FITRA menempatkan isu anggaran sebagai instrumen strategis mendorong terciptanya pemerintahan yang transparan, partisipatif, akuntabel, responsif gender, inklusif, dan bebas korupsi (good and clean governance). Sejak Mei 2020, Sekretariat Nasional (Seknas) FITRA bersama Yayasan Swadaya Mitra Bangsa (YASMIB) Sulawesi – salah satu Simpul Jaringan FITRA, mendorong pemanfaatan pengadaan barang/jasa melalui skema Swakelola Tipe III di Provinsi Sulawesi Selatan. Tujuannya adalah agar Pemerintah Provinsi (Pemprov) dan Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) di Sulawesi Selatan (Sulsel) mempunyai kesiapan dalam mengimplementasikan skema Swakelola Tipe III ini, baik persyaratan secara umum maupun hal-hal teknis seperti proses pengajuan project hingga pelaporan.

Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) yang berdiri pada September 1999 merupakan organisasi yang bergerak dalam bidang riset, advokasi dan managemen pengetahuan dalam rangka kontrol sosial. FITRA menempatkan isu anggaran sebagai instrumen strategis mendorong terciptanya pemerintahan yang transparan, partisipatif, akuntabel, responsif gender, inklusif, dan bebas korupsi (good and clean governance). Dimana, hak-hak rakyat untuk terlibat dalam seluruh proses penganggaran, mulai dari proses penyusunan, pembahasan, pelaksanaan anggaran sampai pada evaluasinya dipenuhi. FITRA membangun gerakan transparansi anggaran hingga terciptanya anggaran negara yang memenuhi keadilan dan kesejahteraan rakyat. Pada gilirannya, cita-cita besar FITRA akan daulat rakyat atas anggaran bisa segera terwujud.

Sejak Mei 2020, Sekretariat Nasional (Seknas) FITRA bersama Yayasan Swadaya Mitra Bangsa (YASMIB) Sulawesi – salah satu Simpul Jaringan FITRA, mendorong pemanfaatan pengadaan barang/jasa melalui skema Swakelola Tipe III di Provinsi Sulawesi Selatan. Tujuannya adalah agar Pemerintah Provinsi (Pemprov) dan Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) di Sulawesi Selatan (Sulsel) mempunyai kesiapan dalam mengimplementasikan skema Swakelola Tipe III ini, baik persyaratan secara umum maupun hal-hal teknis seperti proses pengajuan project hingga pelaporan.  Melalui advokasi FITRA, pada tahun anggaran 2020, terdapat dua lembaga yang berhasil membangun nota kesepahaman dengan Pemprov Sulawesi Selatan untuk implementasi Swakelola Tipe III, yakni Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) Wilayah Sulawesi Selatan  dan Pilar Nusantara (PINUS) Sulawesi Selatan. Kerjasama dengan PINUS berlanjut hingga tahun anggaran 2021. 

Penguatan Pemanfaatan Swakelola Tipe III

Swakelola Tipe III adalah salah satu skema pengadaan barang/jasa (PBJ) pemerintah yang mulai diberlakukan dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Cara pengadaan ini memungkinkan pemerintah untuk memenuhi kebutuhan barang/jasanya melalui Ormas dengan pembiayaan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) maupun Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Pada pengaturan pengadaan sebelumnya, belum tersedia cara pengadaan swakelola dari organisasi nirlaba non-pemerintah. Sebagai organisasi advokasi berbasis riset yang memandang pentingnya bukti dalam penyusunan kebijakan, FITRA menilai tipe pengadaan Swakelola Tipe III dapat menjadi peluang untuk memperluas sekaligus meningkatkan kualitas riset untuk penyusunan kebijakan sehingga kebijakan yang lahir sesuai dengan kebutuhan dan potensi yang tersedia. 

Saat progam FITRA dimulai, Pemprov. Sulawesi Selatan belum pernah menerapkan Swakelola Tipe III dalam pengadaan barang/jasa pemerintah. Informasi mengenai tipe pengadaan ini belum seragam dan relatif belum dipahami baik oleh pimpinan, pejabat strategis di Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD), maupun Organisasi Perangkat Daerah (OPD) teknis pemerintah daerah (pemda). Sementara itu, dari sisi regulasi, belum ada peraturan yang diterbitkan di daerah yang khusus mengatur tipe pengadaan ini.

Berdasarkan kondisi tersebut, FITRA melakukan dua jenis intervensi yakni intervensi pada sisi permintaan, dengan memfasilitasi kesiapan Pemprov Sulawesi Selatan untuk menggunakan pengadaan melalui Swakelola Tipe III, dan intervensi dari sisi penawaran dengan memfasilitasi Ormas di Sulawesi Selatan agar siap mengakses dan/atau menjadi mitra pemda sebagai pelaksana pengadaan Swakelola Tipe III. 

Di awal program pada Mei hingga Juni 2020, FITRA melakukan pertemuan audiensi dengan pemda. Hasil dari pertemuan ini adalah adanya penyamaan persepsi, pemahaman, dan dukungan Pemda terhadap rencana program yang akan dilaksanakan. Pasca audiensi, FITRA menyelenggarakan workshop online dengan tema ”Merencanakan Implementasi Pengadaan Barang Jasa Melalui Swakelola Tipe III di Lingkup Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan”  dalam rangka meningkatkan pemahaman bagi jajaran Pemprov Sulawesi Selatan mengenai pengadaan barang/jasa melalui Swakelola Tipe III. 

FITRA juga menyasar OPD Teknis untuk meningkatkan pemahaman mereka mengenai tahapan dan teknis perencanaan menggunakan skema pengadaan Swakelola Tipe III melalui beberapa pertemuan dan konsultasi. Pada Agustus 2020, FITRA melaksanakan konsultasi dengan Pemda untuk penyusunan proses bisnis Swakelola TIpe III di lingkup Pemprov Sulsel. Pertemuan ini menghasilkan sejumlah kesepakatan, yakni kesepakatan untuk menyusun petunjuk teknis (juknis) pelaksanaan Swakelola Tipe III di bawah koordinasi Biro Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ), kesepakatan mengenai topik yang diatur dalam juknis, dan kesepakatan mengenai adanya tim penyusun dari unsur TAPD, serta disepakatinya tiga OPD Teknis sebagai quick win Swakelola Tipe III Tahun Anggaran 2021. 

