangsung lancar hingga pukul 13.00 Wita yang tidak hanya melalui pemaparan materi, tetapi juga mengadakan tanya jawab dan membuka sesi diskusi, dengan harapan para kader remaja perempuan mampu mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari.

Penulis: Syukrina Dwi Kasita, CO Desa Taan, Kabupaten Mamuju

Mamuju — YASMIB (Swadaya Mitra Bangsa) Sulawesi bersama YAPPIKA-ActionAid melakukan pendampingan kepada perempuan dan remaja perempuan di desa Taan, melalui program WLCBP (Woman Led Community Based Protection) yang merupakan program fokus pada 3 isu yakni,  perlindungan, livehood dan PRB (Pengurangan Resiko Bencana). Dimana ke tiga isu ini berfokus pada Desa Taan dan Desa Ahu. Kegiatan dilaksanakan di Sekretariat Posyandes, Desa Taan, Kabupaten Mamuju. Sabtu, 11 Februari 2023.

Salah satu rangkaian kegiatan yaitu pertemuan rutin perempuan inklusif di tingkat desa, terkait tantangan kepemimpinan perempuan komunitas.

Mengawali kegiatan, Hasrini selaku PO membuka dan memperkenalkan CO Taan, ia menjelaskan tugas CO yaitu mengorganisir perempuan dan remaja perempuan di desa Taan dengan harapan mampu memberikan bimbingan dan pendapingan kepada komunitas untuk mengatasi permasalahan di desa khususnya kekerasan terhadap perempuan dan remaja perempuan.

Pada kesempatan yang sama, Andri Siswanto PM selaku koordinator Program WLCBP mengawali dengan penyebab dan pemicu utama kekerasan terhadap perempuan dengan menggunakan pohon masalah.

“Penyebab diumpakan sebagai akar, pemicu sebagau batang atau ranting dan dampak atau akibatnya diibaratkan daun atau buah,” ucapnya.

Kemudian peserta dibagi 3 kelompok, dimana kelompok terdiri dari KDRT, pelecehan seksual, dan perkawinan anak. Masing – masing dari kelompok mempersentasikan hasil diskusi dengan memberikan kesempatan yang sama untuk berbicara dan menyampaikan tanggapan atau pertanyaan dari kelompok lain.

Andri juga menyapaikan, pembagian kelompok dilakukan agar komunitas perempuan dan remaja perempuan mampu mengidentifikasi apa saja faktor pemicu dan penyebab kekerasan terhadap perempuan.

Sebelum diskusi kelompok dilakukan, peserta begitu antusias dalam mengikuti kegiatan tersebut yang dimana berhubungan dengan bagaimana memahami faktor peyebab dan pemicu dari permasalahan kekerasan perempuan.

Nursakinah salah satu peserta menanyakan perbedaan penyebab dan pemicu karena menurutnya keduanya memiliki kesamaan. Apakah faktor ekonomi merupakan penyebab atau pemicu dari permasalahan KDRT.

“Beberapa penyebab terjadinya kekerasan, salah satunya faktor ekonomi tingkat rendah, dengan ekonomi terjadilah kekerasan,” jelas Nursakinah.

Seluruh rangkaian kegiatan berlangsung lancar hingga pukul 17 :00 WITA, dengan harapan peserta dapat mengimplemasikan apa yang sudah di dapatkan pada pertemuan tersebut.

Penulis: Hasrini, PO Program WLCBP YASMIB Sulawesi

Dalam memperingati 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (HAKTP) tahun 2022, YASMIB Sulawesi bersama YAPPIKA-ActionAid melaksanakan diskusi Ppublik dengan mengajak stakeholder kabupaten, kecamatan dan desa untuk bersama-sama mencegah segala bentuk kekerasan terhadap perempuan dan anak.

