Hak-hak penyandang disabilitas kerap kali diabaikan oleh pemerintah setempat. Selain itu adanya keterbatasan akses bagi mereka terhadap pemenuhan hak-haknya. Tapi sangat di sayangkan, jika dalam kebijakan pemerintah desa tidak tertuang hak dan pemenuhan kebutuhan penyandang disabilitas yang memadai. Bagi penyandang disabilitas bahwa layanan atas hak-hak yang mungkin hanya sebatas angan-angan belaka yang sangat sulit untuk diraih. Mengapa hal ini bisa terjadi?, karena mereka masih menganggap bahwa dirinya dianggap tidak berguna dalam kondisi yang tidak normal. Namun kondisi ini mulai menunjukkan titik terang. Pemerintah desa secara bertahap mulai menyadari dan memperhatikan hak-hak mereka. Pemerintah Desa mulai terbuka pikiran dan hatinya untuk memenuhi kebutuhan warganya yang terpinggirkan. Adanya Sekolah Anggaran Desa Kabupaten Bantaeng melalui pekan aspirasi yang menjadi salah satu sarana untuk menjawab keluh kesah mereka memberikan pengaruh baik bahkan terakomodirnya berbagai kebutuhan dasar bagi Penyadang Disabilitas maupun kelompok rentan. Padahal, sebelum Sekar Desa ini dilaksanakan, kerap kali penyandang disabilitas maupun kelompok rentan tidak diberikan kebutuhan dasar bahkan dipandang sebelah mata oleh Pemerintah Desa jika bukan berasal dari keluarganya, hal ini merupakan pernyataan secara umum bagi masyarakat kelompok rentan pada saat melakukan pekan aspirasi di desa, salah satu contohnya sperti ibu Hanaang (65 Tahun) salah satu penyandang disabilitas Tuna Netra, beliau bercerita mengenai kondisinya, “Selama ini saya bingung menyampaikan kepada siapa aduan, dan keluhan saya bisa terdengar ke Pemerintah Desa bahwa saya butuh untuk diperhatikan dan difasilitas bantuan sosial sebagai warga yang berkebutuhan khusus, saya merasa dibedakan dan diacuhkan oleh Pemerintah Desa tetapi semuanya berubah, ketika dilaksanakannya pekan aspirasi yang dilakukan oleh BPD. Akhirnya aspirasi saya tersampaikan dan saya merasa terbantu dengan adanya aspirasi ini yang terakomodir dalam program Baik Tuntas dan difasilitasi oleh Pemerintah Desa melalui Puskesos Desa yang dikawal oleh BPD Desa Lumpangan.”

Sekolah Anggaran Desa dilakukan sejak tahun 2019 hingga tahun 2021 memberikan ruang sebagai sarana untuk mendukung program kerja pemerintah desa. Melalui program tersebut terdapat 11 desa yang menjadi dampingan serta merupakan ruang bagi BPD, Kepala Desa, Perangkat Desa, dan masyarakat desa untuk belajar bersama mendorong desa yang transparan, partisipatif, akuntabel, responsif gender, dan inklusif. Kecamatan pajukukang merupakan salah satu lokasi Posko Aspirasi yang telah memberikan pengaruh baik bagi penyandang disabilitas baik bagi pemerintah Kabupaten, Pemerintah desa, BPD, Kelompok perempuan, anak, disabilitas, maupun lansia. Langkah-langkah yang dilakukan pemerintah desa yaitu dengan melakukan koordinasi dengan korduk capil agar dapat memastikan identitas para penyandang disabilitas. Selanjutnya, fasilitator SLRT melakukan komunikasi dengan Baznas terkait pengadaan sembako yang harus disiapkan bagi panyandang disabilitas.

