Selama tiga hari sejak tanggal 13 sampai 15 Maret 2013, diadakan kegiatan Monitoring dan Evaluasi (Monev) terkait program tata kelola anggaran yang berpihak kepada perempuan dan kelompok miskin di Kabupaten Mamuju, kerja sama Swadaya Mitra Bangsa (YASMIB) Sulselbar dengan The Asia Foudation (TAF) yang didukung oleh Canadian International Development Agency (CIDA).

Monitoring dan Evaluasi ini sebagai wahana untuk mendengar dan menyaksikan sekaligus sharing antara stakeholder se-kabupaten Mamuju dengan perwakilan TAF & Seknas Fitra terkait program B3WP yang telah berjalan selama ± 2 tahun di Sulawesi Barat dan Kabupaten Mamuju pada khususnya. 

Adapun pokok bahasan utama dalam monev kali ini diantaranya adalah ukuran keberhasilan yang dirasakan oleh masyarakat dan pihak pemerintah sebagai mitra YASMIB dalam program B3WP tersebut, disamping itu pembahasan kemudian mengerucut kepada sejauhmana peran dan partisipasi stakeholder se-Kabupaten Mamuju serta harapan-harapan untuk maksimalisasi program B3WP dimasa mendatang.

Tim Monev dari Seknas Fitra yang hadir diantaranya adalah Hesty Dwiwanti P, Abd.Waild dan Yenny Sucipto, sedangkan perwakilan The Asia Foundation (TAF) adalah Indry Madewa. Mereka didampingi secara langsung oleh Direktur Eksekutif YASMIB (Abd.Azis Paturungi), Direktur Program (Rosniaty Azis), Koord.Wilayah Sulbar (Masitha), Penanggung Jawab Program B3WP Kab.Polman (Abd.Rahmat), Koord.Riset, Advokasi & Kebijakan Publik (Bambang SP), beberapa staf, Volunteer dan Jaringan Perempuan Sulbar.

Kegiatan Monev diawali di Kabupaten Polman sejak tanggal 13 Maret 2013 dengan menghadirkan serta mendengarkan laporan hasil kegiatan dari program B3WP beberapa pihak yang menjadi mitra kerja YASMIB, diantaranya adalah: DPRD Polman, Bappeda plus Focal-Point Pokja PUG Kab.Polman, Jaringan Perempuan Polman, dan CSO se-Polman.

Dari monev tersebut, disimpulkan bahwa program B3WP yang telah berlangsung selama dua tahun sangat bermanfaat bagi tata kelola anggaran di beberapa SKPD yang telah didampingi oleh YASMIB. Namun, yang menjadi catatan penting adalah proses pendampingan dan fasilitasi kegiatan yang dilakukan oleh YASMIB harus juga direplikasikan ke beberapa leading sectoral lainnya se kabupaten Polman, sehingga tercipta sinergitas pengelolaan anggaran yang berperspektif gender dan pro rakyat miskin secara komprehensif. Dalam sambutan penutup Tim Monev dari Seknas Fitra (Abd.Waild) dikatakan bahwa capaian standar kegiatan B3WP di Kabupaten Polman telah memuaskan, sehingga komitmen untuk menerapkan perencanaan dan penganggaran yang berperspektif gender sudah harus menjadi suatu gerakan bersama dalam pembangunan daerah Polman saat ini. Mengapa demikian, sebab telah disadari bersama bahwa pengintegrasian gender merupakan strategi untuk mengurangi kesenjangan partisipasi dan kontrol dalam pengambilan keputusan dan pemanfaatan hasil pembangunan yang adil antara perempuan dan laki-laki.