Diskusi Publik dilaksanakan di Desa Taan Kecamatan Tapalang Kabupaten Mamuju pada hari Minggu, 4 Desember 2022. Kegiatan ini dihadiri 200 orang yang terdiri dari berbagai elemen baik Pemerintah Kabupaten, Polresta, Pemerintah Kecamatan Tapalang dan Kecamatan Tapalang Barat, PKK Kecamatan, Polsek, Pemerintah Desa Taan dan Ahu, BPD Desa Taan dan Desa Ahu, Puskesmas, dan Kader Komunitas serta masyarakat di dua Desa, Desa Taan dan Desa Ahu.

Tujuan dari kegiatan tersebut untuk memperkuat komitmen antara berbagai pihak dalam mengkampanyekan Perlindungan Perempuan dan Anak dalam situasi bencana serta membangun inisiatif kolaborasi perempuan komunitas perempuan dengan berbagai stakeholder untuk mendorong kepemimpinan perempuan dalam perlindungan berbasis komunitas.

Kegiatan diawali dengan senam bersama lalu dilanjutkan dengan diskusi publik. peserta dan masyarakat sangat antusias mengikuti rangkaian kegiatan 16 HAKTP yang diselenggarakan oleh YASMIB Sulawesi dan YAPPIKA-ActionAid.

“Kegiatan seperti ini harusnya rutin dilaksanakan setiap tahunnya, karena dengan kegiatan seperti ini masyarakat bisa terlibat dan menjadi media edukasi/sosialisasi secara masif pencegahan kekerasan terhadap perempuan dan anak,” Ucap Musdalifah Ketua Kader Perempuan Desa Taan.

Selain itu, Rahmat Kasim Kepala Desa Taan, mengungkapkan rasa terima kasih kepada penyelenggara kegiatan dan masih setia mendampingi desa Taan dari bencana hingga sekarang.

“Saya sangat berterima kasih kepada penyelenggara kegiatan ini yang masih setia mendampingi desa kami, mulai dari bencana sampai dengan hari ini. Semoga apa yang telah dilakukan oleh YASMIB Sulawesi dan YAPPIKA-ActionAid, bisa dirasakan manfaatnya oleh warga desa khususnya dalam meningkatkan produktivitas perempuan dan remaja perempuan desa,” tuturnya.

Sementara Kepala Desa Ahu Djasmin mengatakan dalam melakukan pencegahan kekerasan terhadap perempuan dan anak perlu adanya kolaborasi bersama baik itu pemerintah maupun masyarakat untuk bersama-sama mendorong pencegahan kekerasan terhadap perempuan dan anak.

“Dalam melakukan pencegahan kekerasan terhadap perempuan dan anak kita harus saling bersinergi bersama karena mencegah kekerasan itu tugas kita semua bukan hanya tugas dari Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak tapi kita semua,” tegasnya.

Kekerasan terhadap perempuan sering sekali kita temui baik itu kekerasan verbal maupun nonverbail yang dimana verbal diidentik dengan kekerasan fisik seperti mengejek, membentak, mengancam dan masih banyak lagi sedangkan nonverbal diidentik dengan kekerasan fisik contohnya memukul, mencubit dan segala kekerasan yang berbentuk melukai fisik. namun banyak diantara masyarakat yang diketahui hanya kekerasan fisik.

Hal tersebut diungkapkan pula oleh Kepala Kecamatan Tappalang Syawal Muttalib menyebutkan, banyaknya kekerasan yang terjadi disekitar kita baik secara fisik, kekerasan seksual dan bentuk kekerasan lainnya namun masyarakat hanya mengetahui kekerasan fisik saja sementara kekerasan seksual dan verbal tidak.

“Hal yang perlu kita lakukan bersama bagaimana gerakan ini harus masif, harus memberikan edukasi/sosialisasi kepada warga bahwa kekerasan itu bukan hanya fisik saja tapi ada verbal dan seksual,” ungkapnya.

Kegiatan ini hadir juga Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kabupaten Mamuju Masita Syam sekaligus membuka acara secara resmi.