“Untuk kedepannya akan fokus dengan pendanaan untuk program Pemenuhan Kebutuhan bagi kelompok rentan dan penyandang disabilitas.” H. Basri Kepala Desa Baruga

Posko aspirasi memberikan manfaat yang sangat baik terhadap penyandang disabilitas yaitu dengan adanya “Penerima Manfaat Posko Aspirasi” terdapat 4 warga penyandang disabilitas yang telah diberikan bantuan dari Baznas, PKH, Sembako APBDES tahun 2020 hingga 2022 bahkan tertuang dalam kebijakan pemerintah desa sampai ke Pemerintah Kabupaten. Posko Aspirasi dalam Sekolah Anggaran Desa memberikan kepercayaan bagi kelompok rentan terkait persoalan yang dihadapi saat ini terutama terpenuhi kebutuhan hidupnya dalam bentuk sandang pangan dan pengadaan kursi roda. Salah satu penerima manfaat posko aspirasi yaitu anak kembar disabilitas cinta dan kasih. Berikut ucapan terima kasih ibu Siti Nurhalisa (ibu dari 2 anak kembar) kepada Tim Pekan Aspirasi dan pemerintah desa.

“Terima kasih banyak kepada BPD dan Pemerintah Desa atas bantuan yang diberikan kepada anak saya.

Pekan aspirasi menjadi wadah untuk menyampaikan aspirasi warga, seperti kebutuhan anak saya. “Siti Nurhalisa”

Semua data aspirasi warga tertuang dalam usulan rencana kerja Pemerintah Desa dan Penetapan Anggaran Belanja Desa. Hal ini, dikuatkan dalam juknis perencanaan kinerja Pemerintah Desa dan jika tidak terselesaikan aspirasi tersebut maka didorong oleh Pemerintah Kabupaten untuk di sinergikan dalam “Program Baik Tuntas”.

Masih jelas dalam ingatan Martini. Harus keluar dari rumah pukul 02.00 Wita. Turun dari puncak gunung. Menuju pasar yang buka sekali sepekan. Di bawah gunung.

Tidak ada kuda atau kendaraan mesin untuk ditumpangi. Semua dilalui dengan jalan kaki. Menembus belantara hutan dan dinginnya malam.

“Kita harus cepat sampai supaya bisa dapat bahan masak. Sekali beli langsung banyak. Supaya bisa dimakan dalam waktu lama,” kata Martini kepada Blogger dari Kota Makassar.

Martini buru-buru membeli beras, ikan, sayur, dan bermacam rempah di pasar. Karena tantangan berikutnya, harus membawa semua barang tersebut naik gunung. Kali ini, perjuangan Martini tiga kali lebih berat dibandingkan turun gunung.

“Semua barang dipikul atau menjunjung,” katanya.

Cerita Martini masih bisa saya rasakan. Ketika bersama 20 Blogger dari Makassar memasuki perkampungan dalam kawasan hutan lindung, Selasa 19 Desember 2017.

Kendaraan yang ditumpangi berulang kali jalan mundur. Tidak mampu melewati jalan berbatu dengan kemiringan sekitar 45 derajat.

Takut jatuh ke dalam jurang, semua penumpang turun. Mobil kini lebih leluasa mendaki. Sementara rombongan harus berjalan menembus gelap. Bersama kami, Ada Nisa, anak kecil yang masih setia dalam gendongan ibunya. Semangat Nisa… sumber air so dekat..!

Rombongan berangkat dari Kota Makassar, Senin 18 Desember 2017, pukul 17.00. kami tiba pukul 01.00 Wita.

Seperti cerita Martini — kami merasakan dinginnya malam pegunungan. Beberapa kali kami harus berhenti. Memulihkan nafas dan tenaga. Sampai akhirnya tiba di puncak.

“Dulu kami seperti binatang buas. Jalan dengan rumput sampai pinggang,” kata Marsan, Ketua Kelompok Tani Tabbuakkang, Desa Kahayya.

Jalan setapak yang dibuat warga, perlahan sudah diperlebar. Diberi aspal dan beton oleh pemerintah Kabupaten Bulukumba. Meski belum semua jalan mulus.