Setelah membangun pemahaman pada jajaran pemprov dan OPD teknis, FITRA mengidentifikasi kemajuan capaian program melalui mini workshop yang diselenggarakan pada 31 Agustus 2020. Workshop tersebut menyepakati rencana lanjutan advokasi untuk mendorong penggunaan Swakelola TIpe III. Selanjutnya, secara bertahap FITRA juga memfasilitasi pertemuan ormas dengan OPD Teknis yang akan bekerjasama menggunakan Swakelola Tipe III. FITRA juga memberikan asistensi kepada OPD teknis dan Ormas dalam mempersiapkan dokumen-dokumen untuk penyiapan Swakelola III. 

Kesiapan Ormas

Untuk meningkatkan pemahaman ormas di Sulawesi Selatan mengenai pengadaan melalui Swakelola Tipe III, FITRA menyelenggarakan workshop “Kesiapan Ormas dalam Pengadaan Barang/Jasa Swakelola Tipe III” pada 11 Juni 2020. Kegiatan tersebut dilanjutkan dengan survei online kesiapan ormas sebagai pelaksana Swakelola Tipe III selama Juni hingga Agustus 2020. Survei ini dilakukan untuk mengidentifikasi pemenuhan persyaratan dan keahlian ormas calon pelaksana Swakelola Tipe III. Seperti halnya intervensi di sisi pemerintah, FITRA menyelenggarakan mini workshop untuk mengidentifikasi kemajuan capaian pelaksanaan program serta rencana lanjutan advokasi mendorong penggunaan Swakelola Tipe III. 

Dengan sejumlah strategi advokasi dan kolaborasi yang dilakukan, FITRA berhasil mendorong pemanfaatan Swakelola Tipe III di Sulawesi Selatan. Pengaruh dari advokasi FITRA diantaranya adalah terdorongnya Biro PBJ Pemprov Sulawesi Selatan untuk mengambil peran yang lebih mendalam sebagai “pemandu” untuk mengkoordinasi penerapan Swakelola Tipe III, tersusunnya Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) OPD untuk memastikan adanya program/kegiatan melalui Swakola Tipe III pada tahun 2021, adanya rancangan Peraturan Gubernur Provinsi Sulsel mengenai Petunjuk Teknis pelaksanaan Swakelola Tipe III, disusunnya yellow pages ormas potensial pelaksana pengadaan Swakelola Tipe III bersama Biro PBJ, serta adanya kerjasama OPD teknis dengan ormas sebagai pelaksana Swakelola Tipe III. 

Dukungan Knowledge Sector Initative (KSI)

Dukungan dari KSI memungkinkan FITRA untuk melakukan kerja-kerja advokasi dan memperoleh pengetahuan mengenai peluang, tantangan, sekaligus aspek teknis dalam penggunaan skema pengadaan Swakelola Tipe III bagi ormas. Dukungan KSI juga mendorong FITRA untuk melakukan pemetaan pemangku kepentingan berdasarkan minat, kepentingan, dan otoritas untuk menjadi strategi advokasi. Secara internal, FITRA memperoleh masukan bagi penyusunan peta jalan pendanaan organisasi anggota FITRA untuk keberlanjutan advokasi kebijakan. Advokasi penggunaan Swakelola Tipe III di Sulawesi Selatan juga dilaksanakan untuk berkontribusi pada pilot proyek KSI bersama Bursa Pengetahuan Kawasan Timur Indonesia (BaKTI) dalam pengembangan satu siklus lengkap penyusunan kebijakan berbasis bukti di Sulawesi Selatan. 

Selain Program Pemanfaatan Swakelola Tipe III di Sulawesi Selatan, Seknas FITRA juga mendapatkan dukungan terkait dengan dua studi lainnya yaitu: Sinkronisasi Perencanaan & Penganggaran Nasional dan Daerah (Efektivitas Platform KRISNA) serta “Janji Palsu APBN 2021? Potret APBN 2020-2021 untuk Penanganan Covid-19”.

Terkini.id, Makassar – Direktur Yayasan Mitra Bangsa (YASMIB) Sulawesi, Rosniati Azis, mengemukakan bahwa komitmen upaya pencegahan korupsi di perusahaan-perusahaan yang mengerjakan proyek 35.000 MW di Sulsel masih sangat minim.

“Rata-rata 0 persen, artinya tidak ada upaya mulai dari regulasi secara internal (perusahaan), komitmen mereka, upaya dilakukan, misalnya, ada kebijakan soal uang pelicin,” kata Ros, sapaan karibnya, di Hotel Claro, Makassar, Jumat, 9 Agustus 2019.

Selain itu, kata dia, hubungan dengan vendor, perusahaan-perusahaan lain, upaya yang dilakukan untuk kapasitas karyawan terkait dengan upaya korupsi, dan monitoringnya seperti apa?

“Ternyata kami menemukan upaya tersebut masih sangat minim,” tegasnya.

Ia menegaskan, pihaknya telah melakukan tracking terkait dengan perusahaan-perusahaan yang menjalankan proyek 35.000 MW. Terdapat program pembangunan di sektor kelistrikan dengan mega proyek di seluruh Indonesia.

“Di Sulawesi Selatan itu ada 10 ribu MW. Nah, kalau kita melihat dari hasil track, ada beberapa perusahaan yang menjalankan mega proyek tersebut,” ungkapnya.

Selain itu, ia menyinggung komitmen PLN yang sudah mencapai 80 persen. Sementara, upaya pencegahan korupsi menyentuh angka 85 persen. Kendati begitu, ia menyebut masih ada satu hal yang belum pihaknya temukan.

