Pada 11 Maret 2013 Pemerintah Kota Makassar mengadakan forum mediasi antara YASMIB Sulawesi dengan beberapa SKPD lingkup Kota Makassar, terkait pelaksanaan program uji akses dokumen yang diselenggarakan oleh YASMIB Sulawesi dengan dukungan lembaga donor Ford Foundation dan Sekretariat Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Seknas FITRA), yang mengalami hambatan soal akses dan informasi.

Forum mediasi diinisiasi oleh YASMIB (Swadaya Mitra Bangsa) Sulawesi dalam bentuk re-sosialisasi Memorandum of Understanding (MoU) antara YASMIB Sulawesi dengan Pemerintah Kota Makassar tentang perwujudan perencanaan dan penganggaran yang berpihak pada pengentasan kemiskinan dan kesetaraan gender sebagai bagian dari upaya percepatan penanggulangan kemiskinan di Kota Makassar.

Mediasi yang dipimpin langsung oleh Agar Jaya selaku Sekretaris Daerah Kota Makassar dan Ismail Hajiali selaku Sekretaris Bappeda Kota Makassar. Dalam forum tersebut hadir beberapa perwakilan SKPD yakni H.M.Se’re (Dinas Kesehatan), Fuad Azis (Dinas Pekerjaan Umum), Nurdin R ( Dinas Pendidikan), H.Nur Kamarul (Sosbud Bappeda), Ahdi Abidin dan Ardi Yusuf (Bag. Keuangan).

Menurut Agar Jaya selaku Sekertaris Daerah Kota Makassar, kami sangat ingin terbuka dalam hal dokumen perencanaan. Akan tetapi ada banyak oknum dari luar pemkot (lsm) yang belum bisa membaca dan mengkaji dokumen perencanaan tersebut dan mereka sering mengekspose ke media padahal mereka belum mengerti.

Sebagai contoh, pada tahun 2011 yang lalu, program pengadaan parfum ruangan dengan nilai Rutusan Juta, salah satu oknum LSM tersebut mengatakan itu adalah pengadaan parfum Walikota, hal seperti itulah yang membuat kami traumatik. Jadi pada intinya kami (pemkot Makassar) bersedia memberikan dokumen-dokumen yang dibutuhkan oleh rekan-rekan NGO/LSM tersebut asalkan kami dari pemkot juga mengetahui mau diapakan dokumen tersebut agar tidak terjadi lagi kesalahpahaman yang dapat memperburuk citra pemerintah. Dan melalui forum ini pula, kami tegaskan kepada jajaran SKPD yang hadir untuk bekerjasama dengan pihak YASMIB Sulselbar dalam pemberian informasi dokumen publik yang diinginkan.

Dalam penjelasan Bambang Sampurno (koord. Advokasi Program YASMIB Sulawesi) bahwa mediasi yang diadakan ini adalah ingin memberikan sosialiasi ulang kepada segenap SKPD yang belum mengetahui tentang adanya nota kesepahaman yang telah dijalin bersama antara Pemkot Makassar dan YASMIB Sulawesi sejak tahun 2010 yang lalu tentang perlunya implementasi penyelenggaraan pemerintahan yang transparan dan akuntabel dengan menerapkan prinsip transparansi khususnya dalam hal akses dokumen publik bagi siapa saja anggota masyarakat maupun kelompok masyarakat sipil lainnya. Tujuan akhir dari pertemuan ini adalah agar jajaran SKPD yang hadir pada pertemuan ini dapat memahami posisi YASMIB Sulselbar sebagai mitra bagi Pemkot Makassar didalam mengawal kebijakan anggaran bagi masyarakat miskin dan kesetaraan gender.

Musrenbang tingkat Kecamatan Makassar, digelar pada hari ini, Senin, 4 Maret 2013 di Aula Kantor Kecamatan Makassar lt.III Jl. Gunung Nona No.1. Musrenbang kali ini dihadiri oleh seluruh stakeholder yang berkepentingan se-Kecamatan Makassar seperti Camat Makassar, Ketua FK LPM Kec. Makassar, para Lurah se-Kec. Makassar, para Ketua LPM se-Kec. Makassar, Tokoh Agama, Tokoh Masyarakat, Tokoh Perempuan, Tokoh Pemuda, Kader PKK dan Posyandu.