Terbukanya akses jalan makin membuka mata pemerintah dan masyarakat di luar Desa Kahayya. Banyak sekali potensi sumber daya alam dan sumber ekonomi yang dimiliki desa di puncak gunung ini. Kahayya masuk dalam wilayah Kecamatan Kindang, Bulukumba. Untuk sampai ke sini banyak jalur yang bisa dilalui. Bisa lewat Kabupaten Bantaeng dan Bulukumba.

Bangun pagi di Desa Kahayya. Kami beruntung disuguhkan kopi Kahayya oleh Martini. Istri Kepala Desa yang sejak malam sibuk mengurusi kami sebagai tamu. Semoga kebaikan Ibu Martini dibalas rezki berlimpah, Aamiin.

Kopinya mantap dan pas. Terima kasih sekali lagi Bu..

Minum kopi sembari menyaksikan indahnya barisan pegunungan dikelilingi hijau hutan, kebun kopi, dan kabut tipis. Menghirup udara segar. Rasanya membersihkan semua pikiran buruk selama tinggal di tengah polusi kota.

Sebagai penderita maag, sempat muncul kekhawatiran penyakit ini muncul. Alhamdulillah, selama di Puncak Kahayya, sakit kepala dan mual setiap usai minum kopi tidak terasa. Mungkin karena racikan kopinya dengan keikhlasan dan doa. Agar semua yang berkunjung ke Kahayya datang dan pulang dengan selamat.


Menurut Marsan, Kopi Kahayya pertama kali ditemukan pada tahun 1.714. Penemunya disebut bernama Tongan Daeng Manassa. Ketika itu, Kepala Kampung pertama di Desa Kahayya. Oleh masyarakat, kopi ini dijuluki kopi bugis.

Kenapa pohon kopi bisa tumbuh di Kahayya ? Apakah ini tanaman asli atau endemik ? Menurut Marsan, kemungkinan biji kopi yang tumbuh pertama kali dibawa pedagang dari Arab.

Mereka masuk ke Indonesia dan sampai ke Kahayya saat Kerajaan Gowa dibawah kepemimpinan Sultan Hasanuddin berkuasa. Berdagang sembari menyebarkan Islam.

Dugaan ini sesuai dengan kemiripan bahasa. Bangsa Arab menyebut kopi dengan Kahwa. Masyarakat di Bulukumba menyebut Kaha. Ini pula yang menjadi asal nama Desa Kahayya. Artinya kurang lebih kampung kopi atau tempatnya kopi.

Rahasia nikmatnya kopi Kahayya karena jauh dari pupuk kimia dan pestisida. Masyarakat menanam biji kopi di lereng-lereng gunung. Tanahnya subur karena berasal dari letusan gunung Bawakaraeng. Ribuan tahun yang lampau.

“Hanya tumbuh di Kahayya,” kata Marsan.

Kopi Kahayya sudah dikemas menarik. Diproduksi secara higienis oleh kelompok usaha masyarakat. Menjadi oleh-oleh wisatawan. Bahkan sudah ada yang sampai ke luar negeri.

Tidak hanya biji kopi yang dimanfaatkan warga. Daun kopi pun sudah diseduh menjadi teh daun kopi. Rasanya juga khas. Teh tapi ada aroma kopinya. Enak diminum saat cuaca dingin.

Kopi Kahayya dalam kemasan

Cerita Kopi Kahayya terus menyebar. Bahkan setiap tahun masyarakat gencar mempromosikan kopi ini dengan festival. Namanya : Senandung Kopi Kahayya.

Festival ini mengajak masyarakat, khususnya pecinta kopi datang langsung menikmati kopi di puncak Kahayya. Sembari disuguhkan pertunjukan seni, pembacaan puisi, dan keindahan alam pegunungan Kahayya.

Masyarakat mendapatkan banyak manfaat dari perputaran ekonomi ini. Infrastruktur jalan, sarana pendidikan, dan rumah ibadah telah dibangun. Anak-anak Desa Kahayya juga sudah banyak yang menempuh pendidikan hingga perguruan tinggi. “Semua karena kopi,” kata Martini.

