MAKASSAR, RAKYATSULSEL – Kiprah perempuan di panggung politik masih sangat minim dimana perempuan masih dianggap belum mampu untuk melebarkan sayapnya dipanggung politik.
Lantas bagaimana peran emak-emak kedepan. Bertepatan tanggal 22 Desember memperingati hari ibu. Bentuk peringatan tersebut bersifat tak sekadar domestik saja, tetapi ada yang memperingati dengan hal-hal bermakna dan bersifat edukatif guna refleksi untuk mengenang jasa perjuangan kaum perempuan.
Ketua KPU Sulsel, Hasbullah mengatakan bahwa dalam DCT dari masing-masing parpol terhadap 85 caleg hampir rata-rata terdapat caleg perwakilan perempuan.
“KPU menetapkan 1.138 DCT lewat rapat pleno serentak pada tanggal 3 dan diumukan ke publik tanggal 4 November 2023. Jumlahnya persentase perempuan 404 orang,” singkatnya, Kamis (21/12/2023).
Menurut pengurus IKA Unhas itu, dalam penetapan DCT KPU merujuk pada ketentuan Pasal 85 Peraturan KPU Nomor 10 tahun 2023 tentang Pencalonan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota.
“Sesuai PKPU, saat sebelum penetapan DCT anggota DPRD Provinsi pada Pemilu 2024, kami lakukan verifikasi jumlah yang memenuhi syarat untuk masuk DCT dari 18 parpol di Sulsel,” katanya.
Sesuai data yang dihimpun wartawan Harian Rakyat Sulsel, jika berkaca pada pemilu 2019 lalu. Dari 4 kursi DPD RI hanya 1 perwakilan perempuan. Sedangkan kursi DPR RI yang kuota 24, hanya 5 perempuan duduk di Senayan. Sedangkan DPRD Sulsel daei total 85 kursi, hanya 23 orang mewakili kaum perempuan terpilih.
Memasuki Pemilu 2024 tentu momentum bagi Perempuan tampil lebih semangat di panggung politik. Baik pileg dan pilkada untuk mengisi jabatan strategi.
Sesuai DCT 2024, untuk calon senator DPD RI kini 18 orang, mayoritas laki-laki, hanya 2 perempuan refresentasi kaum Hawa. Sedangkan caleg DPR RI sebanyak 406 orang dari dapil Sulsel, hanya 140 perempuan.
Dan untuk DPRD Provinsi 2024, sebanyak 1.138 caleg DPRD Provinsi Sulsel akan memperebutkan 85 kursi. Kini 404 masuk dalam DCT persaingan nantinya.
Secara terpisah, Rosniaty Azis selaku Presidium Nasional Perempuan Ibu Rumah Tangga, Koalisi Perempuan Indonesia. Berharap momentum Hari Ibu 2024 dan pemilu, agar partai politik dapat memberikan ruang kepada kaum perempun.
“Partai politik wajib memastikan bagi caleg Perempuan di partai politik, parptai wajib memastikan suara Perempuan terjaga dan tidak dicurangi,” harapnya, saat dimintai tanggapan.
Menurutnya, pengalaman pada pemilu tahun 2019, bagaimana seorang caleg Perempuan memiliki suara terbanyak di partainya. Menurut daerah pemilihannya dan memenuhi syarat untuk dilantik yang terpilih untuk DPRD Provinsi Sulawesi Selatan.
Kemudian malam sebelum pelantikan keluar surat pemberhentian dari partai, tanpa proses dan mekanisme partai. Dan kemudian digantikan oleh caleg laki-laki dengan nomor urut di bawahnya.
Ini kan tentunya sangat merugikan bagi Perempuan dan memnghambat jalan Perempuan untuk duduk dalam posisi strategis. Proses seperti ini tentunya dapat menjadi pengalam buruk bagi caleg tersebut untuk maju kembali dalam kontestasi pemilu.
“Saya berharap hal seperti ini tidak terulang lagi, partai tidak hanya menjadikan Perempuan sebagai pengumpul suara,” tutur Direktur Eksekutif Yayasan Swadaya Mitra Bangsa (YASMIB) Sulawesi itu.