Musrenbang tingkat kecamatan Makassar ini juga dihadiri dan dibuka oleh Walikota Makassar yang diwakili oleh Staf Ahli Bidang Pemerintahan (Drs. Mustari AB), Kepala Bappeda Kota Makassar H. Ibrahim Saleh dan Sekretaris Bappeda Ismail Hajiali.

Dalam sambutan walikota yang dibacakan oleh Staf Ahli Walikota, beliau hanya berpesan bahwa berdasarkan Peraturan Mendagri no.8 tahun 2008 tentang tata cara pelaksanaan Musrenbang serta Perwali 53 Tahun 2012, maka musrenbang harus dilaksanakan dengan baik dan utamanya harus melibatkan seluruh komponen masyarakat serta pemangku kebijakan mulai dari tingkat kelurahan hingga tingkat kota nantinya.

Olehnya itu terdapat perubahan paradigma Musrenbang untuk saat sekarang ini tidak lagi bersifat Top-Down, melainkan Bottom-Up, dalam artian seluruh usulan program yang berskala prioritas dan pelaksanaannya harus melibatkan komponen masyarakat setempat. Selanjutnya, untuk program yang berskala prioritas, Insya Allah minimal 80 % akan diakomodir sepenuhnya karena telah mendapatkan prioritas anggaran yang bersumber dari APBD Kota Makassar untuk tahun anggaran 2014. Dan ini menjadi fokus Pemkot Makassar didalam memberdayakan dan mensejahterakan masyarakatnya.

Disamping itu, Pemkot melalui BPM juga akan mencairkan dana hibah kepada 143 LPM se-Kota Makassar sebesar 50 Juta. Diharapkan dari dana hibah ini dapat dimanfaatkan dengan baik oleh LPM berupa program bantuan kepada masyarakat yang membutuhkan dalam bentuk program pemberdayaan ekonomi mikro. Hal ini dilakukan agar masyarkat dapat mandiri dan mengurangi angka kemiskinan di Kota Makassar.

Sebagai penutup sambutannya, Walikota Makassar melalui Staf Ahli Walikota (Drs. Mustari AB) membuka Musrenbang tingkat Kecamatan Makassar secara resmi, dengan harapan bahwa Musrenbang ini akan berlangsung secara efektif dan sesuai dengan regulasi yang telah disebutkan sebelumnya.

Dalam sambutan Dr. Sultan, M.Si selalu ketua panitia pelaksana disebutkan bahwa hasil Musrenbang tingkat Kelurahan yang telah berada di Tim Perumus, akan dikaji dengan seksama dan utamanya yang bersifat fisik maka akan ditinjau langsung dengan melibatkan unsur pemerintah dalam hal ini Bapak Camat Makassar. Hal ini dilakukan karena problem yang seringkali muncul pada usulan program yang bersifat fisik di Kec.Makassar ini adalah masalah tidak terintegrasinya program antar kelurahan.

Olehnya itu, sebagai contoh jika program seperti Normalisasi Drainase saja tidak terintegrasi dengan baik antar kelurahan, maka dapat dipastikan akan terjadi ketimpangan karena tidak berlangsung serempak dan berkesinambungan.

Dalam pantauan kami, Musrenbang tingkat Kecamatan Makassar ini, tak satupun legislator dari daerah pemilihan ini (dapil 1) yang hadir. Dan hal itu sangat disesalkan oleh seluruh peserta Musrenbang karena, menurut informasi dari ketua LPM Bara-Baraya Selatan (Saing Burhan, SE, MM).

