Bantaeng — Badan Permusyarawatan Desa (BPD) Borong Loe melakukan penggalian aspirasi desa Borong Loe dalam rangka penyusunan Rencangan Kerja Pemerintah Desa (RKPDes) 2023. Senin, 19 Juni 2023.

Tujuan dari penggalian aspirasi untuk meningkatkan peran BPD dalam merespon aspirasi dan aduan masyarakat khususnya kelompok rentan.

Ketua BPD desa Borong Loe menyampaikan fungsi dan tugas BPD adalah membarikan ruang terbaik bagi masyarakat dan kelompok rentan.

“Pegangan kami dalam memberikan ruang yang terbaik bagi kelompok rentan, salasatunya adalah dari perwakilan anak yang duduk di kelas 3 Sekolah Dasar (SD) atas nama Rahmat dalam aduannya menginginkan rumah yang layak huni, dari penjelasannya mereka numpang sama neneknya dimana orang tuanya merantau ke Malaysia. Ditempat terpisah kami juampai ibu Nur Sitti yang mempunyai dua buah hati penyandang Disabilitas menginginkan untuk difasilitasi dengan Puskesos desa dan koordinator PKH untuk mendapatkan kembali haknya sebagai penerima manfaat PKH,” tambanya.

Selain itu, Herman selaku volunteer lembaga YASMIB Sulawesi yang selama ini mendapingi BPD di Desa Borong Loe menyampaikan, dengan adanya penggalian aspirasi dapat mensinergikan perenan BPD dan pemerintah desa untuk mewujudkan pembangunan desa yang nilai manfaatnya dirasakan langsung oleh masyarakat rentan di Desa Borong Loe.

“Data aduan dalam penggalian aspirasi akan didorong dalam Musdes oleh BPD sehingga menjadi acuan dalam perencanaan pemerintah desa dan selebihnya adauan yang tidak tertuang dalam RKPDesa akan didorong dalam Musrenbang Desa sampai ditingkat Kecamatan dan Kabupaten,” ungkapnya.

Kegiatan tersebut dilaksanakan mulai tanggal 17 sampai 19 Juni 2023, bertempat di desa Borong Loe Kecamatan Pa’jukukang Kabupaten Bantaeng.

Rilis Media
16 April 2023

Proses seleksi di tingkat KPU Kabupaten/Kota yang saat ini sedang berlangsung di 118 kabupaten/kota perlu menjadi perhatian bersama. Sejauh ini, tahapan terakhir yang telah dilewati oleh peserta adalah tes tertulis dan psikotest, selanjutnya peserta seleksi akan menghadapi tes wawancara dan tes kesehatan oleh tim seleksi di masing-masing wilayah seleksi. Dari hasil tes wawancara dan tes kesehatan yang akan berlangsung, tim seleksi akan menetapkan dua kali jumlah nama yang dibutuhkan sebagai calon anggota KPU Kabupaten/Kota. Nama-nama tersebut akan disampaikan kepada KPU RI untuk selanjutnya dilakukan uji kelayakan dan kepatutan oleh KPU RI.

Dalam penetapan kelulusan calon anggota KPU Kabupaten/Kota oleh tim seleksi, PKPU 4 Tahun 2023 mengamanatkan agar tim seleksi memperhatikan paling sedikit 30% keterwakilan perempuan. Hal ini perlu menjadi acuan dan pedoman tim seleksi dalam bekerja sebagai perpanjangan tangan KPU RI dalam proses seleksi. Tim Seleksi harus bekerja dalam koridor regulasi yang telah diatur yakni dalam UU 7/2017 dan PKPU 4/2023, termasuk soal ketentuan afirmatif yang telah diatur dalam regulasi tersebut.

Berdasarkan hasil pemantauan kami pada beberapa tahapan seleksi, kondisi keterwakilan perempuan sebagai calon anggota KPU Kabupaten/Kota jumlahnya cukup mengkhawatirkan. Kondisi keterwakilan perempuan di beberapa daerah perlu menjadi perhatian serius.

Pada tahapan administrasi, dari total 4.760 pendaftar seleksi, jumlah pendaftar perempuan yang lolos seleksi administrasi hanya sebanyak 780 orang (16,4%), sementara pendaftar laki-laki yang lolos tahapan seleksi sebanyak 3.980 orang (83,6%).

Pada tahapan tes tertulis dan psikotest, kondisi keterwakilan perempuan pada tahapan ini tidak jauh berbeda dengan tahapan sebelumnya. Dari 118 Kabupaten/Kota yang tersebar di 15 Provinsi, hanya sebanyak 381 atau 17% peserta perempuan yang dinyatakan lolos. Sedangkan, 1.861 atau 83% merupakan peserta laki-laki dari total 2.242 peserta yang dinyatakan lolos administrasi.

Secara rinci, hanya 8 Kab/Kota yang memiliki keterwakilan perempuan di atas 30%, yakni Kab. Solok Selatan, Kota Tanjung Pinang, Kab. Bangka Barat, Kab. Tanah Laut, Kab. Maros, Kab. Minahasa Utara, Kota Tomohon, Kota Adm Jakarta Timur. Di 46 Kab/Kota, jumlah keterwakilan perempuannya mencapai 20%-30%. Sisanya terdapat 52 Kab/Kota dengan keterwakilan perempuan hanya direntang 10%-20%.

Kondisi yang paling mengkhawatirkan adalah terdapat 12 Kab/Kota yang sangat rawan karena keterwakilan perempuan yang lolos di tahap tes tertulis dan psikologi di bawah 10%. Dari jumlah tersebut, terdapat 9 kabupaten/kota yang keterwakilan perempuannya paling rendah, yaitu 5%. Daerah tersebut adalah Kab. Mentawai, Kab. Batanghari, Kab. Sarolangun, Kab. Tanjung Jabung Barat, Kab. Bengkulu Tengah, Kab. Pandeglang, Kab. Bombana, Kab. Konawe Kepulauan, dan Kota Kendari.