“Sisa satu yang belum kami temukan, terkait dengan aturan uang pelicin. Kita sangat berharap lantaran proyek 35.000 MW sangat rawan untuk korupsi,” ujarnya.

Berdasakan hasil pengamatannya, ia melihat lingkaran stakeholder seperti politisi, pemerintah sendiri, vendor, dan perusahaan-perusahaan memiliki andil sangatbesar terhadap pengaruh kinerja PLN.

“Kita berharap peran berbagai pihak termasuk kelompok masyarakat ikut melakukan pemantauan, seperti apa wajah perusahaan-perusahaan,” pungkasnya.

Sekretaris Jenderal Transparency International Indonesia (TII) Dadang Trisasongko mengatakan bahwa di Indonesia kurupsi politik sudah mengakar di Indonesia. Melihat itu, kata di, Mahkamah Agung (MA) akhirnya menerbitkan Peraturan MA Nomor 13 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penanganan Tindak Pidana oleh Korporasi.

“Perma ini sudah sangat dinanti oleh penegak hukum. Sebab, pemidanaan korporasi sudah diatur di berbagai undang-undang, namun tata acaranya, belum ada. Inilah kami menerbitkan untuk mengurai bagaimana tata acara apabila korporasi melakukan tindak pidana,” ujar Dadang.

Perma itu mengatur, jika sebuah korporasi diduga melakukan tindak pidana, maka penegak hukum meminta pertanggungjawaban hukum kepada seseorang yang tercatat pada akta korporasi sebagai penanggung jawab korporasi itu. Misalnya, direktur utama atau dewan direksi.

“Resikonya bukan cuma orang tapi perusahan (korporasi) juga bisa kena,” kata dia.

Menjawab soal PLN yang terkesan menutup Informasi Publik terkait dengan pelbagai permasalahan di tubuh PLN, General Manager PLN Sulawesi Bagian Selatan I Putu Riasa mengakui bahwa tidak semua kondisi yang ada di PLN tersosialisasikan dengan baik.

Ia mengatakan mesti mendiskusikan ulang perihal data yang akan disampaikan ke publik dengan data yang hanya menjadi konsumsi internalnya.

“Karena ada juga keterbukaan yang dimanfaatkan pihak lain, jadi mana yang tidak, saya kira harus kita diskusikan ulang,” ungkapnya.

Kepala Kantor Ombudsman RI Perwakilan Sulawesi Selatan, Subhan, memaparkan masalah yang menjadi laporan masyarakat terhadap PLN.

Laporan tersebut, antara lain, masalah tenaga out sourching, penerbitan pemakaian tenaga listrik, kontrak pekerjaan, kompensasi bagi karyawan PLN yang mengalami kecelakaan kerja, pemadaman bergilir, dan black out dan ketersediaan pasokan listrik dari pihak swasta.

“Untuk meminimalisir penyalagunaan aturan, masyarakat harus mendapatkan kepastian prosedur, harga, dan biaya,” urainya.

YASMIB – Pulau Sabutung, Desa Matiro Kanja, Kecamatan Liukang Tuppabiring Utara (LTU), Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan (Pangkep) adalah daerah yang menjadi fokus pendampingan Swadaya Mitra Bangsa (YASMIB) – mitra lokal program The Asia Foundation – Social Accountability and Public Participation (TAF-SAPP). Mendapat dukungan juga dari Kolaborasi Masyarakat dan Pelayanan untuk Kesejahteraan (KOMPAK).

Untuk sampai ke lokasi, butuh waktu sekitar 30 menit dari Pelabuhan Maccini Baji, Pangkep. Menggunakan jalur laut. Pulau ini dihuni 1.732 jiwa.

Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDesa) 2016, alokasi untuk sektor pendidikan dan kesehatan relatif sedikit, hanya Rp 3 juta dialokasikan untuk kegiatan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Rp 75 juta untuk perahu ambulans desa, dan Rp 54 juta untuk prasarana air bersih.

Dari keseluruhan Rp 934 juta APBDesa Matiro Kanja. Tidak ada anggaran yang ditujukan untuk warga difabel sama sekali. 

Untuk kelompok perempuan, hanya dialokasikan Rp 11,6 juta untuk bantuan kepada Sekolah Perempuan. Komunitas perempuan yang didukung Kapal Perempuan dan YKPM melalui program MAMPU (didanai DFAT Australia). 

Warga anggota Sekolah Perempuan telah menjadi kekuatan masyarakat yang selama ini membantu mendorong pelayanan kesehatan di Kecamatan LTU lebih diperhatikan. Begitu juga proses perencanaan dan penganggaran di desa hingga kabupaten, diikuti secara aktif oleh perempuan anggota Sekolah Perempuan dan kader desa.

Sebelum November 2016, desa ini masih dipimpin pelaksana tugas dari staf kantor kecamatan. Dampaknya pelayanan di kecamatan maupun di desa tidak maksimal.

Hingga akhirnya pada pemilihan kepala desa pada bulan November 2016, Musakkir terpilih sebagai Kepala Desa definitif. 

Musakkir bergelar sarjana. Pernah mengajar selama 6 bulan di madrasah. Kemudian menjadi pekerja lepas.

Kini Musakkir memegang amanah sebagai Kepala Desa Matiro Kanja untuk periode 2016-2021. Saat pemilihan, Musakkir memperoleh 54 persen suara.

YASMIB membangun komunikasi dengan Kepala Desa Musakkir guna sosialisasi program TAF-SAPP. Bagaimana proses-proses pemerintahan desa dapat diakselerasi, dengan menekankan pada pentingnya desa memperhatikan mereka yang marjinal. Tidak hanya perempuan, tetapi juga warga difabel.

Kepala Desa Matiro Kanja yang baru menyambut baik kegiatan YASMIB. Sebagai langkah konkrit, Kepala Desa meminta adanya masukan dalam penyusunan draft Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDesa) 2017-2021 dan Rencana RAPBDesa Matiro Kanja 2017 yang harus disampaikan kepada Pemerintah Kabupaten Pangkep pada bulan Maret 2017 .