“momentum Musrenbang inilah sebagai forum aspirasi kepada para wakil mereka di dewan, agar supaya seluruh usulan konstituen yang bersifat prioritas harus dikawal dan ditetapkan dengan baik. Namun, beliau tak menampik bahwa ketidakhadiran unsur legislator dari dapil 1 ini karena adanya politisasi usulan program yang akan dititikberatkan pada satu kecamatan saja, tanpa melihat usulan prioritas dari kecamatan yang lain. Sikap sektarian dan pilih-kasih seperti yang dinampakkan oleh legislator tersebut tidak mencerminkan mereka sebagai wakil rakyat dari dapil 1 yang membawahi tiga kecamatan (Makassar, Ujung Pandang, dan Rappocini), seharusnya prinsip akomodatif dan kesetaraan harus senantiasa menjadi prioritas utama”.

Musrenbang tingkat Kecamatan Makassar berakhir dengan menetapkan tim perumus yang bertugas merumuskan kembali usulan per-kelurahan berdasarkan skala prioritasnya masing-masing serta mengawalnya hingga Musrenbang tingkat Kota Makassar nantinya.

Adapun nama-nama tim perumus tersebut, yakni:

1. Dr. Sultan, M.Si

2. Ir. M. Arief Saleh

3. Drs. Amirullah, SH, MH

4. M. Nur Ali Tunru

5. Drs. Tommy Hady, M.Pd Menjadi catatan kami (YASMIB) dalam pelaksanaan Musrenbang tingkat Kec.Makassar ini, diantaranya adalah:

  1. Usulan program dari LPM tingkat kelurahan se-Kec.Makassar didominasi kegiatan fisik, seperti: Normalisasi Drainase, Pengaspalan Jalan, Renovasi Bangunan, dan sebagainya.

Padahal berdasarkan regulasi yang ada, masyarakat melalui LPM dalam membuat program harus memperhatikan lima kebijakan, yakni kebijakan pertama tentang peningkatan SDM, kebijakan kedua tentang pengembangan tata ruang dan lingkungan, kebijakan ketiga tentang penguatan struktur ekonomi, kebijakan keempat tentang desentralisasi penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan bebas korupsi, kebijakan kelima tentang penegakan hukum dan hak asasi manusia. Sehingga pagu 1 miliar/kelurahan yang direncanakan oleh Pemkot pada tahun 2014 dapat terdistribusi dengan baik di lima kebijakan tersebut.

  • Forum Musrenbang Kecamatan Makassar, tidak mengakomodir unsur perempuan dalam tim perumus/delegasi pada Musrenbang Tingkat Kota yang akan dijadwalkan berlangsung pada tanggal 27 Maret 2013 nanti. Jika berdasarkan perwali 53 tahun 2013, tim perumus yang dibentuk harus mengikutsertakan unsur perempuan sebanyak 30 persen dari lima kuota tim perumus, jadi minimal terdapat satu orang yang mewakili unsur perempuan pada tim tersebut.
  • Musrenbang seharusnya ditutup dengan penandatanganan dan pembacaan Berita Acara pelaksanaan Musrenbang tingkat Kecamatan oleh seluruh perwakilan serta pemangku kepentingan di Kecamatan Makassar, namun hal itu tidak dilakukan dan nampaknya Draft Berita Acara tersebut tidak disiapkan oleh Panitia Pelaksana.

Sebagai bagian dari proses perencanaan pembangunan daerah, maka forum SKPD se-Kota Makassar digelar di Hotel Asyra pada hari ini dan dibuka secara langsung oleh Bapak Walikota Makassar Dr. Ir. Ilham Arief Sirajuddin, MM. Ikut mendampingi Walikota Makassar adalah para staf ahli seperti Prof.Dr.H.A.Muin Fahmal, MH, Prof. Dr.Ir.H.Ananto Yudono, M.Eng, Dr.H.Madjid Sallatu, MA, Dr.H.M.Anis Zakaria Kama, M.Si,MH, dan jajaran pejabat lingkup Pemerintah Kota Makassar.