Dalam mengawal proses rekrutmen yang berintegritas dan afirmatif dalam rangka menjaga kualitas kepercayaan publik terhadap pemilu, kami menyampaikan beberapa dorongan sebagai berikut.

  1. Tim Seleksi perlu memastikan proses seleksi yang dilakukan secara berintegritas dan inklusif, memperhatikan keadilan dan keberimbangan gender;
  2. Tim Seleksi perlu bekerja dalam kerangka UU 7/2017 dan PKPU 4/2023 yang salah satunya mengatur bahwa penetapan anggota KPU kabupaten/kota oleh Tim Seleksi dilakukan dengan memperhatikan paling sedikit 30% (tiga puluh persen) keterwakilan perempuan;
  3. Tim Seleksi perlu memperhatikan kabupaten/kota yang tidak memiliki keterwakilan perempuan pada periode sebelumnya. Selain sebagai upaya memperbaiki kondisi representasi di lembaga penyelenggara pemilu, hal ini menunjukan komitmen dan pencapaian Tim Seleksi dalam proses seleksi;
  4. Tim Seleksi perlu merancang strategi afirmasi pada tahapan tes kesehatan dan tes wawancara. Ini misalnya bisa dilakukan dengan melakukan pemeringkatan terpilah laki-laki dan perempuan, serta afirmasi kelompok marjinal seperti perempuan disabilitas atau perempuan masyarakat adat.
  5. KPU RI perlu mengingatkan dan mendorong tim seleksi KPU Kabupaten/Kota akan pentingnya keterwakilan perempuan di dalam setiap tahapan seleksi serta menghadirkan sekurang-kurangnya 30% keterwakilan perempuan pada sejumlah nama yang akan diserahkan kepada KPU RI.

Narahubung:
Hurriyah (Direktur Eksekutif Puskapol UI) – 081-1916-654
Delia Wildianti (Peneliti Puskapol UI) – 0812-2164-5621
Kevin Sairullah (LIPPI Gorontalo) – 0822-9106-1154
Nyimas Aliah (Srikandi TP. Sriwijaya) – 0821-1734-0965
Noorhalis Majid (Ambin Demokrasi Kalimantan Selatan) – 0811-512-351
Samsang Syamsir (FIK Ornop Sulsel) – 0813-5529-0311
Rosniaty Azis (YASMIB Sulawesi) – 0812-4136-6679
Ruth Ketsia Gerakan Perempuan Sulawesi Utara (GPS) – 0813-2837-3900
Husnawati (Rumpun Perempuan Sultra) – 0813-4151-7413
Lili Karliani (Alpen Sultra) – 0822-5230-8678
Aflina Mustafainah (YPMP Sulsel) – 0813-4231-7804
Nyimas Halimah (Koalisi Perempuan Indonesia Propinsi Bengkulu) – 0853-6635-0100

Sikap Koalisi Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) Kawal Pemilu 2024 Sulsel Pasca Sidang Pembacaan Putusan Bawaslu Sulsel dalam Sidang Dugaan Pelanggaran Administrasi yang dilakukan oleh KPU Sulsel

Bahwa pada hari jumat 6 januari 2023 majelis Hakim pemeriksa Bawaslu Sulsel telah memutuskan laporan dugaan pelanggaran administrasi Pemilu yang dilakukan oleh KPU Sulawesi Selatan, sebagaimana yang termuat dalam putusan nomor : 001/LP/ADM.PL/BWSL./PROV/27.00/XII/2022 yang pada intinya sebagaimana dalam amar putusannya “Menyatakan terlapor (KPU Sulawesi selatan) tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan perbuatan melanggar tata cara, prosedur, atau mekanisme, pada tahapan pemilu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan” Bahwa terkait dengan putusan sebagaimana di atas maka kami perlu menyikapi beberapa hal sebagai berikut:

  1. Bahwa dalam pemeriksaan di persidangan, Majelis Pemeriksa diduga tidak Imparsial, dan tidak secara serius menggunakan kewenangannya dalam memeriksa laporan pelapor, hal mana pada saat proses pemeriksaan di sidang, Pelapor beberapa kali memohon ke Majelis Pemeriksa untuk menghadirkan pihak terkait yakni KPU Kabupaten Gowa, KPU Kota Makassar, KPU Kabupaten Wajo, KPU Kabupaten Barru dan KPU Kabupaten Pangkep, dengan argumentasi Pihak terkait merupakan pihak yang berkepentingan secara langsung terhadap pokok Laporan atau Temuan dugaan Pelanggaran Administratif Pemilu yang dilaporkan, namun oleh Majelis Pemeriksa menyampaikan pada pokoknya bahwa bukti-bukti yang disampaikan telah cukup olehnya itu majelis Pemeriksa menolak Permohonan Pelapor, padahal Pelapor sangat berkepentingan untuk menghadirkan Pihak terkait sebagaimana dalil Pelapor terkait jumlah Partai Politik TMS dan MS, sekaligus mengkonfirmasi bukti bukti yang dihadirkan oleh Pelapor dan terlapor agar membuat terang proses persidangan.
  2. Bahwa Majelis Pemeriksa telah mengabaikan bukti-bukti yang diajukan oleh Pelapor. Majelis Pemeriksa sama sekali tidak mempertimbangkan bukti-bukti berupa link website berita media yang disampaikan Pelapor dalam persidangan, Hal mana Pelapor dalam perkara telah mendalilkan bahwa terdapat dugaan perubahan data dan dugaan manipulasi data sebagaimana diberitakan di berbagai media-media yang dijadikan bukti dalam perkara aquo, dalam pertimbangannya dalil dan bukti-bukti tersebut sama sekali tidak dinilai sebagai bukti oleh Majelis Pemeriksa;
  3. Majelis Pemeriksa tidak memeriksa seluruh dalil-dalil yang diajukan oleh Pelapor, majelis Pemeriksa sama sekali tidak memberikan pertimbangkan terkait dalil pada Poin 4 Laporan Pelapor. yang pada pokoknya menyatakan bahwa “keputusan atau penetapan rapat pleno yang diambil terlapor tidak berdasarkan hasil verifikasi Faktual Perbaikan Kepengurusan Partai Politik”.
  4. Bahwa pada Putusan angka 6 huruf b Halaman 67 tentang kesimpulan pelapor dan terlapor yang berbunyi “ bahwa selain kesimpulan yang diajukan oleh terlapor di atas, salah seorang terlapor juga mengajukan kesimpulan tersendiri, selanjutnya akan menjadi penilaian tersendiri oleh majelis pemeriksa” namun faktanya ketika dibaca secara teliti pada putusan aquo, ternyata tidak satupun yang dijadikan sebagai pertimbangan oleh majelis pemeriksa bawaslu.
  5. Majelis Pemeriksa dalam Putusannya tidak menggunakan alat bukti berupa “pengetahuan majelis pemeriksa” sebagai salah satu alat bukti yang sah. Bawaslu sebagai pengawas pemilu sudah selayaknya memiliki data-data hasil pengawasan verifikasi faktual partai politik, Majelis Pemeriksa sama sekali tidak memberikan pertimbangan terkait pencocokan bukti Berita Acara Hasil Verifikasi Parpol dengan hasil pengawasan Bawaslu yang dapat digunakan sebagai bukti “Pengetahuan Majelis”.
  6. Majelis Pemeriksa tidak cukup mempertimbangkan hukum. Majelis Pemeriksa dalam pertimbangannya (Poin 16 Halaman 74) jelas menimbang pada pokoknya bahwa “dalam PKPU 4 Tahun 2022 tidak diatur secara tegas tentang pihak terkait yang dapat hadir dalam rapat pleno”. Majelis Pemeriksa gagal menemukan bahwa pengaturan teknis mengenai Rapat Pleno diatur secara menyeluruh pada PKPU No. 8 Tahun 2019 sebagaimana telah diubah terakhir dengan PKPU No. 21 Tahun 2020. Hal mana dasar pembentukan PKPU 4 Tahun 2022 adalah PKPU 8 Tahun 2019 yang dapat dibaca pada ketentuan konsiderannya;
  7. Bahwa Pertimbangan pada halaman 70 Majelis Pemeriksa mendalilkan “Menimbang berdasarkan pasal 3 Perbawaslu No 8 Tahun 2022 Tentang penyelesaian pelanggaran administratif pemilu “Penyelesaian dugaan pelanggaran administratif pemilu dan dugaan pelanggaran administratif pemilu TSM dilakukan dengan prinsip, cepat, tidak memihak,………” namun faktanya Majelis Pemeriksa Bawaslu sulsel memihak pada Terlapor, keberpihakan Majelis Pemeriksa bawaslu bisa dilihat pada amar pertimbangan putusan aquo pada halaman 67 angka 1 sampai halaman 69 angka 10, hal mana dalam amar pertimbangan tersebut tidak ada satupun fakta persidangan dan alat bukti dari Pelapor yang dijadikan sebagai dasar pertimbangan Putusan.
  8. Bahwa terhadap hasil putusan Majelis Pemeriksa, Pelapor bersama Koalisi Organisasi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Sulsel akan melakukan Eksaminasi Publik terhadap putusan yang dinilai tidak profesional dalam penetapannya. Dan atas putusan tersebut Koalisi OMS akan menempuh mekanisme hukum yang diatur lainnya.

Demikian rilis ini kami buat untuk diedarkan, sekaligus menjadi sikap resmi dari kami OMS menyikapi Putusan tersebut.

Makassar, 11 Januari 2023

Koalisi Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) Kawal Pemilu 2024 Sulsel
1. FIK Ornop (Forum Informasi dan Komunikasi Organisasi Non Pemerintah) Sulsel
2. Yayasan Pemerhati Masalah Perempuan (YPMP) Sulsel
3. Lembaga Riset dan Penguatan Kapasitas Masyarakat (LRPKM) Sulsel
4. Yayasan Swadaya Mitra Bangsa (Yasmib) Sulawesi
5. Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Sulsel
6. Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Makassar
7. Lembaga Bantuan Hukum (LBH Makassar)
8. Anti Corruption Committee (ACC) Sulawesi
9. Solidaritas Perempuan (SP) Angin Mammiri Sulawesi Selatan.
10. Pergerakan Difabel Indonesia untuk Kesetaraan (Perdik) Sulsel
11. Yayasan Masagena Center Sulsel
12. Lembaga Mitra Lingkungan (LML) Sulsel
13. Balla Inklusi Sulsel
14. Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Sulawesi Selatan
15. Yayasan Mitra Husada (YMH) Sulsel
16. Lembaga Advokasi dan Pendidikan Anak Rakyat (LAPAR) Sulsel
17. Yayasan Pendidikan Lingkungan (YPL) Sulsel
18. Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers Makassar
19. Institute of Community Justice (ICJ) Makassar
20. Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Kemasyarakatan (LP2K) Sulsel
21. Wadjo Institute
22. Yayasan Pabbata Ummi (Yapta-U)
23. Forum BARANI
24. Yayasan Bumi Sawerigading (YBS) Palopo
25. Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Sulsel
26. Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (LBH APIK)
Sulsel

Untuk mendorong lahirnya Peraturan Bupati Pangkep terkait Kesehatan Ibu dan Bayi baru lahir (KIBBL), maka telah dilaksanakan kegiatan untuk menfasilitasi pembahasan subtansi dan kerangka draft Rancangan Peraturan Bupati (Ranperbup), Jumat (9/9/2022).