Selanjutnya Direktur Program YASMIB Sulselbar (Rosniaty Azis) juga menambahkan bahwa, pengarusutamaan gender (PUG) sebagai isu sektoral di Polman merupakan strategi untuk mencapai kesetaraan dan keadilan gender itu sendiri. Perencanaan dan penganggaran yang Responsif Gender (PPRG) telah menjadi formulasi ampuh untuk mengimplementasikan PUG secara lebih efektif dan efisien serta berkeadilan bagi masyarakat Polman sejak hadirnya Program B3WP tersebut.

Selanjutnya, tim Monev melakukan kegiatan yang sama di Kabupaten Mamuju sejak tanggal 14 – 15 Maret 2013. Adapun pihak-pihak yang dilibatkan diantaranya adalah DPRD Mamuju, Bappeda plus Focal Point pokja PUG Mamuju, Dinas Kesehatan, DPRD Kab.Mamuju, CSO se-Kab.Mamuju, dan Aktivis Jaringan Perempuan Mamuju.

Pada monev di DPRD Mamuju tersebut, diikuti oleh belasan anggota dewan dari berbagai fraksi dan komisi yang langsung dipimpin oleh Ketua DPRD Kab.Mamuju H. Sugianto. Dalam sambutannya, beliau mengatakan bahwa antara DPRD – PEMDA dan YASMIB sejak tanggal 25 Juli 2011 telah membuat nota kesepahaman bersama (MoU) tentang perwujudan perencanaan dan penganggaran yang berpihak pada pengentasan kemiskinan dan kesetaraan gender sebagai bagian dari upaya percepatan penanggulangan kemiskinan di Kabupaten Mamuju. Sehingga, dari MoU inilah menjadi payung resmi bagi YASMIB menjadi lembaga yang dapat memberikan asistensi dan advokasi khususnya yang terkait dengan proses perencanaan APBD yang pro-poor dan responsif gender sesuai dengan target B3WP tersebut. 

 
Di akhir sambutan ketua DPRD, beliau meminta kesediaan YASMIB selaku mitra Pemerintah khususnya bagi DPRD Mamuju untuk tidak segan-segan memberikan masukan konstruktif, baik secara langsung maupun lewat surat aspirasi. Dan alangkah baiknya manakala pada setiap rapat dan kegiatan YASMIB yang melahirkan rekomendasi strategis untuk program B3WP dan masyarakat secepatnya ditembuskan ke tiap komisi terkait khususnya untuk pimpinan dewan.

Dihadapan puluhan aktivis Jaringan Perempuan Mamuju, Indry Madewa dari perwakilan The Asia Foundation (TAF) mengemukakan bahwa apa yang dilakukan oleh teman-teman jaringan perempuan Mamuju dengan senantiasa mengawal proses perencanaan pembangunan mulai dari tingkat desa hingga kabupaten yang akan berlangsung beberapa hari mendatang, adalah manifestasi dari sikap kepedulian untuk mengawal anggaran pembangunan daerah agar mainstreamnya senantiasa tertuju kepada kepentingan rakyat miskin dan kesetaraan gender. Hal tersebut penting, mengingat urgensi pengintegrasikan aspek gender contohnya ke dalam proses perencanaan, penganggaran, dan pelaksanaan, serta monitoring dan evaluasi diharapkan dapat memberikan manfaat secara adil bagi perempuan dan laki-laki dalam semua bidang pembangunan di Kabupaten Mamuju. Olehnya itu, semangat perjuangan teman-teman Mamuju harus tetap terjaga dan jangan pernah berhenti untuk mengadvokasi kepentingan masyarakat yang menjadi skala prioritas di wilayahnya masing-masing. Segala bentuk kekurangan dan hal-hal yang belum tersentuh dalam program B3WP yang dijalankan oleh YASMIB, kedepan harus menjadi catatan tersendiri bagi YASMIB untuk diimplementasikan semaksimal mungkin, dan juga mendesign strategi advokasi baru yang disesuaikan dengan tingkat kebutuhan obyek dampingan serta perubahan sosial di Kabupaten Mamuju.