Lebih lanjut, dia memberikan pandangan edukasi. Untuk pemilih Perempuan, partai wajib memberikan Pendidikan politik yang benar tanpa money politic. Dalam proses ini cara-cara yang berintegritas perlu dilakukan oleh partai dalam memperoleh dukungan suara dari Perempuan.
“Termasuk bagaimana partai membangun komuniksai kepada pemilih terkait keberpihakan mereka terhadap isu-isu Perempuan,” katanya ibu yang kini aktif dalam organisasi aktivis perempuan itu.
Sejatinya perempuan tidak harus mengurus rumah tangga, melayani suami, dan mendidik anak-anak. Akan tetapi masuk kedunia politik, karena keterwakilan perempuan masih sangat minim dibawah laki-laki.
Persoalan ketidaksetaraan gender masih sangat tercermin jelas di dalam rendahnya perwakilan kaum perempuan di struktur lembaga perwakilan Indonesia saat ini.
Lantas bagaimana melihat peran perempuan dipanggung politik tahun sebelumnya. Dan apa dilakukan agar bisa tampil di panggung politik tahum akan datang. Menanggapi hal ini, Rosniaty Azis menyebutkan, tidak bisa dipungkiri bahwa peran Perempuan di panggung politik selama ini, dari tahun ke tahun semakin meningkat.
Bahkan di Sulawesi Selatan, dalam periode 2019-2024, DPRD dipimpin oleh legislator Perempuan. Ini merupakan torehan Sejarah yang pertama kalinya DPRD Sulsel dipimpin oleh seorang Perempuan.
“Tapi, meskipun demikian, tidak bisa juga dinafikkan jika peran-peran perempuan dalam dunia publik masih belum secara optimal dirasakan bagi masyarakat,” terangnya.
Dia menyebutkan, publik masih sangat berharap, agar perempuan dalam panggung politik bisa memberikan pengaruh siginifikan dalam proses dan pengambilan Keputusan terkait kebijakan public yang lebih sensitive gender dan inklusif.
“Termasuk, bagaiman mereka juga mewarnai lingkungan politik yang lebih berintegritas tanpa korupsi,” jelasnya.
Kaitan dengan melihat dinamikan pertarungan perebutan kursi di setiap lembaga. Dengam quota 30 persen, apakah menjamin hak perempaun? Dia menegaskan, seharusnya kebijakan quota 30 persen dapat menjamin hak Perempuan untuk mendapatkan akases dalam jabatan publik.
Tetapi faktanya, ternyata kebijakan ini tidak sepenuhnya dipatuhi oleh sebagian pihak yang memiliki kewenangan dalam penentuannya. Mereka belum sepenuhinya konsisten dalam menerapkannya.
Dia juga mempertanyakan, apakah pemegang kewenangan atas penentuan Perempuan dalam posisi tersebut paham akan makna dan substansi quata 30 persen atau tidak.
Dalam hal ini memang sanhat dibutuhkan iklim politik yang sensitf gender, untuk memastikan quota 30 persen tersebut terpenuhi.
“Jika quota 30 persen sudah terpenuhi, maka PR selanjutnya adalah memastikan Perempuan yang duduk dalam posisi tersebut juga memilki sensitifitas gender dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya,” sebutnya.
Harapan di hari ibu, terkait apa perlu dibenahi generasi muda kalangan perempuan. Ia menitipkan pesan ke generasi perempuan. Kata dia, sangat menyadari bahwa untuk menjadi politikus atau pemimpin yang berhasil, tenrnyata tidak ada jalan bebas hambatan untuk.
Sebaliknya jalan tersebut bercabang-cabang, terjal dan berbatu. Namun kita bisa belajar dengan memahami bagaimana Perempuan dapat mempelajari berbagai dinamika politik selama ini.
“Dan mengambil sisi positifnya menjadi pembelajaran dalam mempraktikkannya pada masa kini dan yang akan dating,” pesan Rosniaty Azis.