YASMIB Sulawesi sebagai Distric Support Program (DSP) MADANI kabupaten Pangkep dalam hal ini Andi Muh. Hidayat selaku penanggungjawab implementasi program, mengawali kegiatan dengan sedikit menggambarkan tujuan serta alas an kenapa perbup ini pelu didorong, selanjutnya memperlihatkan draft Ranperbup KIBBL sebagai pemantik diskusi untuk melihat arah Perbup yang akan didorong. Peserta yang hadir merupakan unsur dari Kelompok kerja (Pokja) Colaborative Governance yang khusus menangani isu Kesehatan Ibu dan Bayi baru Lahir.

Mashuri dari Bagian Hukum mejelaskan “Tekhnis mengenai penulisan dfrat Ranperbup serta cara pengajuan agar Ranperbup masuk sebagai prioritas, dinas terkait harus memasukan judul dan susunan tim penyusun ke Bagian Hukum, agar dapat diterbitkan SK Bupatinya sebagai salah satu kelengkapan Perbup yang ditetapkan nantinya”.

Nahjar, selaku kabid PPM Bapelitbangda mengatakan “muatan Perbup ini akan menjadi bentuk intervensi bertahap disetiap instasi perangkat daerah dalam hal pengambilan peran”. Penanganan tentang KIBBL ini bisa dilihat dari pra nikah dan pasca menikah, Tambahnya.

Di akhir kegiatan disepakati bahwa terkait judul Ranperbup adalah Pelayanan Kesehatan Ibu dan Bayi Baru Lahir dan akan segera didaftarkan di Bagian Hukum dengan memasukan nama Tim penyusun yang terlibat dalam penyusunan.

PENDAHULUAN

Negara menjamin hak dan perlindungan anak sebagaimana diatur dalam pasal 28B ayat (2) undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 yang menyatakan bahwa Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. pemerintah Republik Indonesia juga telah meratifikasi Konvensi Hak Anak.

Sebagai komitmen Nasional, Republik Indonesia telah menerbitkan undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan Anak sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan atas Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menjadi Undang-Undang, yang mengamatkan pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk memberikan dukungan sarana,, prasarana, dan ketersediaan daya manusia dalam penyelenggaraan perlindungan anak. Selain itu, untuk memperkuat  peran kementerian/lembaga, pemerintah daerah baik itu Provinsi, maupun Kabupaten/Kota. Pemerintah Indonesia menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2022 tentang Strategi Nasional Penghapusan Kekerasan Terhadap Anak.

Populasi anak di Sulawesi Selatan usia 0-18 tahun pada tahun 2021 sekitar 3 juta (34%) dari total populasi. Isu perlindungan anak mulai mengemuka ketika berbagai bentuk bahaya, ancaman, kekerasan, diskriminasi, eksploitasi, dan segala perlakuan negatif terhadap anak semakin menunjukkan intensitas yang tinggi.

Berdasarkan data DPPA-Dalduk KB Provinsi Sulawesi Selatan mencatat tingkat Perkawinan Anak pada tahun 2021 ada 3713 peristiwa. Dengan rincian perempuan 3.183 perempuan dan laki-laki 530. Sedangkan Data tahun 2020 menunjukkan sebanyak 31% dari semua anak-anak dalam tahanan telah melalui putusan pidana penjara, yang jauh lebih tinggi dibanding rata-rata nasional sebanyak 22%. Data ini menegaskan bahwa perlindungan anak seharusnya di tangani dengan serius oleh pemerintah. Karena sesungguhnya Provinsi Sulawesi Selatan telah menunjukkan komitmen kuat terhadap isu perlindungan anak dengan menerbitkan Peraturan Daerah (Perda) No. 4 Tahun 2013 tentang Sistem Perlindungan Anak untuk mengakhiri kekerasan, perlakuan salah, eksploitasi, dan penelantaran terhadap anak-anak. Namun sejauh mana komitmen dan perhatian tersebut terjabarkan ke dalam tindakan nyata, tampaknya masih perlu pembuktian.

Untuk menjamin pemenuhan hak anak agar bisa hidup, tumbuh dan berkembang secara optimal sesuai amanah UU maka perlu peran pemerintah melalui komitmen anggaran. Diawali dari proses perencanaan daerah, dan pemerintah harus melibatkan peran forum anak/stakeholder di level provinsi maupun kab/kota dalam menyerap aspirasi anak. Hal untuk mempermudah proses penganggaran daerah, sehingga pemerintah dapat mengalokasikan anggaran sesuai dengan problem atau kebutuhan anak. Dengan dukungan kebijakan anggaran diharapkan mampu menjawab permasaalahan anak di Provinsi Sulawesi Selatan.

TUJUAN

  1. Memberikan masukan atau rekomendasi kepada Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan tentang anggaran daerah yang responsif terhadap perlindungan anak
  2. Mendorong penyediaan anggaran yang responsif terhadap perlindungan anak.

MANFAAT

  1. Adanya alokasi anggaran yang responsif terhadap perlindungan anak di Provinsi Sulawesi Selatan

 

PEMBAHASAN

POTRET PERMASALAHAN ANAK DI SULAWESI SELATAN

Perkawinan Anak

Berdasarkan data peristiwa nikah dari SIMKAH Kementerian Agama Sulawesi Selatan (per 02 desember) tercatatat ada 3.713 perkawinan anak di Sulsel tahun 2021. Sedangkan pada tahun 2019, tercatat 6.733 perkawinan anak dan tahun 2020 sebanyak 3.702 perkawinan anak.