Di sela-sela akhir acara, Direktur Eksekutif YASMIB Sulselbar (Azis Paturungi) mengatakan bahwa kehadiran Program B3WP di Sulbar selama ± 2 tahun terakhir ini telah banyak memberi angin perubahan dan membuka cakrawala berpikir segenap stakeholder Provinsi Sulawesi Barat, meskipun masih terdapat kekurangan pada beberapa hal yang mendasar, namun Insya Allah dapat ditaktisi oleh tim program YASMIB secepatnya.

Pada 11 Maret 2013 Pemerintah Kota Makassar mengadakan forum mediasi antara YASMIB Sulawesi dengan beberapa SKPD lingkup Kota Makassar, terkait pelaksanaan program uji akses dokumen yang diselenggarakan oleh YASMIB Sulawesi dengan dukungan lembaga donor Ford Foundation dan Sekretariat Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Seknas FITRA), yang mengalami hambatan soal akses dan informasi.

Forum mediasi diinisiasi oleh YASMIB (Swadaya Mitra Bangsa) Sulawesi dalam bentuk re-sosialisasi Memorandum of Understanding (MoU) antara YASMIB Sulawesi dengan Pemerintah Kota Makassar tentang perwujudan perencanaan dan penganggaran yang berpihak pada pengentasan kemiskinan dan kesetaraan gender sebagai bagian dari upaya percepatan penanggulangan kemiskinan di Kota Makassar.

Mediasi yang dipimpin langsung oleh Agar Jaya selaku Sekretaris Daerah Kota Makassar dan Ismail Hajiali selaku Sekretaris Bappeda Kota Makassar. Dalam forum tersebut hadir beberapa perwakilan SKPD yakni H.M.Se’re (Dinas Kesehatan), Fuad Azis (Dinas Pekerjaan Umum), Nurdin R ( Dinas Pendidikan), H.Nur Kamarul (Sosbud Bappeda), Ahdi Abidin dan Ardi Yusuf (Bag. Keuangan).

Menurut Agar Jaya selaku Sekertaris Daerah Kota Makassar, kami sangat ingin terbuka dalam hal dokumen perencanaan. Akan tetapi ada banyak oknum dari luar pemkot (lsm) yang belum bisa membaca dan mengkaji dokumen perencanaan tersebut dan mereka sering mengekspose ke media padahal mereka belum mengerti.

Sebagai contoh, pada tahun 2011 yang lalu, program pengadaan parfum ruangan dengan nilai Rutusan Juta, salah satu oknum LSM tersebut mengatakan itu adalah pengadaan parfum Walikota, hal seperti itulah yang membuat kami traumatik. Jadi pada intinya kami (pemkot Makassar) bersedia memberikan dokumen-dokumen yang dibutuhkan oleh rekan-rekan NGO/LSM tersebut asalkan kami dari pemkot juga mengetahui mau diapakan dokumen tersebut agar tidak terjadi lagi kesalahpahaman yang dapat memperburuk citra pemerintah. Dan melalui forum ini pula, kami tegaskan kepada jajaran SKPD yang hadir untuk bekerjasama dengan pihak YASMIB Sulselbar dalam pemberian informasi dokumen publik yang diinginkan.

Dalam penjelasan Bambang Sampurno (koord. Advokasi Program YASMIB Sulawesi) bahwa mediasi yang diadakan ini adalah ingin memberikan sosialiasi ulang kepada segenap SKPD yang belum mengetahui tentang adanya nota kesepahaman yang telah dijalin bersama antara Pemkot Makassar dan YASMIB Sulawesi sejak tahun 2010 yang lalu tentang perlunya implementasi penyelenggaraan pemerintahan yang transparan dan akuntabel dengan menerapkan prinsip transparansi khususnya dalam hal akses dokumen publik bagi siapa saja anggota masyarakat maupun kelompok masyarakat sipil lainnya. Tujuan akhir dari pertemuan ini adalah agar jajaran SKPD yang hadir pada pertemuan ini dapat memahami posisi YASMIB Sulselbar sebagai mitra bagi Pemkot Makassar didalam mengawal kebijakan anggaran bagi masyarakat miskin dan kesetaraan gender.