Dalam sambutan Bapak Walikota Makassar, dikatakan bahwa forum SKPD ini diharapkan mampu menjadi jembatan yang baik dalam rangka menuju maksimalisasi program prioritas pada Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) tingkat Kota Makassar yang beberapa hari kedepan akan diselenggarakan. Forum ini sangat penting, sebagai proses dan pelaksanaan hak dan kewajiban sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah berdasarkan asas-asas kepemerintahan yang baik (Good Governance). Terselenggaranya good governance, merupakan prasyarat bagi setiap pemerintahan dalam upaya mencapai tujuan dan cita-cita bangsa dan negara serta aspirasi masyarakat.

Olehnya itu, untuk mewujudkan hal tersebut, diperlukan adanya suatu perencanaan dan pertanggungjawaban yang tepat, jelas, terukur dan dapat dipercaya (legitimate), sehingga penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan serta pemberian pelayanan umum kepada masyarakat dapat berjalan secara berdayaguna, berhasil guna, bersih dan bertanggung jawab.

Pada sesi diskusi tentang capaian RPJMD Tahun 2009-2014 terhadap Renja tiap SKPD, Pemerintah Kota Makassar melalui Asisten 1 pertama-tama menyatakan bahwa Undang-Undang No.25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional mengamanatkan bagi pemerintah daerah untuk menyusun RPJMD. RPJMD tersebut selanjutnya akan menjadi pedoman bagi Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dalam menyusun dokumen Rencana Strategis (Renstra) SKPD.

Untuk pelaksanaan lebih lanjut, RPJMD tersebut nantinya akan dijabarkan ke dalam Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) sementara untuk Renstra SKPD dijabarkan ke dalam Renja SKPD.

Selanjutnya, Ismail Hajiali selaku Sekretaris Bappeda Kota Makassar menambahkan bahwa forum SKPD ini jangan sampai kehilangan arah dalam pelaksanaannya.

“Untuk itu diperlukan pemantapan dan pemahaman yang serius terhadap proses perencanaan, penganggaran, pelaksanaan hingga pengendalian dan evaluasi pembangunan daerah,” tambahnya.

Ia juga menyampaikan, harus diakui bahwa perencanaan kegiatan pembangunan yang kita lakukan belum akurat, penganggaran belum mencerminkan prinsip anggaran berbasis kinerja, pelaksanaan kegiatan masih belum optimal, pelaporan kegiatan masih lemah dan evaluasi kegiatan pembangunan belum berjalan sebagaimana mestinya.

Berbagai permasalahan tersebut, sangat menghambat kegiatan pembangunan daerah. Untuk itu sebagai pedoman dalam rangka terwujudnya sinergi antar dokumen perencanaan tersebut, Pemerintah Kota Makassar saat ini telah memiliki Peraturan Walikota Nomor 53 Tahun 2012 tentang Tahapan, Tata cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah.

Dalam laporan hasil capaian RPJMD Kota Makassar tahun 2009-2014 terhadap Renja yang dibacakan per-SKPD, disimpulkan untuk saat ini berjalan dinamis, meskipun pada tataran implementasi level SKPD khususnya Kecamatan, seringkali masih terdapat ketidakpahaman akan makna dari Perwali no.77 Tahun 2006. Hal ini mengemuka pada sesi diskusi, dimana beberapa Camat masih mengakui ketidakpahaman tentang makna dan implementasi dari Perwali no.77 Tahun 2006 di wilayahnya masing-masing. Beberapa camat tersebut diantaranya meminta agar perlunya revisi perwali no.77 tahun 2006 tersebut sehingga dipertajam dari sisi tupoksinya.

Sebagai rangkaian hasil akhir dari forum SKPD ini, Asisten 1 Pemkot Makassar dan Kepala Bappeda Kota Makassar memberikan penekanan, pertama adanya sebuah wadah komunikasi tingkat SKPD se-Kota Makassar yang disebut dengan peristilahan “Klinik SKPD”, dimana fungsinya adalah sebagai medium komunikasi antar SKPD tentang pelaksanaan program yang sedang dan akan dijalankan. Dari klinik ini setiap program SKPD masing-masing akan dikroscek dan dimatangkan untuk kemudian disinergikan dengan leading sektor lain. Kedua, mengharapkan kepada seluruh SKPD untuk memberikan target pencapaian pada tiap program yang termaktub nanti pada RPJMD. Sehingga itulah yang akan menjadi bahan dari Klinik untuk perbaikan dan penyempurnaan program pembangunan kota Makassar.