Dari jumlah perkawinan anak di tahun 2021, terdapat 3.183 (85,73%) perempuan dan 530 laki-laki (14,27%). Berdasarkan Kabupaten/Kota, tertinggi di Kabupaten Wajo dengan 707 peristiwa, masing-masing 624 (88,26%) perempuan dan 83 (11,74%) laki-laki. Kemudian disusul Kabupaten Sidrap dengan 671 kasus (584 (87,03%) perempuan dan 87 (12,97%) laki-laki). Sementara di urutan ketiga adalah Kabupaten Soppeng dengan 327 kasus (286 (87,46%) perempuan dan 41 (12,54%) laki-laki). Dari data ini terlihat bahwa kasus perkawinan bagi anak perempuan jauh lebih tinggi dibandingkan dengan anak laki-laki. Adapun data tren peristiwa nikah usia dibawah 18 tahun 2019-2021 Sulawesi Selatan dapat dilihat dari grafik dibawah ini.

Berdasarkan data di atas menunjukkan bahwa angka perkawinan anak masih sangat tinggi. Tahun 2019-2021 tercatat ada 14,148 kasus Perkawinan Anak dibawah 18 tahun. Tahun 2021, beberapa Kab/Kota mengalami penurun seperti Bone, Gowa, Makassar, Pangkep dan Pinrang. Sedangkan Kabupaten Sidrap dan Wajo mengalami peningkatan. Penyebab angka Perkawinan Anak di Sulawesi Selatan tinggi karena kurangnya pengetahuan orangtua terkait reproduksi kesehatan, layanan kesehatan dan permasalahan ekonomi.

Pemerintah Provinsi berupaya mendorong Pemeritan Daerah untuk mengatur regulasi tentang pencegahan perkawinan anak berdasarkan UU No. 16 tahun 2019 terkait batas perkawinan usia anak. Selain mendorong regulasi/kebijakan tentang pecegahan Perkawinan Anak, Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan mendorong kebijakan anggaran yang responsif terhadap anak melalui program/kegiatan, salah satunya membuat road map pencegahan perkawinan anak dan menyusun rencana aksi daerah (RAD) pencegahan perkawinan anak.

 

Kekerasan terhadap Anak

Berdasarkan data diatas menunjukkan bahwa kekerasan terhadapa masih cukup tinggi dan bahkan tertinggi ke 6 di Indonesia atau tertinggi di pulau Sulawesi pada tahun 2022. Tahun 2020-2022 tercatat ada 2.198 kasus kekerasan terhadap anak dibawah 18 tahun. Kasus kekerasan terhadap anak mengalami penurunan dari tahun 2020-2022 dari angka 937 pada tahun 2022 menjadi 483 pada tahun 2022. Angka kekerasan terhadap anak yang masih tinggi di Sulawesi Selatan dinilai karena lemahnya perlindungan pada anak. Meskipun sudah ada Peraturan Daerah No. 4 Tahun 2013 tentang Sistem Perlindungan Anak namun implementasinya masih lemah, sehingga tidak menimbulkan efek jera terhadap pelaku kekerasan. Tahun 2021, beberapa kasus terkait anak sempat viral seperti Kasus Pemerkosaan Anak di Luwu Timur.

 

Anak Putus Sekolah

Berdasarkan grafik diatas, 3 Kabupaten/Kota tertinggi pada tahun 2021 yaitu Kabupaten Takalar sebanyak 34,31%, Kabupaten Bantaeng 34,19% dan Kabupaten Wajo 31,80% sedangkan 3 Kabupaten/Kota terendah yaitu Toraja Utara sebanyak 22,01%, Kabupaten Enrekang 21,78% dan Kabupaten Tana Toraja 20,70%. Sementara nilai rata-rata Anak Putus Sekolah Sulawesi Selatan mengalami meningkatan 0,39% yang sebelumnya sebanyak 27,17% tahun 2020 menjadi 27,54% tahun 2021.

Hingga saat ini masih cukup banyak anak yang tidak sekolah, baik itu anak yang sama sekali belum pernah bersekolah, anak yang belum tamat sekolah lalu putus sekolah, maupun anak yang tamat di satu atau dua jenjang pendidikan tetapi tidak melanjutkan ke jenjang pendidikan selanjutnya. Bukankah cita-cita luhur pembangunan nasional di bidang pendidikan adalah upaya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan manusia Indonesia dalam mewujudkan masyarakat yang maju, adil, dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

Namun kenyataannya, hingga saat ini menunjukkan bahwa masih cukup banyak anak yang tidak sekolah, baik itu anak yang sama sekali belum pernah bersekolah, anak yang belum tamat sekolah lalu putus sekolah, maupun anak yang tamat di satu atau dua jenjang pendidikan tetapi tidak melanjutkan ke jenjang Pendidikan selanjutnya. Tingginya anak tidak sekolah menyebabkan Rata-rata Lama Sekolah (RLS) masih rendah dan Harapan Lama Sekolah (HLS) hingga akan mempengaruhi capaian Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Untuk menjawab permasalahan Anak Putus Sekolah, Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan telah berkomitmen dengan melaksanakan Program Percepatan Penanganan Anak Tidak Sekolah (PPATS) melalui Peraturan Gubernur Sulawesi Selatan nomor 71 tahun 2020 tentang Program Percepatan Penanganan Anak Tidak Sekolah (PPATS).

POTRET ANGGARAN PROVINSI SULAWESI SELATAN

Berdasarkan grafik diatas, ruang fiscal Pemerintah Sulawesi Selatan masih sangat bergantung pada anggaran dari pusat atau Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN). Tahun 2019 Pemerintah Sulawesi Selatan menerima transfer dari Pusat (APBN) sebesar Rp. 5.711.538.455.000 mengalami peningkatan pada tahun 2022 sebanyak 1,9%, sementara pada tahun 2021 mengalami penurun sebanyak 1.4%. Pendapatan Transfer dari Pusat (APBN) meliputi Transfer Dana Bagi Hasil Pajak, Transfer Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam, Transfer Dana Alokasi Umum, dan Transfer Dana Alokasi Khusus. Anggaran yang dialokasikan ke daerah dari Pusat diharapkan dapat mengurangi ketimpangan sumber pendanaan antara pusat dan daerah, mengurangi kesenjangan pendanaan urusan pemerintahan antar daerah, mengurangi kesenjangan layanan publik antar daerah, mendanai pelaksanaan otonomi khusus dan keistimewaan daerah.