Musrenbang tingkat Kecamatan Makassar, digelar pada hari ini, Senin, 4 Maret 2013 di Aula Kantor Kecamatan Makassar lt.III Jl. Gunung Nona No.1. Musrenbang kali ini dihadiri oleh seluruh stakeholder yang berkepentingan se-Kecamatan Makassar seperti Camat Makassar, Ketua FK LPM Kec. Makassar, para Lurah se-Kec. Makassar, para Ketua LPM se-Kec. Makassar, Tokoh Agama, Tokoh Masyarakat, Tokoh Perempuan, Tokoh Pemuda, Kader PKK dan Posyandu.

Musrenbang tingkat kecamatan Makassar ini juga dihadiri dan dibuka oleh Walikota Makassar yang diwakili oleh Staf Ahli Bidang Pemerintahan (Drs. Mustari AB), Kepala Bappeda Kota Makassar H. Ibrahim Saleh dan Sekretaris Bappeda Ismail Hajiali.

Dalam sambutan walikota yang dibacakan oleh Staf Ahli Walikota, beliau hanya berpesan bahwa berdasarkan Peraturan Mendagri no.8 tahun 2008 tentang tata cara pelaksanaan Musrenbang serta Perwali 53 Tahun 2012, maka musrenbang harus dilaksanakan dengan baik dan utamanya harus melibatkan seluruh komponen masyarakat serta pemangku kebijakan mulai dari tingkat kelurahan hingga tingkat kota nantinya.

Olehnya itu terdapat perubahan paradigma Musrenbang untuk saat sekarang ini tidak lagi bersifat Top-Down, melainkan Bottom-Up, dalam artian seluruh usulan program yang berskala prioritas dan pelaksanaannya harus melibatkan komponen masyarakat setempat. Selanjutnya, untuk program yang berskala prioritas, Insya Allah minimal 80 % akan diakomodir sepenuhnya karena telah mendapatkan prioritas anggaran yang bersumber dari APBD Kota Makassar untuk tahun anggaran 2014. Dan ini menjadi fokus Pemkot Makassar didalam memberdayakan dan mensejahterakan masyarakatnya.

Disamping itu, Pemkot melalui BPM juga akan mencairkan dana hibah kepada 143 LPM se-Kota Makassar sebesar 50 Juta. Diharapkan dari dana hibah ini dapat dimanfaatkan dengan baik oleh LPM berupa program bantuan kepada masyarakat yang membutuhkan dalam bentuk program pemberdayaan ekonomi mikro. Hal ini dilakukan agar masyarkat dapat mandiri dan mengurangi angka kemiskinan di Kota Makassar.

Sebagai penutup sambutannya, Walikota Makassar melalui Staf Ahli Walikota (Drs. Mustari AB) membuka Musrenbang tingkat Kecamatan Makassar secara resmi, dengan harapan bahwa Musrenbang ini akan berlangsung secara efektif dan sesuai dengan regulasi yang telah disebutkan sebelumnya.

Dalam sambutan Dr. Sultan, M.Si selalu ketua panitia pelaksana disebutkan bahwa hasil Musrenbang tingkat Kelurahan yang telah berada di Tim Perumus, akan dikaji dengan seksama dan utamanya yang bersifat fisik maka akan ditinjau langsung dengan melibatkan unsur pemerintah dalam hal ini Bapak Camat Makassar. Hal ini dilakukan karena problem yang seringkali muncul pada usulan program yang bersifat fisik di Kec.Makassar ini adalah masalah tidak terintegrasinya program antar kelurahan.