YASMIB (Swadaya Mitra Bangsa) Kerja sama dengan Seknas Fitra dan Pemkot Makassar atas dukungan Ford Foundation memantau Pelaksanaan Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) Tingkat Kecamatan Rappocini yang digelar di Hotel Hertasning Kota Makassar. Musrenbang kali ini dihadiri oleh seluruh stakeholder yang berkepentingan se-Kecamatan Rappocini seperti Camat Rappocini, Ketua FK LPM Kec.Rappocini, para Lurah se-Kec.Rappocini, para Ketua LPM se-Kec.Rappocini, Tokoh Agama, Tokoh Masyarakat, Tokoh Perempuan, Kader PKK dan Posyandu, dan juga Tokoh Pemuda.

Musrenbang tingkat kecamatan Rappocini ini juga dihadiri oleh Kepala Bappeda Kota Makassar H. Ibrahim Saleh dan Sekretaris Bappeda Ismail Hajiali.

Musrenbang dibuka atas nama Walikota Makassar yang diwakilkan kepada Asisten IV Pemkot Makassar (Dra.Sittiara Kinang). Dalam sambutannya, beliau memohon maaf dan berhalangan hadir karena sedang melaksanakan ibadah Umrah. Beliau hanya berpesan, agar dalam proses Musrenbang ini, semua usulan warga yang menjadi skala prioritas sejak Musrenbang tingkat Kelurahan harus diutamakan. Sebab, Pemkot Makassar untuk tahun anggaran 2014 nanti akan mengucurkan anggaran pembangunan se-Kota Makassar sebanyak 1 Miliyar per-kelurahannya. Olehnya itu, anggaran sebanyak ini harus dimaksimalkan dan dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya semua masyarakat, agar visi pembangunan yang berbasis kerakyatan betul-betul nyata hadir ditengah-tengah kehidupan kita.


5 Kebijakan dan ultimanun LPM

Dalam sambutan ketua panitia pelaksana disebutkan bahwa proses Musrenbang yang dimulai pada tingkat Kelurahan telah berlangsung sejak tanggal 28 Januari hingga 8 Februari 2013 telah berhasil merumuskan beberapa program kegiatan yang menjadi skala prioritas warga se-Kecamatan Rappocini berdasarkan perwali no.53 tahun 2012 yang terdistribusi pada lima kebijakan diantaranya, yakni kebijakan pertama tentang peningkatan SDM, kebijakan kedua

tentang pengembangan tata ruang dan lingkungan, kebijakan ketiga tentang penguatan struktur ekonomi, kebijakan keempat tentang desentralisasi penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan bebas korupsi, kebijakan kelima tentang penegakan hukum dan hak asasi manusia.

Dalam pantauan kami, Musrenbang tingkat Kecamatan Rappocini ini dihadiri pula oleh dua politisi/legislator Kota Makassar, yakni Ir. Farouk M Betta, MM dan Legislator PKS Mudzakkir Ali Jamil, dalam kapasitas sebagai wakil rakyat dari dapil 1 (Rappocini, Makassar, dan Ujung Pandang). Hal ini tidak disia-siakan oleh peserta Musrenbang yang rata-rata adalah para ketua dan sekretaris LPM dengan membacakan pernyataan sikap bersama, dimana intinya adalah segenap Ketua LPM dan stakeholder kecamatan Rappocini sangat berharap kepada kedua legislator tersebut untuk mengawal usulan prioritas programnya dengan maksimal. Yang menarik dan mungkin sedikit menggelikan karena dalam bait akhir pernyataan sikap tersebut, disebutkan bahwa apabila usulan dan pernyataan sikap itu tidak diindahkan, maka warga se-Kecamatan Rappocini tidak segan-segan akan mengevaluasi arah dukungan mereka kepada semua legislator dari dapil 1 itu.

