YASMIB Sulawesi – Yasmib ( Swadaya Mitra Bangsa ) Sulawesi bekerja sama dengan Pemerintah provinsi Sulawesi Barat dan didukung sepenuhnya oleh Prakarsa, menggelar Seminar dan Workshop terkait dengan angka kematian ibu ( AKI ) dan angka kematian bayi (AKB), (20-21/11) di Hotel Anugerah Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat.

Pembicara dalam seminar ini adalah, Victoria Panggidae dan Wiko Saputra dari Prakarsa, Drs. Muh. Tahir dari Ahli Kemasyarakatn dan SDM provinsi Sulbar, Prof. Dr. Ridwan Amiruddin,SKM.M.Kes.MSc.PH, besar FKM Unhas Makassar, dan fasilitator Rosniaty Azis dari YASMIB Sulawesi.

Dalam sambutannya, Staf Ahli Kemasyarakatn dan SDM provinsi Sulbar, Drs. Muh. Tahir mengatakan pemerintah Provinsi Sulawesi barat sangat merespon positif kegiatan yang dilakukan oleh Yasmib Sulselbar ini. Menurutnya, kegiatan seperti ini nantinya bisa memberikan sebuah rekomendasi untuk mengurangi tingkat AKI dan AKB yang ada di provinsi Sulbar.

“Pemprov Sulbar mengharapkan dari kegiatan ini nantinya lahir sebuah langkah strategis dan sebuah rekomendasi bagi pemerintah di Sulawesi Barat untuk membuat aturan ataupun perda terkait penanganan AKI dan AKB, sehingga nantinya semua lapisan masyarakat dapat memberikan sumbangsi dalam penurunan AKI dan AKB,” tuturnya.

Sementara itu, Prof. Dr. Ridwan Amiruddin,SKM.M.Kes.MSc.PH, guru besar FKM Unhas Makassar mengatakan, tingginya AKI dan AKB yang ada di Sulbar ini tidak terlepas dari beberapa faktor yaitu, Aspek kualitas penduduk, Pernikahan Dini, Tenaga kesehatan yang kurang terlatih, dan masih minimnya anggran yang dialokasikan untuk aspek kesehatan.

“sebaiknya pemerintah harus lebih responsive dalam permasalahan yang ada di daerah. Jika pemerintah lebih responsive baik dari segi pelayanan dan penganggrannya, optimalisasi pelayanan kesehatan akan lebih baik. Selain itu, penyediaan sara kesehatan yang cukup banyak di sulbar namun, tidak memiliki tenaga pelayanan kesehatan yang terlatih sehingga, hal ini cenderung menjadi faktor yang membuat angka kematian ibu dan bayi makin tinggi’, jelasnya.

Kegiatan ini juga dihadiri oleh Bappeda provinsi Sulbar, dinkes Sulbar, kepala Bappeda se-Sulbar, dinkes se-Sulbar, LSM, dan media.

Pada hari kedua seminar dan workshop penurunan AKI dan AKB, peserta yang mengikuti sebanyak 18 peserta. Kegiatan dimulai pada pukul 09.00 Wita, dengan penjelasan dari fasilitator.

pada workshop ini, yang menjadi pembicara adalah dr. azis kepala dinas kesehatan Provinsi Sulawesi barat. Dalam persentasenya kadis kesehatan menyinggung beberapa hal yang saat ini menjadi masalah dan tantangan dalam penurunan AKI dan AKB di Sulawesi Barat.

Menurut dr. Azis, beban saat ini krn kita akan menyambut jaminan kesehatan nasional sementara AKI dan AKB blum bisa reratasi secara optimal. Terjadi paradox antara yang dikerjakan oleh dinkes dan hasil MDGs.

“bagaimana kita bisa menurunkan AKI dan AKB, sementara kita tidak memiliki kesadaran dan keahlian. Bidan juga harusnya lebih responsive dalam menjalankan tugasnya”, katanya.

Azis juga menambahkan bahwa untuk tahun 2007-2013 proporsi balita Gizi di Sulbar Kurang bahkan menempati 3 dari bawah di atas papua barat dan NTT.Selain itu, jumlah kematian bayi menurut kabupaten di Sulbar 2011-2012, kabupaten Majene, Polman, Mamasa, dan Mamuju mengalami peningkatan AKB sedangkan kabupaten Mamuju Utara cenderung menurun, tambanya.

Adapun yang menjadi tantangan yang dihadapi dalam penurunan AKI dan AKB adalah:

  • Dukungan anggran kurang dari 10%
  • Kualitas tenaga kesehatan yang rendah
  • Akses ke sarana pelayanan kesehatan yang sulit
  • Kurangnya sosilalisasi dan partispasi masyarakat dalam pembangunan kesehatan

Sebagai rencana tindak lanjut dari kegiatan ini yaitu:

  • Membuat satgas sebagai payung hukum daerah dala menentukan budgeting kesehatan di daerahnya
  • Membuat regulasi khusus (perda) untuk mengatur masalah AKI, AKB, dan AKABA
  • Mengadakan pelatihan bagi petugas kesehatan yang ada di Sulbar
  • Mengoptimalkan peran masyarakat dalam pembangunan kesehatan yang di daerah
  • Pemerintah akan turun ke setiap daerah untuk memantau langsung kondisi kesehatan yang ada di Sulbar.
  • Menjadikan pembelajaran kesehatan sebagai kurikulum untuk SD, SMP hingga SMA, sebagai salah satu muatan pendidikan kesehatan untuk masyarakat
  • Perlu adanya legaliatas dan dukungan pemerintah daerah
  • Perlu adanya regulasi (perda yang mengatur) terkait dengan KIBBLA