Dalam sambutannya menyampaikan, perempuan dan anak harus bisa mengambil peran di berbagi sektor, seperti menjadi berani tampil di depan umum untuk menyuarakan aspirasi, menjadi pendidik bahkan mencalonkan diri sebagai kepala desa nantinya.

Kegiatan Gerak Bersama Cegah Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak diakhiri dengan penandatanganan Deklarasi Bersama.

Mari Gerak Bersama Perlindungan Perempuan Dan Anak untuk Mewujudkan Kabupaten Mamuju Ramah Perempuan dan Layak Anak

Saat ini Sri Institute bekerjasama dengan FES dan Kemenko PMK melakukan kajian atau riset tentang pemberdayaan ekonomi perempuan di masa pandemi dan pasca pademi COVID-19 di 4 daerah, salah satu di Kabupaten Mamuju Sulawesi Barat. Di Kabupaten Mamuju sendiri melibatkan YASMIB Sulawesi sebagai peneliti lokal. Riset ini diharapkan mampu memberikan rekomendasi dalam pemberdayaan ekonomi perempuan kedepan.

Selama kurang lebih sepekan mengumpulkan informasi dengan menggunakan metode wawancara dengan dinas-dinas terkait baik di Kabupaten maupun Provinsi, pelaku usaha UMKM, serta DPO. Selain wawancara, untuk memperkaya literasi/informasi dilakukan FGD dengan Kader Komunitas Remaja Perempuan dan Perempuan Desa Taan dan Ahu.

FGD Desa Taan dilaksanakan pada Sabtu, 10 September 2022 sedangkan di Desa Ahu pada Minggu, 11 September 2022. Selama proses FGD, kader cukup cair dalam mengelurkan pendapatnya sehingga Tim Riset sangat terbantu dalam mengumpulkan informasi atau gambaran model pemberdayaan ekonomi perempuan serta tantangan² yg di hadapi.

Tim Riset Sri Institute, banyak hal menarik yang disampaikan kader dengan berbagai tantangannya. Memanfaatkan potensi lokal menjadi usaha kelompok.

Desa Taan usaha kelompok perempuannya yakni Abon. Hal ini sesuai dengan potensi desa pesisir yaitu ikan.

Berbeda hal dengan di Desa Ahu, Perempuan desa Ahu mengolah kelapa menjadi minyak goreng. Hal ini bisa menjawab permasaalahan minyak goreng yang langkah serta mampu memanfaatkan potensi yang ada di desa.

Sedangkan remaja perempuan Taan dan Ahu memiliki jenis usaha yang sama yakni kripik ubi/singkong dan kripik pisang.

Hal menarik lainnya pada proses FGD, perbedaan aktifitas remaja perempuan dan remaja laki-laki. Jika dilihat dari aktifitas yang dilakukan, perbedaannya cukup signifikan. Berbeda hal dengan Perempuan dan Laki-Laki, yang aktifitasnya cukup berimbang.

Komunitas di dua desa tersebut merupakan kelompok yang dibentuk YASMIB bersama YAPPIKA pada tahun 2021. Selama kurang lebih satu tahun melakukan penguatan kapasitas baik dari sisi perlindungan perempuan dan anak serta ekonomi perempuan desa.

PENDAHULUAN

Negara menjamin hak dan perlindungan anak sebagaimana diatur dalam pasal 28B ayat (2) undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 yang menyatakan bahwa Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. pemerintah Republik Indonesia juga telah meratifikasi Konvensi Hak Anak.

Sebagai komitmen Nasional, Republik Indonesia telah menerbitkan undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan Anak sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan atas Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menjadi Undang-Undang, yang mengamatkan pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk memberikan dukungan sarana,, prasarana, dan ketersediaan daya manusia dalam penyelenggaraan perlindungan anak. Selain itu, untuk memperkuat  peran kementerian/lembaga, pemerintah daerah baik itu Provinsi, maupun Kabupaten/Kota. Pemerintah Indonesia menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2022 tentang Strategi Nasional Penghapusan Kekerasan Terhadap Anak.