Pemberdayaan Masyarakat

Untuk membuat Kahayya keluar dari isolasi dan ekslusi tidak mudah. Selain perjuangan oleh masyarakat, pendampingan juga telah lama dilakukan oleh Sulawesi Community Foundation (SCF) lewat Program Peduli.

Masuk akhir 2014 di Kahayya, SCF menemukan banyak permasalahan yang dihadapi masyarakat. Misalnya tidak adanya akses jalan, tidak ada pengakuan ruang kelola bagi masyarakat dalam kawasan hutan, dan adanya strata sosial bangsawan dan kelas pekerja.

“Kami masuk mendampingi karena hal ini,” kata Muliadi Makmur, Program Officer SCF.

Menurut Muliadi, tahun 2014 Kahayya masih terekslusi oleh pemerintah. Infrastruktur dan hak-hak dasar masyarakat tidak terpenuhi.

Sulit bagi masyarakat mengakses ruang-ruang ekonomi. “Alasannya, lokasi Kahayya sangat jauh. Berbatasan dengan Kabupaten Sinjai,” katanya.

Kerja keras gerakan advokasi dan promosi potensi sumber daya alam Desa Kahayya mulai terlihat tahun 2015. Pemerintah mulai mengalokasikan anggaran pembangunan jalan. Masyarakat pun bergeliat mengembangkan potensi alamnya.

Inovasi yang dilakukan adalah memanfaatkan keindahan alam pegunungan Kahayya sebagai tujuan wisata. Mengolah hasil alam menjadi produk makanan ringan, dan memasarkannya lewat usaha kelompok masyarakat.

Pemerintah bersama SCF sepakat mengembangkan Desa Kahayya sebagai ekowisata. Sebagai buktinya, masyarakat diberikan ijin kelola hutan Hak Kemasyarakatan (HKM) selama 35 tahun.

“Masyarakat tidak lagi khawatir dikejar-kejar polisi hutan,” kata Muliadi.

Program Manager The Asia Foundation (TAF) Nurul Firmansyah mengatakan, inovasi di Desa Kahayya membuat masyarakat berpartisipasi aktif dalam pembangunan. Masyarakat sebagai aktor. Ke depan pemerintah harus memfasilitasi masyarakat. Mendorong komoditi lokal yang khas. Seperti produk organik. “Menjadi alat interaksi sosial ekonomi masyarakat dengan dunia luar,” kata Nurul.

Desa Wisata

Berkunjung ke Desa Kahayya tidak semata untuk merasakan kopi. Wisatawan juga dinantikan oleh banyak pemandangan menarik. Diantaranya danau, mata air asin, goa putih, dan air terjun bidadari.

Pemandangan alam di Desa Kahayya, Kecamatan Kindang, Kabupaten Bulukumba

“Tidak cukup waktu satu hari untuk menikmati semuanya,” kata Marsan.

Belajar dari Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak Pertama di tahun 2015 sebelumnya, di mana berbagai kelompok rentan seperti pemilih pemula, pemilih perempuan, serta kelompok pemilih difabel atau penyandang disabilitas seringkali terabaikan dalam proses penyelenggaraan demokrasi.

Berbagai hambatan lingkungan dan sosial seringkali mengabaikan proses penyelenggaraan Pilkada untuk memastikan akses informasi yang seluas-luasnya dalam rangka mendorong partisipasi kelompok rentan sebagai pemilih cerdas yang dapat menggunakan hak pilih mereka secara cerdas.

Untuk itulah, melalui tulisan singkat ini yang kami beri Judul “KPU Takalar Peduli Kaum Difabel”  ini disusun sebagai kontribusi untuk memperluas informasi tentang Pilkada Takalar Tahun 2017 kepada kelompok difabel.

Pemilihan Kepala Daerah Tahun 2017, merupakan Pilkada Serentak kedua, dimana ada 101 daerah yang ikut serta dalam pilkada tersebut dan salah satunya adalah KPU Kabupaten Takalar.