Alotnya penentuan Tim perumus

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional: bahwa pemerintah daerah wajib Menyusun Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) yang berfungsi sebagai dokumen perencanaan daerah untuk periode 1 (satu) tahun. Selanjutnya Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah juga merupakan kerangka dasar otonomi daerah yang salah satunya mengamanatkan dilaksanakannya perencanaan pembangunan dari bawah secara partisipatif. Olehnya itu, Pemerintah Kota Makassar telah mengeluarkan sebuah regulasi berupa Perwali No.53 Tahun 2012 yang menjadi petunjuk teknis pelaksanaan Musrenbang mulai dari tingkat Kelurahan, Kecamatan, Forum SKPD, dan tingkat Kota Makassar.

Salah satu point yang mengatur tentang Tim Perumus/Delegasi Musrenbang mulai dari tingkat Kelurahan, Kecamatan dan Kota pada Perwali Makassar 53/2012 tersebut, adalah bahwa jumlah Tim Perumus/Delegasi sebanyak lima orang dengan keterwakilan unsur perempuan sebanyak 30% atau minimal satu orang.

Pada forum Musrenbang tingkat Kecamatan Rappocini ini, penentuan bakal tim Perumus/Delegasi yang akan mewakili pada forum Musrenbang tingkat Kota nanti, nampak lebih alot daripada pembahasan usulan program prioritas. 

Hal ini didasarkan karena tiap LPM sangat mengiginkan usulannya dapat terealisasi hingga pada forum Musrenbang Kota Makassar. Disamping itu, LPM juga mempunyai kepentingan besar agar usulan program prioritasnya masing-masing, tidak tereliminir oleh kelurahan lainnya. Berdasarkan kondisi tersebut, maka tarik-ulur usulan nama tak terelakkan lagi,

sehingga forum Musrenbang sempat diskors beberapa menit sambil peserta dipersilahkan untuk bermusyawarah menentukan lima orang yang dianggap mewakili kepentingan 10 LPM se-Kecamatan Rappocini tersebut.

Akhirnya, Musrenbang tingkat Kecamatan Rappocini berakhir dengan menetapkan tim perumus yang bertugas merumuskan kembali usulan per-kelurahan berdasarkan skala prioritasnya masing-masing serta mengawalnya hingga Musrenbang tingkat Kota Makassar nantinya. Adapun nama-nama tim perumus tersebut, yakni:

  1. H Bakri,
  2. A.Mallombassi H,
  3. Iswan S.Utomo,
  4. D.Ramschie, dan
  5. Rina Meisari.

Dari kelima tim perumus/delegasi tersebut, ditetapkan pula bahwa seluruh ketua LPM se-Kecamatan Rappocini dapat memberi masukan dan data guna melengkapi usulan prioritas warga sebelum dibawa ke forum Musrenbang tingkat Kota Makassar. Sementara hasil musrenbang tingkat kelurahan yang sebelumnya telah diserahkan kepada Ketua Forum Komunikasi (FK) LPM se-Kecamatan Rappocini, juga masih akan mendapatkan penanganan khusus (perbaikan) dari tim perumus. Sebagai bagian akhir dari proses Musrenbang, maka amanat perwali 53 tahun 2012 menetapkan bahwa perlu diadakan Penandatanganan Berita Acara pelaksanaan Musrenbang oleh seluruh pemangku kebijakan dalam hal ini, yakni Camat, Pengurus FK LPM Kecamatan, dan perwakilan unsur/tokoh Masyarakat, Agama, Perempuan, dan Pemuda. Namun hal itu tidak dilakukan, dan setelah Tim YASMIB Sulselbar mencari tahu, ternyata Panitia Pelaksana tidak membuat naskah Berita Acara tersebut karena ketidaktahuan mereka.