Populasi anak di Sulawesi Selatan usia 0-18 tahun pada tahun 2021 sekitar 3 juta (34%) dari total populasi. Isu perlindungan anak mulai mengemuka ketika berbagai bentuk bahaya, ancaman, kekerasan, diskriminasi, eksploitasi, dan segala perlakuan negatif terhadap anak semakin menunjukkan intensitas yang tinggi.

Berdasarkan data DPPA-Dalduk KB Provinsi Sulawesi Selatan mencatat tingkat Perkawinan Anak pada tahun 2021 ada 3713 peristiwa. Dengan rincian perempuan 3.183 perempuan dan laki-laki 530. Sedangkan Data tahun 2020 menunjukkan sebanyak 31% dari semua anak-anak dalam tahanan telah melalui putusan pidana penjara, yang jauh lebih tinggi dibanding rata-rata nasional sebanyak 22%. Data ini menegaskan bahwa perlindungan anak seharusnya di tangani dengan serius oleh pemerintah. Karena sesungguhnya Provinsi Sulawesi Selatan telah menunjukkan komitmen kuat terhadap isu perlindungan anak dengan menerbitkan Peraturan Daerah (Perda) No. 4 Tahun 2013 tentang Sistem Perlindungan Anak untuk mengakhiri kekerasan, perlakuan salah, eksploitasi, dan penelantaran terhadap anak-anak. Namun sejauh mana komitmen dan perhatian tersebut terjabarkan ke dalam tindakan nyata, tampaknya masih perlu pembuktian.

Untuk menjamin pemenuhan hak anak agar bisa hidup, tumbuh dan berkembang secara optimal sesuai amanah UU maka perlu peran pemerintah melalui komitmen anggaran. Diawali dari proses perencanaan daerah, dan pemerintah harus melibatkan peran forum anak/stakeholder di level provinsi maupun kab/kota dalam menyerap aspirasi anak. Hal untuk mempermudah proses penganggaran daerah, sehingga pemerintah dapat mengalokasikan anggaran sesuai dengan problem atau kebutuhan anak. Dengan dukungan kebijakan anggaran diharapkan mampu menjawab permasaalahan anak di Provinsi Sulawesi Selatan.

TUJUAN

  1. Memberikan masukan atau rekomendasi kepada Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan tentang anggaran daerah yang responsif terhadap perlindungan anak
  2. Mendorong penyediaan anggaran yang responsif terhadap perlindungan anak.

MANFAAT

  1. Adanya alokasi anggaran yang responsif terhadap perlindungan anak di Provinsi Sulawesi Selatan

 

PEMBAHASAN

POTRET PERMASALAHAN ANAK DI SULAWESI SELATAN

Perkawinan Anak

Berdasarkan data peristiwa nikah dari SIMKAH Kementerian Agama Sulawesi Selatan (per 02 desember) tercatatat ada 3.713 perkawinan anak di Sulsel tahun 2021. Sedangkan pada tahun 2019, tercatat 6.733 perkawinan anak dan tahun 2020 sebanyak 3.702 perkawinan anak.

Dari jumlah perkawinan anak di tahun 2021, terdapat 3.183 (85,73%) perempuan dan 530 laki-laki (14,27%). Berdasarkan Kabupaten/Kota, tertinggi di Kabupaten Wajo dengan 707 peristiwa, masing-masing 624 (88,26%) perempuan dan 83 (11,74%) laki-laki. Kemudian disusul Kabupaten Sidrap dengan 671 kasus (584 (87,03%) perempuan dan 87 (12,97%) laki-laki). Sementara di urutan ketiga adalah Kabupaten Soppeng dengan 327 kasus (286 (87,46%) perempuan dan 41 (12,54%) laki-laki). Dari data ini terlihat bahwa kasus perkawinan bagi anak perempuan jauh lebih tinggi dibandingkan dengan anak laki-laki. Adapun data tren peristiwa nikah usia dibawah 18 tahun 2019-2021 Sulawesi Selatan dapat dilihat dari grafik dibawah ini.