Bulan Desember 2016 adalah momentum yang tepat yang telah diperhitungkan oleh YASMIB untuk memulai mengawal penyusunan RPJMDesa dan RAPBDesa 2017.

Kepala Desa Matiro Kanja yang baru bersedia untuk difasilitasi pertemuan dengan para pemangku kepentingan di desa. Seperti anggota Sekolah Perempuan, pendamping desa, pendamping kecamatan, keluarga difabel, YKPM, tokoh masyarakat, kepala dusun, dan Badan Perwakilan Desa (BPD).

Pertemuan pertama ini berhasil memilih 11 orang yang terdiri dari staf desa, perwakilan perempuan, dan BPD Matiro Kanja (“Tim 11”) yang akan terlibat dalam penyusunan RPJMDesa dan RAPBDesa. Para pemangku kepentingan desa tersebut ikut mengumpulkan data untuk pertemuan penyusunan draft tersebut selama tiga hari di kantor desa Matiro Kanja.

Setelah draf ini selesai disusun, pada bulan Maret 2017, Kepala Desa segera mengirimkannya kepada Tim Ahli Program Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa (P3MD) di Kabupaten Pangkep yang bertugas  mengkaji RPJMDesa dan RAPBDesa. 

YASMIB juga mengadvokasi tim ahli P3MD dengan menekankan pentingnya perhatian pada kegiatan yang memperhatikan akses warga difabel pada proses pembangunan desa dan layanan dasar.

Tim ahli P3MD bersedia untuk menjadikan rekomendasi tersebut sebagai salah satu perhatian utama dalam proses penetapan RPJMDesa dan APBDesa.

Pada bulan April 2017, RPJMDesa Matiro Kanja 2017-2022 disahkan dengan memuat seluruh masukan dari YASMIB dan organisasi yang terlibat khususnya tentang gender dan pemenuhan hak difabel.

Masukan paling penting dalam RPJMDesa ini adalah adanya jaminan bagi warga difabel untuk mendapatkan akses layanan dasar dan keterlibatannya dalam proses pembangunan di desa.

PJMDesa ini memuat: (1) kegiatan pengadaan alat bantu bagi disabilitas (2) pemberdayaan masyarakat dimana ada pelatihan bagi aparatur desa, tenaga medis, pendidik untuk melakukan pelayanan yang inklusif di desa, (3) sosialisasi gerakan masyarakat inklusi, (4) kunjungan tenaga medis ke Lansia dan warga difabel, serta (5) pembinaan forum anak dan keluarga difabel.

RAPB-Desa 2017 juga telah memasukkan usulan YASMIB tentang kegiatan penyusunan database untuk pelayanan dasar (kesehatan, pendidikan, dan identitas hukum) yang inklusif dan partisipatif, termasuk kelompok disabilitas, di Matiro Kanja sebesar Rp 15 juta.

Pembelajaran dari inisiatif ini meyakinkan berbagai pemangku kepentingan di desa dan kabupaten, bahwa pendekatan kolaboratif dan komunikasi yang baik dapat mendorong partisipasi dari aktor-aktor desa maupun mereka yang selama ini tidak dilibatkan. Berbasis informasi yang akurat untuk terlibat dalam memastikan pelayanan masyarakat yang lebih inklusif di desa.

Mengawali implementasi Program KOMPAK kerjasama YASMIB Sulawesi  – Seknas Fitra dan KOMPAK ditandai dengan penyerahan modul Sekolah Anggaran Desa (SEKAR DESA) kepada wakil bupati pangkep, Syahban Sammana pada  pelaksanaan Launching Sekolah Anggaran Desa (SEKAR DESA) di Kabupaten Pangkep pada Selasa, 28 Mei 2019 di Lantai 3 Kantor Bupati Pangkajene Kepulauan.

Kegiatan ini rangkaian awal pelaksanaan program Desa Melek Anggaran untuk Pembangunan desa yang responsif gender dan inklusif. Kegiatan ini dihadiri lebih dari 50 orang yang merupakan unsur dari 6 (enam) Pemerintah desa (Mattiro Baji, Mattiro Uleng, Panaikang, Kabbah, Padang Lampe dan Pitusunggu), BPD, OPD, organisasi masyarakat sipil serta organisasi Disabilitas.

Dalam sambutannya, Wakil Bupati Pangkep,  Syahban Sammana menyampaikan apresiasi rencana pelaksanaan SEKAR DESA di Pangkep oleh YASMIB Sulawesi – Seknas Fitra atas dukungan KOMPAK, yang sasaran utamanya adalah BPD (Badan Permusyawaratan Desa) dan pemerintah desa. “BPD selaku DPRD-nya desa, harus mengerti tentang penyusunan anggaran, begitu juga Kepala desa”, ungkapnya. “Jika ingin Sekar Desa berhasil, lakukan bimtek untuk peningkatan kapasitas terkait penyusunan anggaran, dan ini harus dianggarkan oleh DPMD”, lanjutnya.

Pernyataan tersebut diamini oleh Ahmar Djalil yang juga hadir pada kegiatan ini, selaku Koordinator KOMPAK Sulawesi Selatan, bahwa pihaknya akan memberikan support untuk mewujudkan hal itu. Melek anggaran, berarti  bisa membuka mata dengan kata lain, mengerti, memahami dan mampu menerapkan keterampilan tersebut.

Menurut Ahmar,  BPD bisa belajar tentang pelaksanaan fungsi BPD di SEKAR DESA. “Jadi harapannya, di akhir program/kegiatan nanti, BPD telah memiliki tata tertib  dan mampu menyusun rencana kerja BPD, mampu melakukan analisis RKP dan APBDesa sekaligus LPJ Kepala desa”, harapnya.