Olehnya itu, sebagai contoh jika program seperti Normalisasi Drainase saja tidak terintegrasi dengan baik antar kelurahan, maka dapat dipastikan akan terjadi ketimpangan karena tidak berlangsung serempak dan berkesinambungan.

Dalam pantauan kami, Musrenbang tingkat Kecamatan Makassar ini, tak satupun legislator dari daerah pemilihan ini (dapil 1) yang hadir. Dan hal itu sangat disesalkan oleh seluruh peserta Musrenbang karena, menurut informasi dari ketua LPM Bara-Baraya Selatan (Saing Burhan, SE, MM).

“momentum Musrenbang inilah sebagai forum aspirasi kepada para wakil mereka di dewan, agar supaya seluruh usulan konstituen yang bersifat prioritas harus dikawal dan ditetapkan dengan baik. Namun, beliau tak menampik bahwa ketidakhadiran unsur legislator dari dapil 1 ini karena adanya politisasi usulan program yang akan dititikberatkan pada satu kecamatan saja, tanpa melihat usulan prioritas dari kecamatan yang lain. Sikap sektarian dan pilih-kasih seperti yang dinampakkan oleh legislator tersebut tidak mencerminkan mereka sebagai wakil rakyat dari dapil 1 yang membawahi tiga kecamatan (Makassar, Ujung Pandang, dan Rappocini), seharusnya prinsip akomodatif dan kesetaraan harus senantiasa menjadi prioritas utama”.

Musrenbang tingkat Kecamatan Makassar berakhir dengan menetapkan tim perumus yang bertugas merumuskan kembali usulan per-kelurahan berdasarkan skala prioritasnya masing-masing serta mengawalnya hingga Musrenbang tingkat Kota Makassar nantinya.

Adapun nama-nama tim perumus tersebut, yakni:

1. Dr. Sultan, M.Si

2. Ir. M. Arief Saleh

3. Drs. Amirullah, SH, MH

4. M. Nur Ali Tunru

5. Drs. Tommy Hady, M.Pd Menjadi catatan kami (YASMIB) dalam pelaksanaan Musrenbang tingkat Kec.Makassar ini, diantaranya adalah:

  1. Usulan program dari LPM tingkat kelurahan se-Kec.Makassar didominasi kegiatan fisik, seperti: Normalisasi Drainase, Pengaspalan Jalan, Renovasi Bangunan, dan sebagainya.

Padahal berdasarkan regulasi yang ada, masyarakat melalui LPM dalam membuat program harus memperhatikan lima kebijakan, yakni kebijakan pertama tentang peningkatan SDM, kebijakan kedua tentang pengembangan tata ruang dan lingkungan, kebijakan ketiga tentang penguatan struktur ekonomi, kebijakan keempat tentang desentralisasi penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan bebas korupsi, kebijakan kelima tentang penegakan hukum dan hak asasi manusia. Sehingga pagu 1 miliar/kelurahan yang direncanakan oleh Pemkot pada tahun 2014 dapat terdistribusi dengan baik di lima kebijakan tersebut.

  • Forum Musrenbang Kecamatan Makassar, tidak mengakomodir unsur perempuan dalam tim perumus/delegasi pada Musrenbang Tingkat Kota yang akan dijadwalkan berlangsung pada tanggal 27 Maret 2013 nanti. Jika berdasarkan perwali 53 tahun 2013, tim perumus yang dibentuk harus mengikutsertakan unsur perempuan sebanyak 30 persen dari lima kuota tim perumus, jadi minimal terdapat satu orang yang mewakili unsur perempuan pada tim tersebut.
  • Musrenbang seharusnya ditutup dengan penandatanganan dan pembacaan Berita Acara pelaksanaan Musrenbang tingkat Kecamatan oleh seluruh perwakilan serta pemangku kepentingan di Kecamatan Makassar, namun hal itu tidak dilakukan dan nampaknya Draft Berita Acara tersebut tidak disiapkan oleh Panitia Pelaksana.