Berdasarkan data di atas menunjukkan bahwa angka perkawinan anak masih sangat tinggi. Tahun 2019-2021 tercatat ada 14,148 kasus Perkawinan Anak dibawah 18 tahun. Tahun 2021, beberapa Kab/Kota mengalami penurun seperti Bone, Gowa, Makassar, Pangkep dan Pinrang. Sedangkan Kabupaten Sidrap dan Wajo mengalami peningkatan. Penyebab angka Perkawinan Anak di Sulawesi Selatan tinggi karena kurangnya pengetahuan orangtua terkait reproduksi kesehatan, layanan kesehatan dan permasalahan ekonomi.

Pemerintah Provinsi berupaya mendorong Pemeritan Daerah untuk mengatur regulasi tentang pencegahan perkawinan anak berdasarkan UU No. 16 tahun 2019 terkait batas perkawinan usia anak. Selain mendorong regulasi/kebijakan tentang pecegahan Perkawinan Anak, Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan mendorong kebijakan anggaran yang responsif terhadap anak melalui program/kegiatan, salah satunya membuat road map pencegahan perkawinan anak dan menyusun rencana aksi daerah (RAD) pencegahan perkawinan anak.

 

Kekerasan terhadap Anak

Berdasarkan data diatas menunjukkan bahwa kekerasan terhadapa masih cukup tinggi dan bahkan tertinggi ke 6 di Indonesia atau tertinggi di pulau Sulawesi pada tahun 2022. Tahun 2020-2022 tercatat ada 2.198 kasus kekerasan terhadap anak dibawah 18 tahun. Kasus kekerasan terhadap anak mengalami penurunan dari tahun 2020-2022 dari angka 937 pada tahun 2022 menjadi 483 pada tahun 2022. Angka kekerasan terhadap anak yang masih tinggi di Sulawesi Selatan dinilai karena lemahnya perlindungan pada anak. Meskipun sudah ada Peraturan Daerah No. 4 Tahun 2013 tentang Sistem Perlindungan Anak namun implementasinya masih lemah, sehingga tidak menimbulkan efek jera terhadap pelaku kekerasan. Tahun 2021, beberapa kasus terkait anak sempat viral seperti Kasus Pemerkosaan Anak di Luwu Timur.

 

Anak Putus Sekolah

Berdasarkan grafik diatas, 3 Kabupaten/Kota tertinggi pada tahun 2021 yaitu Kabupaten Takalar sebanyak 34,31%, Kabupaten Bantaeng 34,19% dan Kabupaten Wajo 31,80% sedangkan 3 Kabupaten/Kota terendah yaitu Toraja Utara sebanyak 22,01%, Kabupaten Enrekang 21,78% dan Kabupaten Tana Toraja 20,70%. Sementara nilai rata-rata Anak Putus Sekolah Sulawesi Selatan mengalami meningkatan 0,39% yang sebelumnya sebanyak 27,17% tahun 2020 menjadi 27,54% tahun 2021.

Hingga saat ini masih cukup banyak anak yang tidak sekolah, baik itu anak yang sama sekali belum pernah bersekolah, anak yang belum tamat sekolah lalu putus sekolah, maupun anak yang tamat di satu atau dua jenjang pendidikan tetapi tidak melanjutkan ke jenjang pendidikan selanjutnya. Bukankah cita-cita luhur pembangunan nasional di bidang pendidikan adalah upaya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan manusia Indonesia dalam mewujudkan masyarakat yang maju, adil, dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

Namun kenyataannya, hingga saat ini menunjukkan bahwa masih cukup banyak anak yang tidak sekolah, baik itu anak yang sama sekali belum pernah bersekolah, anak yang belum tamat sekolah lalu putus sekolah, maupun anak yang tamat di satu atau dua jenjang pendidikan tetapi tidak melanjutkan ke jenjang Pendidikan selanjutnya. Tingginya anak tidak sekolah menyebabkan Rata-rata Lama Sekolah (RLS) masih rendah dan Harapan Lama Sekolah (HLS) hingga akan mempengaruhi capaian Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Untuk menjawab permasalahan Anak Putus Sekolah, Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan telah berkomitmen dengan melaksanakan Program Percepatan Penanganan Anak Tidak Sekolah (PPATS) melalui Peraturan Gubernur Sulawesi Selatan nomor 71 tahun 2020 tentang Program Percepatan Penanganan Anak Tidak Sekolah (PPATS).

