Terkini.id, Makassar – Direktur Yayasan Mitra Bangsa (YASMIB) Sulawesi, Rosniati Azis, mengemukakan bahwa komitmen upaya pencegahan korupsi di perusahaan-perusahaan yang mengerjakan proyek 35.000 MW di Sulsel masih sangat minim.
“Rata-rata 0 persen, artinya tidak ada upaya mulai dari regulasi secara internal (perusahaan), komitmen mereka, upaya dilakukan, misalnya, ada kebijakan soal uang pelicin,” kata Ros, sapaan karibnya, di Hotel Claro, Makassar, Jumat, 9 Agustus 2019.
Selain itu, kata dia, hubungan dengan vendor, perusahaan-perusahaan lain, upaya yang dilakukan untuk kapasitas karyawan terkait dengan upaya korupsi, dan monitoringnya seperti apa?
“Ternyata kami menemukan upaya tersebut masih sangat minim,” tegasnya.
Ia menegaskan, pihaknya telah melakukan tracking terkait dengan perusahaan-perusahaan yang menjalankan proyek 35.000 MW. Terdapat program pembangunan di sektor kelistrikan dengan mega proyek di seluruh Indonesia.
“Di Sulawesi Selatan itu ada 10 ribu MW. Nah, kalau kita melihat dari hasil track, ada beberapa perusahaan yang menjalankan mega proyek tersebut,” ungkapnya.
Selain itu, ia menyinggung komitmen PLN yang sudah mencapai 80 persen. Sementara, upaya pencegahan korupsi menyentuh angka 85 persen. Kendati begitu, ia menyebut masih ada satu hal yang belum pihaknya temukan.
“Sisa satu yang belum kami temukan, terkait dengan aturan uang pelicin. Kita sangat berharap lantaran proyek 35.000 MW sangat rawan untuk korupsi,” ujarnya.
Berdasakan hasil pengamatannya, ia melihat lingkaran stakeholder seperti politisi, pemerintah sendiri, vendor, dan perusahaan-perusahaan memiliki andil sangatbesar terhadap pengaruh kinerja PLN.
“Kita berharap peran berbagai pihak termasuk kelompok masyarakat ikut melakukan pemantauan, seperti apa wajah perusahaan-perusahaan,” pungkasnya.
Sekretaris Jenderal Transparency International Indonesia (TII) Dadang Trisasongko mengatakan bahwa di Indonesia kurupsi politik sudah mengakar di Indonesia. Melihat itu, kata di, Mahkamah Agung (MA) akhirnya menerbitkan Peraturan MA Nomor 13 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penanganan Tindak Pidana oleh Korporasi.
“Perma ini sudah sangat dinanti oleh penegak hukum. Sebab, pemidanaan korporasi sudah diatur di berbagai undang-undang, namun tata acaranya, belum ada. Inilah kami menerbitkan untuk mengurai bagaimana tata acara apabila korporasi melakukan tindak pidana,” ujar Dadang.
Perma itu mengatur, jika sebuah korporasi diduga melakukan tindak pidana, maka penegak hukum meminta pertanggungjawaban hukum kepada seseorang yang tercatat pada akta korporasi sebagai penanggung jawab korporasi itu. Misalnya, direktur utama atau dewan direksi.
“Resikonya bukan cuma orang tapi perusahan (korporasi) juga bisa kena,” kata dia.
Menjawab soal PLN yang terkesan menutup Informasi Publik terkait dengan pelbagai permasalahan di tubuh PLN, General Manager PLN Sulawesi Bagian Selatan I Putu Riasa mengakui bahwa tidak semua kondisi yang ada di PLN tersosialisasikan dengan baik.
Ia mengatakan mesti mendiskusikan ulang perihal data yang akan disampaikan ke publik dengan data yang hanya menjadi konsumsi internalnya.
“Karena ada juga keterbukaan yang dimanfaatkan pihak lain, jadi mana yang tidak, saya kira harus kita diskusikan ulang,” ungkapnya.
Kepala Kantor Ombudsman RI Perwakilan Sulawesi Selatan, Subhan, memaparkan masalah yang menjadi laporan masyarakat terhadap PLN.
Laporan tersebut, antara lain, masalah tenaga out sourching, penerbitan pemakaian tenaga listrik, kontrak pekerjaan, kompensasi bagi karyawan PLN yang mengalami kecelakaan kerja, pemadaman bergilir, dan black out dan ketersediaan pasokan listrik dari pihak swasta.
“Untuk meminimalisir penyalagunaan aturan, masyarakat harus mendapatkan kepastian prosedur, harga, dan biaya,” urainya.