Ditambahkan, bagi generesi muda yang sekarang ini banyak dikenal sebagai GenZ yang memehi syarat sebagai pemilih, mereka adalah salah satu kelompok pemilih yang menjadi primadona peserta pemilu.
Karena selain jumlahnya yang besar, juga karena generasi muda dianggap dapat membawa ide-ide baru yang bisa mendorong perubahan.
Ia berharap, pada pemilu tahun 2024 ini, mereka tidak apatis dalam perilaku politik yang terjadi selama ini, harus menggunakan hak pilihnya alias tidak menjadi golput (golongan putih).
“Sebab keputusan politik yang mereka ambil akan ikut berpengaruh terhadap nasib bangsa ini 5 tahun ke depan, termasuk pada nasib Peremouan dan anak yang membutuhkan pemenuhan hak dan perlindungan,” harapnya.
Sedangkan, pengamat politik UIN Alauddin Makassar, Firdaus Muhammad mengungkapkan bahwa jika melihat latar belakang hari ibu, sejarah mencatat dicetuskannya di Indonesia merupakan tonggak perjuangan perempuan untuk terlibat dalam upaya merebut kemerdekaan.
Mantan Dekan Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi itu menyebutkan, tahun 2024 bertepatan pemilu. Menjadi momentum bagi perempuan, sebagai motor penggerak keberhasilan pembangunan di masa mendatang.
“Tentu, perempuan dalam sektor politik juga menunjukkan perubahan-perubahan progresif ketika mereka terlibat hadir memimpin dan mengambil keputusan berdasarkan pengalaman-pengalaman konkrit perempuan dalam kehidupan sehari-hari,” harapnya.
Dia menilai, dalam wacana budaya, sudah tidak perlu diragukan lagi, bahwa perempuan adalah garda penting untuk terlibat dalam berbagai kesempatan untuk meningkatkan partisipasi perempuan di bidang politik.
Apalagi, kata dia. UU No 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum memang telah mengamanatkan bahwa dalam menentukan komposisi di panggung politik harus memperhatikan kuota 30 persen keterwakilan perempuan.
“Namun realisasinya masih belum terlaksana maksimal,” jelaanya.
Di tahun mendatang, perlu agenda-agenda seperti sosialisasi pendidikan politik perempuan akan terus dilakukan parpol. Ini adalah langkah yang penting untuk mengadakan lebih banyak kegiatan terkait perempuan dalam politik di masa depan.
Menurutnya, keterlibatan perempuan dalam panggung politik bukan sekadar jadi tim hore. Namun keberadaan mereka guna mewujudkan demokrasi yang lebih inklusif dan representatif.
“Perempuan memiliki perspektif yang berbeda dari laki-laki, dan perspektif ini penting untuk diwakili dalam proses pengambilan keputusan di lembaga publik dan sosial,” pungkasnya.
Terpisah, Ketua KPU Sulsel, Hasbullah mengatakan bahwa dalam DCT dari masing-masing parpol terhadap 85 caleg hampir rata-rata twrdapat caleg perwakilan perempuan.
“KPU menetapkan 1.138 DCT lewat rapat pleno serentak pada tanggal 3 dan diumukan ke publik tanggal 4 November 2023. Jumlahnya persentase perempuan 404 orang,” singkatnya.
Menurut pengurus IKA Unhas itu, dalam penetapan DCT KPU merujuk pada ketentuan Pasal 85 Peraturan KPU Nomor 10 tahun 2023 tentang Pencalonan Anggota Dewan Perwakilan Rakya, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota.
“Sesuai PKPU, untuk DCT anggota DPRD Provinsi pada Pemilu 2024, setelah kami verifikasi jumlah yang memenuhi syarat untuk masuk DCT dari 18 parpol di Sulsel,” katanya. (Yadi/B)
Sumber: https://rakyatsulsel.fajar.co.id/2023/12/21/hari-ibu-2023-404-caleg-perempuan-dprd-sulsel-diharap-bukan-sekedar-tim-penggembira/7/