POTRET ANGGARAN PROVINSI SULAWESI SELATAN

Berdasarkan grafik diatas, ruang fiscal Pemerintah Sulawesi Selatan masih sangat bergantung pada anggaran dari pusat atau Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN). Tahun 2019 Pemerintah Sulawesi Selatan menerima transfer dari Pusat (APBN) sebesar Rp. 5.711.538.455.000 mengalami peningkatan pada tahun 2022 sebanyak 1,9%, sementara pada tahun 2021 mengalami penurun sebanyak 1.4%. Pendapatan Transfer dari Pusat (APBN) meliputi Transfer Dana Bagi Hasil Pajak, Transfer Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam, Transfer Dana Alokasi Umum, dan Transfer Dana Alokasi Khusus. Anggaran yang dialokasikan ke daerah dari Pusat diharapkan dapat mengurangi ketimpangan sumber pendanaan antara pusat dan daerah, mengurangi kesenjangan pendanaan urusan pemerintahan antar daerah, mengurangi kesenjangan layanan publik antar daerah, mendanai pelaksanaan otonomi khusus dan keistimewaan daerah.

Kebijakan Anggaran Perlindungan Anak

Hasil analisis yang dilakukan Tim YASMIB, kebijakan anggaran untuk perlindungan anak di Provinsi Sulawesi Selatan sebanyak Rp. 153,978,889,709 yang di anggaran melalui 6 SKPD atau PERANGKAT DAERAH. Anggaran tersebut dibawa menjadi dua bagian yakni program/kegiatan yang langsung berhubungan dengan perlindungan anak dan program/kegiatan yang tidak langsung seperti penguatan ekonomi atau pemberdayaan keluarga. Lebih jelasnya bisa dilihat di grafik berikut ini.

 

Berdasarkan grafik di atas menunjukan bahwa anggaran yang berkaitan langsung dengan perlindungan anak sebanyak Rp. 123,794,891,953 (94,06%) sedangkan alokasi anggaran yang tidak berkaitan langsung sebesar Rp. 7,823,805,548 (5,94%). Program yang berkait langsung dan melalui 4 dinas yakni DP3A-DALDUK KB, Dinas Sosial, Dinas Kesehatan dan Dinas Pendidikan. Sementara yang tidak berkaitan langsung dianggarkan melalui DP3A-DALDUK KB & Dinas Sosial.

Analisis Kebijakan Anggaran Perlindungan Anak Dengan Gaji dan Tunjangan ASN

Berdasarkan grafik di atas, Belanja Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, Dan Keluarga Berencana (DP3A-DALDUK KB) sebanyak Rp. 7,619,065,222 (50,30%) di alokasikan untuk gaji dan tunjangan ASN sementara belanja perlindungan anak sebanyak Rp. 3,125,976,760 (20,64%). Belanja DP3A-DALDUK KB lebih banyak di alokasikan pada penunjang Urusan Pemerintah Daerah seperti gaji dan tunjangan ASN, Penyediaan Peralatan dan Perlengkapan Kantor, Penyediaan Jasa Surat Menyurat, maupun Penyediaan Jasa Pemeliharaan, Biaya Pemeliharaan, Pajak dan Perizinan Kendaraan Dinas Operasional atau Lapangan dll. DP3A-DALDUK KB selaku Dinas utama yang menangani masalah perlindungan anak seharusnya dapat mengalokasikan anggaran yang lebih responsif terhadap anak maupun perempuan sehingga dapat menjalankan tugas dan fungsinya dengan baik. Hal ini dapat mendukung percepatan pencapaian Strategi Nasional Penghapusan Kekerasan Terhadap Anak di Sulawesi Selatan.