Yasmib (Swadaya Mitra Bangsa) Sulawesi Wilayah Kab. Polewali Mandar menyelenggarakan Launching Hasil Audit Audit Sosial Pemanfaatan Dana Biaya Operasoinal Sekolah (BOS) Tahun 2011-2012 pada hari Senin, Tanggal 15 April 2013 di Hotel Ratih Polewali yang di rangkaikan secara live di radio Suara Tipalayo FM yang bisa interaktif dengan mengirimkan sms oleh pendengar di rumah.

Acara tersebut dihadiri oleh Direktur Program Yasmib Sulselbar Rosniaty dan Hikmah ST, M, Si (Kabid. Sosbud Bappeda Kab. POlewali Mandar), Muh. Nawir S, Sos (Kasubag. Anggaran Bag. Setda Kab. Polewali Mandar, Muh. Nasri dan Karmila yang mewakili Dinas Pendidikan dan Tim Pengelola BOS Kabupaten Polewali Mandar.

Kegiatan tersebut dihadiri oleh kurang lebih 75 orang peserta yang merupakan perwakilan beberapa unsur masyarakat yaitu Tim Assesor audit social/relawan lokal desa, Kepala Sekolah SD dan MI, Kepala Sekolah SMP dan MTS, Guru, Perwakilan Kemenag, komite sekolah, Kepala Desa, Mahasiswa, Media (Radio ST. FM), Tokoh Agama, Tokoh Masyarakat, Tokoh Pendidik dan perwakilan orang tua siswa.

Audit sosial yang dilaksanakan bertujuan untuk melihat dan memantau serta mengetahui pengukuran dampak dan tingkat kepuasan terhadap program pembangunan yang dijalankan oleh pemerintah khususnya sejauh mana implementasi pelaksanaan dan pengelolaan dana BOS dilapangan apakah sudah sesuia dengan mekanisme dan juknis pelaksanaan yang sudah ditetapkan atau jauh dari harapan masyarakat. Kegiatan yang dilaksanakan tersebut bukan untuk mencari-cari kesalahan pemerintah, akan tetapi lebih kepada memberikan masukan positif yang membangun untuk perbaikan yang lebih baik kedepannya, Sesuai dengan hasil presentase oleh Rosniaty, permasalahan yang paling banyak dirasakan oleh masyarakat khususnya oleh orang tua siswa adalah akses informasi dana BOS, dimana sebagian besar sudah pernah mendengar dengan istilah tersebut akan tetapi pemahaman masyarakat terkait dana BOS dan peruntukan serta besaran dana BOS masih sangat kurang, hal tersebut terjadi karena masih kurang maksimalnya sosialisasi yang dilakukan baik oleh pihak sekolah dan komite sekolah. Adapun hasil Audit Sosial ini terlampir.

Hal tersebut senada juga dengan penyampaian oleh peserta perwakilan orang tua siswa bahwa masyarakat masih sangat kurang pemahaman terhadap dana BOS, masyarakat menganggap bahwa semua bantuan bagi siswa adalah bersumber dari dana BOS. Sehingga sangat perlu memang sosialisasi yang maksimal dilakukan agar tidak terjadi lagi perbedaan persepsi tentang dana BOS. Jangan sampai yang disalahkan adalah orang tua diundang dan tidak hadir bukan karena tidak ada perhatian terhadap pendidikan anak, akan tetapi pihak sekolah juga harus mengetahui mengapa orang tua tersebut tidak hadir, apakah bersamaan dengan aktifitas keseharian masyarakat atau tidak, ungkap Bu Atun dari Wonomulyo.

Muh. Nawir S, Sos sebagai penanggap menyampaikan bahwa pada tahun 2010, pencairan dana BOS masih melalui kas daerah/APBD Kabupaten, kemudian tahun 2009 melalui dana dekon, pada tahun 2011 sudah melalui penganggaran APBD Provinsi. Persoalannya kemudian adalah ketika pengelolaan dana BOS memlalui ABPD Provinsi intervensi pemda sangat kecil dalam melakukan monitoring.