Narasumber dari Sekans FITRA, Gurnadi Ridwan menjelaskan tentang Latar belakang penyusunan modul. Dalam penjelasannya, dikatakan bahwa selama 3 tahun implementasi UUDesa, fungsi BPD tersebut belum secara optimal dijalankan. Banyak anggota BPD yang belum sepenuhnya memahami fungsinya berdasarkan UU Desa yang baru. Bahkan, sebagiana besar keberadaan BPD “matisuri” . paling tidak ada  4 kelemahan BPD; pertama, dalam penyusunan Peraturan Desa, tentang RPJMDesa, RKP Desa dan APBDEsa mislanya, BPD selalu hadir tapi cenderun menyepakati begitu saja rancangan Perdes tersebut.

BPD jarang membahas dan tidak pernah membuat catatan atas rancangan peraturan desa secara intrenal BPD. Ini mengindikasikan bahwa fungsi BPD belum digunakan secara maksimal;, Kedua, dalam fungsinya sebgaai penmapung dan penyalur aspirasi/aduan warga, BPD masih lemah. BPD belum mengembangkan mekanisme serapa spirasi mandiri dilaur proses formal perencanaan desa.; Ketiga, terkait fungsi pengawasan, terhadap kinerja Kepala Desa. Pada desa-desa yang ketua BPDnya pernah menjadi pesaing kepala desa terpilih kontrol yang dilakukan BPD cenderung ketat, tidak kompromis dan belum terstruktur. Di desa –desa lain, pengawasan BPD relatif longgar.; Keempat, rendahnya dukungan pemerintah kabupaten/kota, provinsi dan pemerintah pusat  (supra desa). Pemda belum serius melakukan penguatan kepada BPD.

Pada dasarnya, pemeirntah desa maupun pihak BPD yang hadir, termasuk pendmamping desa (P3MD) memberikan spresiasi yang sangat tinggi,  seiring harapannya terhadap program ini. Mengingat diakui bahwa fungsi BPD memang belum berjalan sesuai aturan. Sekretaris Bappeda, dalam tanggapannya juga sangat mengapresiasi, bahwa selama ini kita hanya fokus di lingkup pemerintah desa, ternyata ada sisi yang terlupakan, BPD. Menurutnya, penting memahamkan tupoksi BPD dan SEKAR DESA ini sangat pas dan dinantikan.

Begitu juga DPMD yang sempat hadir mengatakan komitmen untuk mendukung pelaksanaan rangkaian program ini.

Berikut tanggapan dari Narasumber, Gurnadi Ridwan terkait proses pelaksanaan Launching SEKAR DESA di Kabupaten Pangkep:

“Antusias peserta tinggi atas acara launching sekolah anggaran, semoga 3 desa yang menjadi percontohan tersebut bisa memanfaatkan program ini dengan baik. Pengetahuan perangkat desa sebenarnya sudah cukup bagus dalam memahami tugas dan peran, tetapi mereka masih kurang percaya diri”. Sebutnya.

“Tujuan dilakukannya sekolah anggaran adalah menjadi embrio terbentuknya desa melek anggaran dan juga ini bisa menjadi wahana bagi perangkat desa terutama BPD dan komunitas masyarakat untuk bisa belajar bersama dan meningkatkan kemampuan. Kegiatan ini tentu bisa menjadi momentum perbaikan pelayanan publik terutama dari tingkat desa. Semoga OPD yang juga hadir dalam launching sekolah anggaran ini bisa bersinergi dengan 3 desa percontohan agar hasilnya dapat maksimal”. Tambahnya.

Terkini.id, Makassar – Swadaya Mitra Bangsa (Yasmib) Sulawesi minta Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulawesi Selatan (Sulsel) di bawah kepemimpinan Nurdin Abdullah dan Andi Sudirman Sulaiman melaksanakan pembangunan berbasis data terpilah.

Hal ini disampaikan pada acara Konferensi Pers dan Diskusi Awal Tahun Yasmib Sulawesi, Selasa 8 Januari 2019 di Kafe Independen.

Menyusun perencanaan anggaran pembangunan harus berbasis data terpilah, agar tidak ada uang rakyat yang terbuang percuma.

“Tidak asal membuat perencanaan program dan habiskan anggaran,” kata Direktur Yasmib Sulawesi Rosniaty Azis.

Rosniaty mencontohkan, data penyandang disabilitas di Sulawesi Selatan dalam bentuk ragam dan jenisnya terakhir terekam pada tahun 2010. Masyarakat selalu mendengar bahwa ada sekian persen penyandang disabilitas, tapi pertanyaannya, apakah ada datanya berbasis nama dan alamat yang jelas?

YASMIB Sulawesi sangat berharap dalam rancangan RPJMD Sulawesi Selatan, data ini secara tegas tertuang dalam bab tentang gambaran umum wilayah Sulawesi Selatan. Supaya bisa menjadi dasar untuk perencanaan program pembangunan yang inklusif bagi disabilitas, seperti yang menjadi janji politik pada saat Pilkada lalu.

Ketiadaan data berdampak kepada pelaksanaan program yang tidak tepat sasaran. Kebutuhan penyandang disabilitas terhadap layanan dasar pemerintah pun sulit terwujud. Pemerintah sudah punya Perda Disabilitas. Tapi pelaksanaannya belum dirasakan masyarakat.

“Membangun tanpa data berarti sudah merencanakan untuk korupsi,” kata Rosniaty.

Contoh lain yang diungkap Rosniaty, pembangunan di Sulawesi Selatan yang tidak menggunakan data dan survei kebutuhan masyarakat adalah pembangunan sistem tranportasi massal. Biasa disebut BRT. Fasilitas ini belum dimanfaatkan dengan baik.

“Karena sistem operasinya tidak lengkap. Masih banyak sarana dan prasarana yang kurang,” ungkap Rosniaty.

Pemda Harus Terbuka

Pemerintah juga diminta terbuka dalam hal informasi dan data terkait anggaran daerah kepada masyarakat. Agar masyarakat bisa memberikan masukan dan tanggapan terhadap rencana pembangunan.

“Kalau kita buka website pemerintahan, data yang tersaji tidak update. Di era digital seperti saat ini, harusnya pemerintah menyajikan informasi terkaot perencanaan dan penganggaran pembangunan dalam portal daerah, termasuk tentunya Informasi Penyelenggaraan Pemerintah Daerah” ungkap Rosniaty.