Optimalisasi Anggaran Perlindungan Anak

Pemerintah sebagai pihak yang bertanggung jawab untuk menyelenggarakan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat jelas menjadi harapan bagi seluruh Warga Negara Indonesia (WNI) untuk mendapatkan hak perlindungan dan hak keamanan yang sama termasuk anak. Pemerintah Provinsi dan 24 Kab/Kota di Sulawesi Selatan, saling bahu-membahu untuk melakukan seluruh tindakan baik preventif, represif, kuratif maupun persuasif sebagaimana yang tertuang dalam Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 4 Tahun 2013 tentang Sistem Perlindungan Anak.

Pemerintah daerah mempunyai kewajiban untuk mengalokasikan anggaran untuk perlindungan anak yang merupakan bagian dari urusan wajib seperti yang diamanahkan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Perlindungan Anak yang menegaskan bahwa pemerintah dan pemerintah daerah berkewajiban menyelenggarakan perlindungan anak. Begitu juga dalam Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2022 tentang Strategi Nasional Penghapusan Kekerasan Terhadap Anak (PKTA). Pemerintah Daerah Provinsi, dan Kabupaten/Kota dalam menyelenggarakan Pencegahan dan penanganan Kekerasan terhadap Anak.

Representasi Pemerintah selaku pengguna anggaran seharusnya dapat menjawab permasaalahan-permasaalahan daerah, salah satunya perlindungan anak. Pemerintah Daerah harus menjamin pemenuhan hak anak agar bisa hidup, tumbuh dan berkembang secara optimal sesuai amanah undang-undang. APBD provinsi dan kabupaten/kota dapat dialokasikan untuk membiayai pelaksanaan tugas-tugas organisasi perangkat daerah atau satuan kerja perangkat daerah dalam pengembangan perlindungan anak dengan menguatkan partisipasi masyarakat. Secara umum Pemerintah Daerah harus mengalokasi anggaran untuk kegiatan-kegiatan preventif, represif, kuratif maupun persuasive perlindungan anak baik secara langsung maupun tidak langsung.

Dalam mewujudkan perlindungan anak yang komprehensif di Sulawesi Selatan, bukan hanya sekedar memberikan perlindungan tetapi bagaimana memastikan hak anak terpenuhi baik di lingkungan keluarga, sekolah maupun tempat publik. Untuk mewujudkan hal tersebut, dibutuhkan kepedulian bersama baik dari Eksekutif maupun Legislatif. Selain itu, Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan (Eksekutif maupun Legislatif) juga harus memastikan 24 Kabupaten/Kota di Sulawesi Selatan dalam pencapaian Kabupaten/Kota Layak Anak dengan merujuk pada 24 indikator yang harus dicapai.

Proses perencanaan pembangunan daerah yang belum melibatkan secara maksimal anak sehingga program dan kegiatan yang direncanakan oleh Perangkat Daerah tidak sesuai dengan kebutuhan anak. Perencanaan pembangunan daerah harus melibatkan forum anak/stakeholder pegiat anak di level provinsi maupun kab/kota dalam menyerap aspirasi anak. Partisipasi anak dalam pembangunan sangat penting karena untuk mencapai keberhasilan pembangunan khususnya dalam perlindungan anak. Pembangunan dapat berjalan terus menerus tetapi hasilnya akan sangat berbeda apabila pembangunan tersebut didukung dengan partisipasi anak, tanpa adanya keterlibatan anak maka hasil dari pembangunan belum tentu menjawab kebutuhan anak dan belum tercapainya kesejahteraan anak. Hal ini juga dapat mempermudah proses penganggaran daerah, sehingga pemerintah dapat mengalokasikan anggaran sesuai dengan kebutuhan anak. Dengan dukungan kebijakan anggaran diharapkan mampu menjawab permasaalahan anak di Provinsi Sulawesi Selatan.