Pada Pilkada serentak kedua ini, Takalar merupakan satu-satunya daerah yang melaksanakan pilkada di Sulawesi Selatan, sehingga menjadi pusat perhatian karena dijadikan sebagai barometer untuk keberhasilan Pilkada serentak berikutnya di Sulawesi Selatan.

Pada pilkada serentak kedua di tahun 2017, banyak aturan berubah dari pilkada serentak pertama di tahun 2015. Sehingga secara otomatis banyak hal yang tidak bisa dijadikan patokan di pilkada serentak pertama untuk pilkada serentak kedua.

Salah satu contoh yang bisa saya ungkapkan dalam tulisan ini adalah mengenai Pemutakhiran Data Pemilih. Secara substansi syarat untuk di daftar dalam Daftar Pemilih Tetap dan berhak untuk bisa menggunakan Hak Pilih pada Hari Pemungutan dan Penghitungan Suara itu tidak pernah berubah dari setiap moment pemilu, aturan tidak pernah merubah syarat mutlak itu, baik di Undang-Undang maupun di Peraturan Komisi Pemilihan Umum.

Adapun syaratnya untuk didaftar menjadi pemilih antara lain adalah : berusia 17 tahun atau sudah pernah menikah, tidak sedang terganggu jiwanya serta tidak pernah dicabut hak pilihnya. Tiga syarat ini menjadi syarat mutlak. Yang selalu berubah itu adalah proses pendataan, dan syarat tambahan untuk di daftar menjadi pemilih.  

Salah satu contoh, di Pilkada serentak tahun 2015, Kartu Keluarga masih dijadikan sebagai syarat untuk didaftar dan Kartu Keluarga masih bisa digunakan untuk menggunakan hak Pilih kita di TPS jika tidak terdaftar di Daftar Pemilih Tetap (DPT), namun di Pilkada serentak tahun 2017 Kartu Keluarga tidak menjadi syarat lagi untuk pemilih bisa di daftar menjadi pemilih.

Untuk bisa didaftar menjadi pemilih, selain syarat mutlak yang saya sampaikan diatas, maka seorang pemilih harus memiliki KTP elektronik, bahkan jika seorang pemilih tidak terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT), maka boleh menggunakan hak pilihnya di TPS tetapi dengan syarat harus memiliki KTP elektronik. Itu hanya sedikit gambaran tentang perbedaan aturan di pilkada serentak pertama dengan pilkada serentak kedua.

Sebagaimana yang saya sampaikan diatas bahwa di pilkada serentak kedua di tahun 2017, Kabupaten Takalar merupakan satu-satunya kabupaten yang berpilkada di Sulawesi Selatan, maka semua mata tertuju kepada kabupaten Takalar, terutama lembaga-lembaga yang mempunyai kepentingan terhadap proses pilkada di Kabupaten Takalar. 

Salah satu lembaga yang sangat memantau perkembangan proses pilkada Takalar adalah Pergerakan Difabel Indonesai untuk Kesetaraan (PERDIK). Lembaga ini peduli terhadap pemilih-pemilih  difabel untuk di data masuk kedalam daftar pemilih tetap, sehingga mereka bisa menyalurkan hak konstitusi mereka  pada pilkada serentak kedua di Kabupaten Takalar yang hari Pemungutan dan Penghitungan Suaranya dilaksanakan pada hari rabu, tanggal 15 Februari 2017.

PERDIK banyak memberikan masukan kepada KPU Takalar, tentang bagaimana seharusnya upaya yang dilakukan oleh KPU Takalar dalam proses pendataan pemilih, agar pemilih yang berstatus penyandang disabilitas bisa terakomodir masuk ke Daftar Pemilih Tetap dan bisa menyalurkan hak konstitusi mereka.

Berdasarkan Daftar Pemilih Tetap Pada Pemilu Presiden dan Wakil Presiden tahun 2014, dari 207.356 Jumlah DPT hanya 194 pemilih yang menyandang status pemilih disabilitas yang terdaftar.