Data yang menyangkut persoalan publik harus diungkap. Masyarakat juga harus tahu dan terlibat dalam pembangunan. Sebab rakyat juga membayar pajak.

“Jangan selalu memposisikan masyarakat selalu berada di luar sistem,” katanya.

Menurut Rosniaty, pemerintah memang punya Dokumen Penggunaan Anggaran (DPA). Tapi dokumen ini sulit diakses masyarakat. Seperti dirahasiakan.

“Tidak pernah dibuka ke publik,” ungkapnya.

Fadli A Natsif akademisi yang hadir dalam diskusi mengatakan, minimnya informasi pemerintah khususnya terkait penganggaran daerah ini dinilai melanggar hak masyarakat dalam mendapatkan informasi publik.

“Masyarakat yang dirugikan bisa menggugat,” kata Fadli

Pemerintah daerah harus menyajikan anggarannya di portal resmi. Agar masyarakat bisa mengakses dan mengontrol belanja daerah.

Pemerintah Daerah Belum Patuh

Catatan Pada Konferensi Pers dan Diskusi Awal Tahun 2019 dilaksanakan oleh Yasmib Sulawesi dan SEKNAS FITRA menunjukkan, masih ada daerah di Sulawesi Selatan yang belum patuh terhadap pengeluaran wajib (Mandatory Spending).

Kabupaten Selayar, Kabupaten Tana Toraja, dan Kota Palopo belum memberikan 20 persen anggaran untuk urusan pendidikan dari total APBD tahun 2018.

Padahal untuk meningkatkan pelayanan pendidikan, pemerintah daerah harus konsisten dan berkesinambungan mengalokasikan anggaran fungsi pendidikan minimal 20 persen dari belanja daerah. Sesuai Undang-Undang nomor 20 tahun 2003.

Dalam proses diskusi, kecenderungan hasil analisis YASMIB ini berkorelasi dengan temuan ORI Sulawesi Selatan terkait kualitas pelayanan pendidikan. Kritik lain dari analisis anggaran daerah ini baik daerah yang anggarannya tertinggi maupun masih dinilai rendah terkait sektor pendidikan, kesehatan dan perlindungan sosial tersebut, proporsi dalam belanja langsung lebih tinggi alokasinya untuk belanja pegawai.

Sebagaimana diketahui peruntukan belanja langsung adalah untuk pelaksanaan program/kegiatan, namun data menunjukkan di dalamnya justru masih lebih tinggi untuk belanja pegawai.

Hal tersebut diamini oleh Ketua Ombudsman Sulawesi Selatan Subhan yang hadir selaku penanggap, bahwa dalam belanja langsung itu terkadang banyak dialokasikan untuk perjalanan dinas OPD. Menurutnya, Terkadang sulit dibedakan perjalanan dinas atau perjalanan wisata atau perjalanan wisata yang didanai anggaran perjalanan dinas.

Perlindungan sosial juga menjadi kewajiban pemerintah untuk memerangi kemiskinan. Tapi data Kementerian Keuangan tahun 2018 menyebut, belanja perlindungan sosial beberapa pemerintah daerah di Sulawesi Selatan masih di bawah 1 persen.

“Pemerintah wajib meningkatkan belanja perlindungan sosial, salah satunya untuk mendukung pencapaian tujuan SDG’s,” ungkap Rosniaty.

Kegiatan Teknikal Asistensi merupakan kegiatan untuk mengidentifikasi  dan memastikan bahwa OPD kabupaten bone telah memasukkan issu inklusif disabiitas kedalam perencanaan penganggran OPD, kegiatan ini juga merupakan hasil tindak lanjut dari kegiatan sebelumnya yaitu pada pelatihan Perencanaan dan Penganggaran yang Responsive Gender dan Inklusif (PPRG I) yang terlaksana pada bulan Oktober tahun 2017.

Kegiatan ini dilaksanakan pada tanggal 24 Agustus 2018 di cafe teras watampone yang terlaetak di jalan merdeka Kabupaten Bone

Tujuan dari pertemuan ini yaitu Memastikan setiap OPD terkait memasukkan isu inklusif disabilitas dalam Perencanaan Penganggaran yang Responsive Gender dan Inklusif  (PPRGI) dan yang ingin dicapai dalam kegiatan ini adalah tersedianya perencanaan penganggaran yang responsive gender dan inklusif pada setiap OPD.

Teknikal asistensi ini dilaksanakan di cafe teras watampone kabupaten bone, pertemuan ini melibatkan dinas pendidkan, dinas kesehatan, dinas pariwisata, DPPPA, DISPORA, Dinas, BAPPEDA, BPBD, Dinas Tenagakerja, Dinas peternakan, dinas Perikanan, LPP Bone, dan PPDI Bone.

Dalam proses kegiatan setiap OPD memaparkan perencanaan penggarannya yang berhubungan dengan gender dan inklusif, peran fasilitator dalam hal ini tim YASMIB Sulawesi menyampaikan dan memberikan masukan kepada OPD yang dokumen perencanaannya yang belum responsiive gender dan inklusif.

MAKASSAR – YASMIB (Swadaya Mitra Bangsa) Sulawesi menggelar pelatihan membuat tulisan, dengan cara mengulik data opentender.net sebagai pemateri, YASMIB menghadirkan Peneliti LIPI Purnama Alamsyah dan Anwari Natari, Program Manager Yayasan SatuDunia dan pengajar bahasa jurnalistik di KOMPAS-Gramedia Group.

Pelatihan digelar di Hotel Arthama, Jalan Haji Bau Makassar, Rabu sampai Kamis (13-14 September 2017).

Salah satu tugas jurnalis adalah mengulik data menjadi berita. Data yang masih mentah diolah menjadi informasi yang matang dan siap dikonsumsi oleh pembaca. “Informasi matang ini akan dicerna oleh pembaca, termasuk para pembuat kebijakan, untuk mengambil keputusan penting,” kata Affan Nasir, Analisi Perencanaan dan Pengelolaan Keuangan Daerah YASMIB Sulawesi kepada wartawan, Kamis 14 September 2017.