 

KESIMPULAN

  • Setiap tahunnya kasus anak selalu mengalami peningkatan seperti Perkawinan Anak, kekerasan terhadap anak maupun anak putus sekolah.
  • Sebanyak 4 Perangkat Daerah yang mengalokasi anggaran perlindungan anak antara lain; DP3A-DALDUK KB, Dinas Sosial, Dinas Kesehatan, dan Dinas Pendidika. Sementara alokasi anggaran yang berkaitan langsung dengan perlindungan anak sebanyak 94,06% sedangkan alokasi anggaran yang tidak berkaitan langsung sebesar 5,94% dari total alokasi anggaran perlindungan anak.
  • Belum optimalnya alokasi anggaran atau belanja Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, Dan Keluarga Berencana (DP3A-DALDUK KB) yang masih dominan untuk penunjang urusan daerah seperti gaji dan tunjungan ASN sebesar 50,30%.

REKOMENDASI

  • Memastikan partisipasi anak dalam forum perencanaan daerah baik dilevel desa sampai daerah, dengan memperhatikan akses, kontrol, dan manfaat. Hal ini untuk memastikan perencanaan sesuai dengan kebutuhan anak sehingga anak dapat menikmati hasil dan mendapatkan manfaat dari program/kegiatan pemerintah daerah.
  • Alokasi anggaran yang lebih responsif terhadap anak pada Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, Dan Keluarga Berencana sehingga dapat menjalankan tugas dan fungsinya dengan baik sebagai Perangkat Daerah utama dalam mengatasi permasalahan anak melalui kegiatan UPTD PPA, PUSPAGA, maupun PATBM serta lembaga pemerintah yang membidangi perlindungan anak di Sulawesi Selatan.

Sebagai salah satu rangkaian dari implementasi program, YASMIB (Swadaya Mitra Bangsa) Sulawesi sebagai District Support Program (DSP) atas dukungan dari USAID MADANI dan FHi360, melakukan Review Policy Brief (PB) sebagai Strategi Advokasi di Daerah sekaligus memberi masukan terhadap Ranperbup Kesehatan Ibu dan Bayi Baru Lahir (KIBBL) Kabupaten Pangkep.

Kegiatan ini dihadiri oleh Lembaga Demokrasi Celebes (Lekrac) sebagai Lead Partner (LP) dan MABACA sebagai Learning Forum (LF) yang dilaksanakan di Cafe Titik Jumpak Pangkep. Jumat, 19 Agustus 2022.

Adapun tujuan dari kegiatan tersebut yaitu melakukan review dan memberi masukan terhadap policy brief yang telah dibuat dan Ranperbup KIBBL Kabupaten Pangkep.

Fasilitator, A.Muh.Hidayat selaku DSP MADANI Pangkep memberikan masukan terkait perlunya ditampilkan data stunting secara keseluruhan di Kabupaten Pangkep minimal 3 (tiga) tahun terakhir.

“Data 3 tahun terakhir diperlukan karena kita mau melihat trend data stunting yang ada di daerah dan dari data trand kita bisa simpulkan dan beri masukan apa yang perlu diperbaiki,” tambahnya.

Selain itu, dalam proses review PB dan Ranperbup KIBBL Pangkep, Sahriah selaku anggota MABACA memberikan tanggapan terkait kegiatan yang dilaksanakan dimana kegiatan tersebut sangat membantu organisasi dalam penyusuanan policy brief dan memahami isu KIBBL.

“Dengan adanya kegiatan ini, banyak hal yang perlu di diskusikan bersama terkait perbaikan dalam penyusunan policy brief dan sangat membantu organisasi terutama MABACA yang baru mengenal Policy Brief itu sendiri, terutama bagaimana penyusunan policy brief yang baik dan mudah dimengerti apalagi untuk isu KIBBL”, ucapnya

Kemudian, dilanjutkan dengan sesi kedua untuk mereview Ranperbup Kesehatan Ibu dan Bayi Baru Lahir (KIBBL) Kabupaten Pangkep.