Kebijakan Anggaran Perlindungan Anak

Hasil analisis yang dilakukan Tim YASMIB, kebijakan anggaran untuk perlindungan anak di Provinsi Sulawesi Selatan sebanyak Rp. 153,978,889,709 yang di anggaran melalui 6 SKPD atau PERANGKAT DAERAH. Anggaran tersebut dibawa menjadi dua bagian yakni program/kegiatan yang langsung berhubungan dengan perlindungan anak dan program/kegiatan yang tidak langsung seperti penguatan ekonomi atau pemberdayaan keluarga. Lebih jelasnya bisa dilihat di grafik berikut ini.

 

Berdasarkan grafik di atas menunjukan bahwa anggaran yang berkaitan langsung dengan perlindungan anak sebanyak Rp. 123,794,891,953 (94,06%) sedangkan alokasi anggaran yang tidak berkaitan langsung sebesar Rp. 7,823,805,548 (5,94%). Program yang berkait langsung dan melalui 4 dinas yakni DP3A-DALDUK KB, Dinas Sosial, Dinas Kesehatan dan Dinas Pendidikan. Sementara yang tidak berkaitan langsung dianggarkan melalui DP3A-DALDUK KB & Dinas Sosial.

Analisis Kebijakan Anggaran Perlindungan Anak Dengan Gaji dan Tunjangan ASN

Berdasarkan grafik di atas, Belanja Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, Dan Keluarga Berencana (DP3A-DALDUK KB) sebanyak Rp. 7,619,065,222 (50,30%) di alokasikan untuk gaji dan tunjangan ASN sementara belanja perlindungan anak sebanyak Rp. 3,125,976,760 (20,64%). Belanja DP3A-DALDUK KB lebih banyak di alokasikan pada penunjang Urusan Pemerintah Daerah seperti gaji dan tunjangan ASN, Penyediaan Peralatan dan Perlengkapan Kantor, Penyediaan Jasa Surat Menyurat, maupun Penyediaan Jasa Pemeliharaan, Biaya Pemeliharaan, Pajak dan Perizinan Kendaraan Dinas Operasional atau Lapangan dll. DP3A-DALDUK KB selaku Dinas utama yang menangani masalah perlindungan anak seharusnya dapat mengalokasikan anggaran yang lebih responsif terhadap anak maupun perempuan sehingga dapat menjalankan tugas dan fungsinya dengan baik. Hal ini dapat mendukung percepatan pencapaian Strategi Nasional Penghapusan Kekerasan Terhadap Anak di Sulawesi Selatan.

Optimalisasi Anggaran Perlindungan Anak

Pemerintah sebagai pihak yang bertanggung jawab untuk menyelenggarakan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat jelas menjadi harapan bagi seluruh Warga Negara Indonesia (WNI) untuk mendapatkan hak perlindungan dan hak keamanan yang sama termasuk anak. Pemerintah Provinsi dan 24 Kab/Kota di Sulawesi Selatan, saling bahu-membahu untuk melakukan seluruh tindakan baik preventif, represif, kuratif maupun persuasif sebagaimana yang tertuang dalam Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 4 Tahun 2013 tentang Sistem Perlindungan Anak.

Pemerintah daerah mempunyai kewajiban untuk mengalokasikan anggaran untuk perlindungan anak yang merupakan bagian dari urusan wajib seperti yang diamanahkan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Perlindungan Anak yang menegaskan bahwa pemerintah dan pemerintah daerah berkewajiban menyelenggarakan perlindungan anak. Begitu juga dalam Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2022 tentang Strategi Nasional Penghapusan Kekerasan Terhadap Anak (PKTA). Pemerintah Daerah Provinsi, dan Kabupaten/Kota dalam menyelenggarakan Pencegahan dan penanganan Kekerasan terhadap Anak.

Representasi Pemerintah selaku pengguna anggaran seharusnya dapat menjawab permasaalahan-permasaalahan daerah, salah satunya perlindungan anak. Pemerintah Daerah harus menjamin pemenuhan hak anak agar bisa hidup, tumbuh dan berkembang secara optimal sesuai amanah undang-undang. APBD provinsi dan kabupaten/kota dapat dialokasikan untuk membiayai pelaksanaan tugas-tugas organisasi perangkat daerah atau satuan kerja perangkat daerah dalam pengembangan perlindungan anak dengan menguatkan partisipasi masyarakat. Secara umum Pemerintah Daerah harus mengalokasi anggaran untuk kegiatan-kegiatan preventif, represif, kuratif maupun persuasive perlindungan anak baik secara langsung maupun tidak langsung.

Dalam mewujudkan perlindungan anak yang komprehensif di Sulawesi Selatan, bukan hanya sekedar memberikan perlindungan tetapi bagaimana memastikan hak anak terpenuhi baik di lingkungan keluarga, sekolah maupun tempat publik. Untuk mewujudkan hal tersebut, dibutuhkan kepedulian bersama baik dari Eksekutif maupun Legislatif. Selain itu, Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan (Eksekutif maupun Legislatif) juga harus memastikan 24 Kabupaten/Kota di Sulawesi Selatan dalam pencapaian Kabupaten/Kota Layak Anak dengan merujuk pada 24 indikator yang harus dicapai.