Menurut Affan, untuk topik transparansi dan korupsi, salah satu sumber data yang dapat digali oleh jurnalis dan aktivis adalah website www.opentender.net. Website www.opentender.net berisi data seputar tender yang digelar oleh Pemerintah.

Perincian datanya antara lain adalah nama proyek, nama perusahaan pemenang proyek, daerah implementasi proyek, dan nilai proyek.

Banyak hal menarik dan penting yang dapat digali dari paparan data di website ini. Sejumlah orang bahkan telah menggunakan data pada website ini sebagai bahan tesis dan disertasi.

Diharapkan, kalangan jurnalis akan menjadi pengguna utama website ini untuk membuat tulisan-tulisan terkait topik transparansi dan atau korupsi.

Indonesia Corruption Watch sebagai pengelola website ini memang memasang ekspektasi agar jurnalis dan OMS (Organisasi masyarakat sipil) menjadi pengguna paling aktif yang mengolah data ini menjadi informasi yang siap dipublikasikan di medianya masing-masing.

Tentu jurnalis memiliki berbagai cara untuk mengolah data menjadi sebuah tulisan jurnalistik, termasuk data pada website www.opentender.net. “Terkait dengan itulah kami, bekerja sama dengan Indonesia Corruption Watch, Humanitarian Openstreetmap Team, SatuDunia,” kata Affan.

Pelatihan ini menunjukkan contoh-contoh elaborasi data Opentender dan alat-alat sederhana untuk dikembangkan menjadi tulisan. “Salah satu yang bisa digunakan adalah microsoft excel,” kata Peneliti LIPI Purnama Alamsyah.

Dengan melatih jurnalis dan aktivis menjadikan data sebagai bahan tulisan, maka YASMIB dan ICW secara tidak langsung sedang mengkampanyekan berita hoax. Hal ini diprediksi akan menjadi tren. “Karena setiap tulisan atau komentar harus disertai data,” kata Purnama.

Anwari Natari, Program Manager Yayasan SatuDunia mengatakan, data yang ditampilkan dalam opentender tidak mudah dipahami oleh masyarakat awam. “Untuk menulisnya dengan ringan dan mudah dipahami, perlus strategi dan pemilihan bahasa yang tepat,” kata Anwari.

Salah satu peserta pelatihan, Arif mengatakan, pelatihan ini sangat bermanfaat. Karena masyarakat bisa memantau setiap pengadaan barang dan jasa dengan data yang tersedia di opentender.

PANGKEP – Direktur YASMIB Sulawesi menjadi fasilitator pelatihan perencanaan dan penganggaran yang responsif gender dan inklusif bagi perencana organisasi perangkat daerah Kabupaten Pangkep, di Ruang Rapat Wakil Bupati Pangkep, Rabu 6 September 2017.

Pelatihan yang mengangkat tema meningkatkan pelayanan publik dan pengembangan ekonomi melalui kemitraan pemerintah dan masyarakat yang lebih baik ini bekerjasama dengan The Asia Foundation, KOMPAK, DFAT, dan Pemkab Pangkep.

“Tujuan pelatihan ini adalah meningkatnya pengetahuan dan pemahaman peserta tentang perencanaan dan penganggaran yang responsif gender dan inklusif serta tersusunnya rencana kerja anggaran (RKA) organisasi perangkat daerah yang menggunakan analisis gender dan inklusif,” kata Rosniaty. 

Masing-masing OPD menyusun Gender Analysis Pathway (GAP) sesuai dengan perencanaan 2018 yang sudah diasistensi oleh BAPEDA. Dimana  indikatornya dapat sesuai dengan 9 langkah GAP :

•    Analisis kebijakan 

•    Data dan informasi pembuka wawasan

•    Temukan kesenjangan (isu gender)

•    Sebab kesenjangan internal

•    Sebab kesenjangan eksternal

•    Reformulasi tujuan

•    Menyusun rencana aksi

•    Data dasar (base line)

•    Indikator gender

Menurut Rosniaty implementasi GAP sebagaimana matriks bisa diletakkan sebagai pola pikir dalam penyusunan suatu dokumen kebijakan, atau sebagai dokumen pendamping suatu rencana kebijakan atau program atau kegiatan tertentu yang dipilih sesuai dengan prioritas.

GAP di tingkat program dapat dilakukan apabila kegiatan-kegiatan yang ada di dalamnya berdasarkan ketentuan Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 merupakan kegiatan dengan ciri dan atau lokasi yang sama.

“Apabila kegiatan-kegiatan dalam sebuah program sangat beragam, atau sangat banyak, berbeda ciri dan atau lokasi maka analisis gender menggunakan GAP berbasis kegiatan,” kata Rosniaty.

Kegiatan dilanjutkan dengan diskusi dimana dilakukan penyusunan GAP dan Penyusunan Gender Budget Statement (GBS) oleh Masing-masing OPD. Kemudian oleh OPD, hasil penyusunan ini nantinya dapat meningkatkan pengetahuan dan pemahaman peserta tentang perencanaan dan penganggaran yang responsif gender dan inklusif. Terutama bagaimana isu gender masuk dalam 9 langkah GAP yang menyatakan tentang adanya keadilan dan kesetaraan gender dalam perencanaan dan penganggaran suatu aktivitas.

Adapun Rencana Tindak lanjut dalam pelatihan perencanaan dan penganggaran yang responsif gender dan inklusif ini yakni tersusunnya Rencana Kerja Anggaran (RKA) OPD yang menggunakan analisis gender dan inklusif. 

Jumlah peserta yang hadir sebanyak 35 orang yang terdiri dari 18 peserta perempuan dan 17 peserta laki-laki. Peserta berasal dari Bappeda, Keuangan, DPMD, Kesehatan, PU, Dukcapil, Infokom, BagianKesra, Sekretariat Daerah, DP3A, Koalisi Perempuan Indonesia Cab.Pangkep, Disdik, Pimpinan Daerah ‘Aisyiyah  serta  Kecamatan Liukang Tupabiring Utara.