Dari data inilah kemudian para pegiat Difabel memberikan dorongan kepada KPU Takalar, agar dalam melakukan pendataan pemilih, para Petugas Pemutakhiran Data Pemilih (PPDP) benar-benar menyisir satu-persatu rumah tangga dan mempertanyakan dengan baik, apakah dalam rumah tangga tersebut, ada pemilih yang menyandang status pemilih disabilitas.

Dari masukan para pegiat Difabel inilah, sehingga KPU Takalar beserta jajarannya sampai ketingkat TPS betul-betul melakukan pemdataan yang akurat, terutama kepada para penyandang disabilitas. Olehnya itu pada Pilkada Tahun 2017, dari angka 194 penyandang disabilitas yang terdaftar di DPT Pilpres tahun 2014 meningkat menjadi 607 pemilih disabilitas ynag terdaftar di DPT pilkada Takalar tahun 2017.

Adapun angka riil pemilih yang berstatus penyandang disabilitas di kabupaten Takalar yang terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap sebanyak 607 orang ( 275 laki-laki dan 332 perempuan ), namun yang menggunakan hak pilihnya pada pilkada serentak di Kabupaten Takalar hanya 190 orang atau sekitar 31% ( 94 laki-laki dan 96 perempuan ).

Mungkin angka ini tidak sesuai dengan ekspektasi dari lembaga-lembaga yang konsen terhadap penyandang disabilitas, namun kami KPU kabupaten Takalar juga sudah berupaya semaksimal mungkin untuk bagaimana kemudian para penyandang disabilitas datang menggunakan hak pilihnya di TPS, bahkan dari 351 TPS yang ada di Kabupaten Takalar, tidak ada satupun yang tidak akses terhadap penyandang disabilitas.

Saya kira ini menjadi PR buat kita semua, baik itu KPU, PERDIK dan juga lembaga-lembaga lain yang peduli terhadap penyandang disabilitas, maupun pemerintah untuk bagaimana upaya yang harus kita lakukan untuk meningkatkan partisipasi para pemilih penyandang disabilitas untuk datang menggunakan hak pilihnya di TPS.

Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Takalar sudah berupaya semaksimal mungkin untuk melakukan pendataan yang akurat terhadap penyandang disabilitas, tetapi kami masih mempunyai kendala-kendala di lapangan dalam melakukan pendataan. Kendalanya antara lain : ada beberapa orangtua yang tidak mau anaknya di data masuk ke dalam daftar pemilih dengan status penyandang disabilitas dengan alasan mereka malu jika masyarakat mengetahui kalau mereka memiliki anak yang penyandang disabilitas.

Kendala lain yang dialami oleh para Petugas Pemutakhiran Data Pemilih (PPDP) kami adalah adanya aturan yang mengsyaratkan bahwa pemilih tersebut bisa didata dan dimasukkan ke dalam Daftar Pemilih Tetap jika memiliki Kartu Tanda Penduduk Elektronik. Kendala kedua ini yang banyak terjadi di lapangan, karena kebanyaka mereka tidak memiliki KTP-el.

Selain dalam proses pendataan pemilih, dimana kami KPU Takalar bersama jajaran sampai ke tingkat TPS  (PPDP) berupaya melakukan pendataan dengan baik terhadap penyadang disabilitas, tetapi juga di proses tahapan yang lainpun kami banyak melibatkan para penyandang disabilitas untuk  ikutserta dalam berbagai kegiatan KPU.

Salah satunya adalah kegiatan-kegiatan sosialisasi yang  kami lakukan selalu melibatkan para penyandang disabilitas menjadi peserta. Selain itu kami juga melibatkan salah satu penyandang disabilitas untuk menjadi relawan demokrasi pada pilkada Takalar di Tahun 2017. Tahapan lain yang kami libatkan penyandang disabilitas untuk menjadi salah satu pemeran dalam kegiatan itu adalah di debat kandidat pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati.