Proses perencanaan pembangunan daerah yang belum melibatkan secara maksimal anak sehingga program dan kegiatan yang direncanakan oleh Perangkat Daerah tidak sesuai dengan kebutuhan anak. Perencanaan pembangunan daerah harus melibatkan forum anak/stakeholder pegiat anak di level provinsi maupun kab/kota dalam menyerap aspirasi anak. Partisipasi anak dalam pembangunan sangat penting karena untuk mencapai keberhasilan pembangunan khususnya dalam perlindungan anak. Pembangunan dapat berjalan terus menerus tetapi hasilnya akan sangat berbeda apabila pembangunan tersebut didukung dengan partisipasi anak, tanpa adanya keterlibatan anak maka hasil dari pembangunan belum tentu menjawab kebutuhan anak dan belum tercapainya kesejahteraan anak. Hal ini juga dapat mempermudah proses penganggaran daerah, sehingga pemerintah dapat mengalokasikan anggaran sesuai dengan kebutuhan anak. Dengan dukungan kebijakan anggaran diharapkan mampu menjawab permasaalahan anak di Provinsi Sulawesi Selatan.

 

KESIMPULAN

  • Setiap tahunnya kasus anak selalu mengalami peningkatan seperti Perkawinan Anak, kekerasan terhadap anak maupun anak putus sekolah.
  • Sebanyak 4 Perangkat Daerah yang mengalokasi anggaran perlindungan anak antara lain; DP3A-DALDUK KB, Dinas Sosial, Dinas Kesehatan, dan Dinas Pendidika. Sementara alokasi anggaran yang berkaitan langsung dengan perlindungan anak sebanyak 94,06% sedangkan alokasi anggaran yang tidak berkaitan langsung sebesar 5,94% dari total alokasi anggaran perlindungan anak.
  • Belum optimalnya alokasi anggaran atau belanja Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, Dan Keluarga Berencana (DP3A-DALDUK KB) yang masih dominan untuk penunjang urusan daerah seperti gaji dan tunjungan ASN sebesar 50,30%.

REKOMENDASI

  • Memastikan partisipasi anak dalam forum perencanaan daerah baik dilevel desa sampai daerah, dengan memperhatikan akses, kontrol, dan manfaat. Hal ini untuk memastikan perencanaan sesuai dengan kebutuhan anak sehingga anak dapat menikmati hasil dan mendapatkan manfaat dari program/kegiatan pemerintah daerah.
  • Alokasi anggaran yang lebih responsif terhadap anak pada Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, Dan Keluarga Berencana sehingga dapat menjalankan tugas dan fungsinya dengan baik sebagai Perangkat Daerah utama dalam mengatasi permasalahan anak melalui kegiatan UPTD PPA, PUSPAGA, maupun PATBM serta lembaga pemerintah yang membidangi perlindungan anak di Sulawesi Selatan.

Sebagai salah satu rangkaian dari implementasi program, YASMIB (Swadaya Mitra Bangsa) Sulawesi sebagai District Support Program (DSP) atas dukungan dari USAID MADANI dan FHi360, melakukan Review Policy Brief (PB) sebagai Strategi Advokasi di Daerah sekaligus memberi masukan terhadap Ranperbup Kesehatan Ibu dan Bayi Baru Lahir (KIBBL) Kabupaten Pangkep.

Kegiatan ini dihadiri oleh Lembaga Demokrasi Celebes (Lekrac) sebagai Lead Partner (LP) dan MABACA sebagai Learning Forum (LF) yang dilaksanakan di Cafe Titik Jumpak Pangkep. Jumat, 19 Agustus 2022.

Adapun tujuan dari kegiatan tersebut yaitu melakukan review dan memberi masukan terhadap policy brief yang telah dibuat dan Ranperbup KIBBL Kabupaten Pangkep.

Fasilitator, A.Muh.Hidayat selaku DSP MADANI Pangkep memberikan masukan terkait perlunya ditampilkan data stunting secara keseluruhan di Kabupaten Pangkep minimal 3 (tiga) tahun terakhir.

“Data 3 tahun terakhir diperlukan karena kita mau melihat trend data stunting yang ada di daerah dan dari data trand kita bisa simpulkan dan beri masukan apa yang perlu diperbaiki,” tambahnya.

Selain itu, dalam proses review PB dan Ranperbup KIBBL Pangkep, Sahriah selaku anggota MABACA memberikan tanggapan terkait kegiatan yang dilaksanakan dimana kegiatan tersebut sangat membantu organisasi dalam penyusuanan policy brief dan memahami isu KIBBL.

“Dengan adanya kegiatan ini, banyak hal yang perlu di diskusikan bersama terkait perbaikan dalam penyusunan policy brief dan sangat membantu organisasi terutama MABACA yang baru mengenal Policy Brief itu sendiri, terutama bagaimana penyusunan policy brief yang baik dan mudah dimengerti apalagi untuk isu KIBBL”, ucapnya

Kemudian, dilanjutkan dengan sesi kedua untuk mereview Ranperbup Kesehatan Ibu dan Bayi Baru Lahir (KIBBL) Kabupaten Pangkep.

YASMIB (Swadaya Mitra Bangsa) Sulawesi menggelar pelatihan membaca dan menganalisis anggaran di Red Corner cafe, dilaksanakan pada tanggal 6-7 agustus 2022. Peserta yang ikut berpartisipasi berasal dari beberapa unsur media yang ada di kota Makassar.

Kegiatan PUSJAGA (Pusat Belajar Anggaran) merupakan wadah yang dibentuk oleh YASMIB Sulawesi untuk pengembangan literasi anggaran. Pelatihan yang dilaksanakan selama dua hari ini merupakan pendidikan anggaran tingkat dasar, materi pelatihan hanya menyajikan materi-materi dasar anggaran seperti bagaimana hakikat anggaran daerah, pengenalan regulasi perencanaan dan penganggaran daerah, pengenalan dokumen perencanaan maupun penganggaran daerah, gambaran siklus/alur perencanaan dan penganggaran daerah, membaca dan analisis anggaran, serta pengenalan paltform opentender.net.