YASMIB.org, PANGKEP – Wakil Bupati Pangkep Sahban Sammana memberikan sambutan sekaligus membuka pelatihan perencanaan dan penganggaran yang responsif gender dan inklusif bagi perencana organisasi perangkat daerah Kabupaten Pangkep, Selasa 5 September 2017 di Ruang Rapat Wakil Bupati Pangkep.

Semua kegiatan di OPD pasti menyentuh masalah perempuan. Terkait  Perencanaan dan penganggaran sangatlah berhubungan. Ibarat dua sisi mata uang. “Karena tanpa adanya dokumen perencanaan maka penganggaran tidak dapat dilakukan, begitupula sebaliknya,” kata Sahban.

Kegiatan ini difasilitasi oleh DR. Abd. Gaffar, ST., M.Si Selaku Kepala Bapeda dan Febriyani dari Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Provinsi Sulsel selaku Narasumber.

Jumlah peserta yang hadir sebanyak 27 orang. Terdiri dari 13 peserta perempuan dan 14 peserta laki-laki.

Peserta berasal dari Bappeda, Keuangan, DPMD, Kesehatan, PU, Dukcapil, Infokom, BagianKesra, Sekretariat Daerah, DP3A, Koalisi Perempuan Indonesia Cab.Pangkep, serta  Kecamatan Liukang Tupabiring Utara.

Tujuan Pelatihan ini adalah meningkatnya pengetahuan dan pemahaman peserta tentang perencanaan dan penganggaran yang responsif gender dan inklusif serta Tersusunnya Rencana Kerja Anggaran (RKA) OPD yang menggunakan analisis gender dan inklusif.

Sesi pembukaan diawali dengan pemaparan terkait program dan Tujuan Pelatihan perencanaan dan penganggaran yang responsif gender dan inklusif oleh Rosniaty Azis dari Yasmib (Swadaya Mitra Bangsa) Sulawesi.

Febriyani dari Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Provinsi Sulsel mengatakan perkembangan pengarusutamaan gender (PUG) terutama terkait penghargaan Anugrah Parahita Ekapraya (APE) memiliki banyak indikator yang harus dipenuhi.

“Untuk mewujudkannya perlu dilakukan metode dan analisis,” kata Febriyani.

Indikator yang perlu dianalisis adalah data hasil quesioner APE 2016 K/L, Prov dan kab/kota. Variabel analisis menggunaka prasyarat awal PUG yakni komitmen, kebijakan dan program, kelembagaan PUG, Sumberdaya (SDM, Dana, dan Fasilitas), Tool/kelengkapan panduan dan modul, Data terpilah. dan Jejaring

Selanjutnya program khusus atau best practices yakni PKPH, perlindungan perempuan, perlindungan anak dan lainnya.

“Perlunya pemahaman konsep gender, PUG, PPRG, dan Anggaran Responsive Gender (ARG),” kata Febriyani.

Rosniaty Azis, Direktur Swadaya Mitra Bangsa (YASMIB) Sulawesi mengatakan ada beberap catatan dalam diskusi yakni keaktifan DP3A didukung Bapeda dan Inspektorat penting untuk mewujudkan PUG. Masih minimnya Pengetahuan OPD terkait konsep gender, PUG, PPRG dan ARG.

Perencanaan yang sering terbentur dengan penganggaran. Perlunya pelaksanaan PUG direfleksikan dalam proses penyusunan kebijakan perencanaan penganggaran yang responsif gender (PPRG).

“Terjadinya Kesenjangan pembangunan antara Perempuan dan laki-laki,” kata Rosniaty.

Untuk memaksimalkan pemahaman peserta, setiap OPD dihimbau membawa dokumen Renja OPD dan draf  RKA dalam pelatihan perencanaan dan penganggaran yang responsif gender dan inklusif pada pertemuan selanjutnya.

Yasmib Sulawesi, Program Peduli dirancang sebagai bagian dari Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM), untuk mengatasi kondisi bahwa sebagian masyarakat miskin justru mengalami kemiskinan karena mereka mengalami stigma dan ekslusi sosial.  Kelompok masyarakat ini belum mendapat manfaat dari program pembangunan yang berbasis masyarakat serta pertumbuhan ekonomi.

Program Peduli dirancang untuk mendorong inklusi sosial bagi kaum marjinal agar meningkatkan akses kepelayanan publik, memberikan kesempatan kerja, dan mendorong partisipasi masyarakat yang lebih luas. Program Peduli juga diharapkan akan memperkuat hubungan sosial  dan memperkuat kebijakan dan peraturan pemerintah pusat maupun daerah agar lebih inklusif.

Inklusi sosial akan mendorong cita-cita, nilai, dan tujuan kebebasan, kesetaraan, demokrasi dan pengakuan. Inklusi sosial memiliki empattitik akhir: kemampuan, keadilan, partisipasi, dan hak asasi manusia.

(Silver, 2012, Background Paper PNPMPeduli, World Bank PSF).

Sehubungan dengan itu, YASMIB Sulawesi akan melaksanakan Workshop Pelaksanaan Program dan Pengelolaan Keuangan pada Program Peduli Difabel Kabupaten Gowa dan Bone, Provinsi Sulawesi Selatan, pada hari Sabtu/Minggu, 23 – 24 Mei 2015 di hotel Horison Panakkukang Makassar. Cheek In hari Jumat, 22 Mei 2015 jam 16.00 Wita, Cheek Out hari Minggu, 24 Mei 2015 jam 12.30 Wita. dengan dukungan penuh dari The Asia Foundation, Kemenko PMK dan DFAT (Australian Aid).

Dengan tujuan :

1. Menyamakan persepsi pengelola program terkait isu Difabel,

2. Meningkatkan pemahaman pengelola program terkait subtansi program Peduli Difabel,

3. Sosialisasi mekanisme pelaksanaan program dan pengelolaan keuangan pada program Peduli Difabel.