Dua kali kami melakukan debat kandidat, dua kalipun kami melibatkan penyandang disabilitas untuk menjadi interpreter (penerjemah) bagi penyandang disabilitas tunarugu dan tunawicara. Bahkan dari hasil pembicaraan kami dengan ketua PERDIK Sulsel, adinda Abd. Rahman, beliau mengatakan bahwa satu-satunya Kabupaten yang pernah melaksanakan Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati di Sulsel yang menggunakan Interpreter (penerjemah) hanya KPU Kabupaten Takalar. Dan beliau memberikan apresiasi terhadap KPU Kabupaten Takalar terhadap upaya-upaya yang kami lakukan dalam melibatkan para penyandang disabilitas dalam setiap kegiatan yang kami lakukan.

Kami berharap untuk Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Sulawesi Selatan di tahun 2018 ini untuk Kabupaten Takalar, semoga tingkat partisipasi masyarakat yang masuk dalam kategori penyandang disabilitas semakin meningkat.

Kami pun sudah menyampaikan kepada semua PPK, PPS dan terutama Petugas Pemutakhiran Data Pemilih (PPDP) untuk menyisir satu persatu rumah tangga yang memiliki anggota keluarga yang masuk dalam status penyandang disabilitas untuk di daftar menjadi pemilih.

Bahkan kami meminta kepada 351 PPDP untuk menyampaikan kepada para penyandang disabiliatas yang tidak memiliki KTP-el untuk segera melakukan perekaman E-KTP. Bahkan kami sudah melakukan koordinasi dengan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil agar kiranya jika ada penyandang disabilitas yang melakukan perekaman kTP-el agar kiranya didahulukan.

Upaya ini semata kami lakukan dengan berpedoman kepada pasal 27 ayat (1) UUD 1945 yang berbunyi : Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam Hukum dan Pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan dengan tidak ada kecualinya“.

Artinya bahwa setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk menggunakan hak pilihnya di dalam setiap pemilihan. Selain itu, dalam agamapun yang membedakan manusia yang satu dan yang lainnya hanya akhlak, ketaqwaanya serta keimanannya kepada Allah SWT, bukan fisiknya.

Harapan kami KPU Kabupaten Takalar, semoga pada pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Sulawesi Selatan tahun 2018, proses pendataan pemilih terutama bagi pemilih yang berstatus penyandang disabilitas lebih akurat lagi, sekalipun memang masih ada beberapa kendala-kendala yang dialami oleh petugas kami, sebagaimana yang saya sudah sampaikan diatas.

Namun tetap kami akan berupaya semaksimal mungkin untuk bisa meminimalisir pemilih yang berstatus penyandang disabilitas untuk tidak terdaftar. Semua pemilih disabilitas diupayakan untuk memiliki syarat-syarat untuk didaftar yaitu memiliki KTP-el atau surat keterangan dari Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil.

Selain itu, kami mengharapkan bantuan dari semua pihak, terutama para pegiat difabel dan seluruh masyarakat serta yang paling penting adalah pemerintah, agar kami dalam melakukan pendataan diberikan info yang akurat, rumah tangga mana yang memiliki keluarga dengan status penyandang disabilitas.

Demikianlah tulisan ini kami buat, sebagai bentuk kepedulian kami terhadap pemilih dengan status sebagai penyandang disabilitas, serta semoga tulisan ini bisa menjadi bahan informasi bagi para pegiat difabel dan seluruh masyarakat dan terutama pemerintah, tentang berapa penduduk yang masuk kategori pemilih yang sudah kami daftarkan di Daftar Pemilih Tetap, dan mereka punya hak menyalurkan hak konsstitusi pada Pilkada Takalar.

Semoga tulisan ini bermanfaat untuk kita semua dan terutama saya sebagai penulis. Saya berharap masukan dan kritikan bapak/ibu untuk tulisan saya ini, semoga kedepan bisa menghasilkan tulisan yang lebih baik lagi. Terima Kasih.

Jika ada hal-hal yang ingin di tanyakan silakan hubungi panitia.

Contak person:

1. Ikra

2. Muh. Nur 

3. Nirwana