Rosniaty Azis selaku Direktur Eksekutif YASMIB mengungkapkan, “Saat ini kontrol masyarakat atas anggaran masih lemah. Sehingga diperlukan penguatan untuk menilai penggunaan anggaran pembangunan oleh pemerintah”, Katanya.

Andri Siswanto selaku pemateri dalam kegiatan ini menambahkan, “Setelah mengikuti kegiatan PUSJAGA, peserta mampu memahami konsep dasar perencanaan dan pengangaran daerah. Dengan begitu jurnalis bisa memberikan informasi yang sehat serta dapat memberikan edukasi tentang politik anggaran dari sisi pendapatan belanja dan belanja daerah”, Ungkapnya.

Diakhir kegiatan, salah satu peserta mengungkapkan, “Perlunya transparansi pemerintah terkait anggaran, agar aspirasi dari masyarakat bisa terealisasikan secara langsung dalam bentuk pembangunan”, Jelasnya.

 

Makassar — YASMIB Sulawesi melakukan pertemuan dengan Ketua Komisioner Komisi Informasi Sulawesi Selatan di sekretariat Komisi Informasi Sulawesi Selatan. Kamis, 28 Juli 2022. Pertemuan ini membahas terkait pemantauan transparansi partai politik (parpol) yang dilakukan YASMIB Sulawesi bersama Indonesia Corruption Watch (ICW) di Sulawesi Selatan.

Komisi Informasi mendukung pemantauan ini, karena parpol juga termasuk badan public yang harus patuh terhadap regulasi, sehingga perlu membuka informasi public yang diamanatkan undang-undang kepada masyarakat. Selain itu, pemantauan ini juga bisa menjadi salah satu bentuk edukasi kepada parpol untuk mengetahui pentinganya keterbukaan informasi parpol.

“Pemantauan ini bisa menjadi salah satu bentuk edukasi terhadap parpol”, ujar Pahir Halim.

Dijelaskan dalam UU KIP bahwa Badan Publik adalah lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif, dan badan lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara, yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, atau organisasi nonpemerintah sepanjang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, sumbangan masyarakat, dan/atau luar negeri.

Dalam mendorong akuntabilitas sosial Pemerintah Desa, Pemerintah Kabupaten Pangkep bersama YASMIB (Swadaya Mitra Bangsa) Sulawesi & P3MD akan menerapakan Pekan Aspirasi & Musrenbang Desa Iklusi sebagai kegiatan rutinitas tahunan Desa dalam proses penyusunan RKPDes melalui Petunjuk Teknis (JUKNIS) Rencana Kerja Pembangunan Desa.

Pembahasan Petunjuk Teknis Penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKP Desa) Kabupaten Pangkep yang diselenggarakan di Ruang Kantor Bupati Lantai III. Kegiatan ini di bagi menajdi 2 gelombang, gelombang pertama melibatkan 4 Kecamatan dan sekitar 28 Desa dari Kepulauan. Gelombang kedua melibatkan 8 Kecamatan dan 37 Desa. Dari Kecamatan diwakili oleh Sekretaris Camat, dan dari Desa yakni Ketua BPD, Ketua LPM dan Kaur Perencanaan Desa serta dihadiri juga Pendamping Desa dan Pendamping Lokal Desa.

Kegiatan dibuka Sekretaris Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Dzulfadli, beliau memberikan pengantar arah pembangunan desa. Melalui Juknis RPKDes 2023 ini, ada beberapa agenda yang harus dilaksanakan baik dari Pemerintah Desa, BPD dan LPM sebagai penanggungjawab kegiatan/agenda tersebut.

Djajang selaku Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, dalam sambutannya mengatakan bahwa pembangunan desa harus mendukung pencapaian SDGs dan IDM. Jka Pemerintah Desa atau Tim Penyusun RKP Desa tidak paham silakan bertanya dan jangan pernah menunda-nunda pekerjaan yang akan dilakukan.

Tolak ukur kemajuan/perkembangan desa hanya bisa di lihat dari Indeks Desa Membangun (IDM). “tambahnya.

Kepala Bidang Pemdes DPMD M. Ria Ady Saputra, mengatakan kita berharap dengan kolaborasi yang kita lakukan ini bisa mendongkrat pembangunan desa dengan merujuk pada pencapaian SDGs & IDM.

Setelah sambutan dilanjutkan dengan pemaparan Struktur Juknis RKP Desa 2023 oleh Mardini TA. P3MD, TA, Andi Ombong Sapada & Nasruddin TA P3MD.

YASMIB Sulawesi yang diwakili oleh Andri Siswanto, menjelaskan tentang gambaran umum pelaksanaan Pekan Aspirasi Masyarakat Desa & Musrenbang Desa Inklusi.

Pekan Aspirasi merupakan wadah untuk menampung, mengelola, dan menyalurkan aspirasi, termasuk pengaduan warga desa yang disampaikan baik secara lisan maupun tertulis dan dikelola oleh Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Tujuannya agar aspirasi/keluhan/pengaduan warga desa dapat dengan cepat dan tepat ditangani dalam rangka mewujudkan pemerintahan yang baik, transparan, dan akuntabel.

Serap aspirasi merupakan salah satu bagian dari penguatan kinerja/peran BPD. Hal ini sesuai dengan mandat Permendagri 110 tahun 2016 dimana salah satu fungsi BPD adalah menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat. Peran dan fungsi BPD yang kuat dapat berdampak pada perbaikan kinerja pembangunan desa, serta percepatan pencapaian tujuan pembangunan desa yang lebih baik.

Selain untuk meningkatkan kinerja/peran BPD sebagai badan legislatif Desa. Pekan Aspirasi akan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam mewujudkan akuntabilitas sosial.