Lain lagi dengan Muh. Nasri menjelaskan secara teknis tentang pengelolaan dana BOS bahwa yang menjadi persoalan adalah kurangnya pemahaman masyarakat terkait dengan juknis dana BOs, secara teknis sesuia juknis penetapan dana BOS SD Rp 580.000 /siswa/tahun SMP Rp 710.000 /siswa/tahun yang ditetapkan berdasarkan data siswa setiap sekolah pada awal tahun ajaran. Proses pencairan iddahului dengan membuat rencana penguunaan dana, kemudian sosialisasi, kemudian pencairan dan monitoring terhadap pelaksanaan dan penggunaan dana BOS. Dana BOS adalan untuk biaya operasional sekolah non personalia, untuk menuntaskan Wajar 9 tahun, pendidikan yang dilaksanakan bukan pendidikan gratis tapi penyelenggaran pendidikn bebas pungutan, itu artinya bahwa sekolah sudah tidak bisa melakukan pungutan terhadap siswa. Tim pengelola BOS kabupaten mempunyai fungsi memperlancar laporan, proses, pencairan dan pembinaan. Terkait pungutan hanya bisa dilakukan oleh komite yang tidak dibiayai oelh dana BOS, dan tim kabupaten setiap tahun melakukan sosialisasi tetntang item kegiatan yang bisa didanai dan tidak bisa didanai oleh dana BOS.

Salah satu perwakilan kepala sekolah Batu Pappandangan menanggapi hasil audit social yang dilakukan oleh Yasmib mengatakan bahwa temuan yang di temukan dilapangan tidak menyeluruh terjadi disemua sekolah. Terkait dengan pengelolaan dana BOS juga disampaikan oleh Hj. Nurjannah perwakilan SD 060 mengatakan bawa disekolanya sudah telanjang terkait dana BOS.

Meskipun demikian Audit social yang dilakukan oleh Yasmib mendapat apresiasi dari kepala MTS Binuang agar pelaksanaan dan pengelolaan dana BOS bisa maksimal. Kepala sekolah MTS Tinambung juga menyampaikan bahwa banyaknya masyarakat tidak mengetahui tentang dana BOS disebabkan karena kurangnya motivasi orang tua untuk mengetahui terkait hal tersebut karena ketika diundang tidak hadir.

Persoalan lain yang mencuat dalam diskusi tersebut adalah kurangnya pemahaman masyarakat terkait peruntukan dan besaran dana BOS yang diterima oleh siswa serta sosialisasi harus selalu dilakukan agar masyarakat dapat mengetahui dan mengakses informasi tetntang dana BOS. Nurlina perwakilan assessor mengatakan fakta dilapangan masih banyak sekolah yang membebani siswa dengan pembelian buku paket dan buku pokus dan tanggapan pihak sekolah dan orang tua siswa sangat respon positif dengan audit social yang dilakukan Yasmib.

Menurut Haris dari Kabid. Mapenda Kemenag mengatakan bahwa BOS bisa disingkat Bensin, Oli dan Solar, dana BOS merupakan salah satu upaya pemerintah untuk mengurangi dan menuntaskan angka putus sekolah. Untuk Madrasah 124 sekolah dan MTS 44 sekolah dengan jumlah siswa 1431 siswa, dana BOS Mengacu pada juknis dan mengacu kepada 3 D yaitu tepat waktu, tepat sasaran dan tepat guna

Edy Junaedi perwakilan media mengatakan poin pertanyaan audit social terkait dengan efektifitas dana BOS terkait dengan poin besaran penyalahgunaan dana BOS yang dikelola sekolah.

Informasi tentang dana BOS harus disampaikan oleh sekolah karena hal tersebut merupakan hak public sesuai dengan UU KIP.

Hikmah (Kabid. Sosbud Bappeda) sebagai penanggap mengatakan sosialisasi harus lebih intens dilakukan kepada masyarakat agar masyarakat tidak salah persepsi lain terkait dana BOS. Dana BOS diperuntuka bagi sekolah agar pihak sekolah memanfaatkan BOS untuk mengidentikasi siswa yang rentan putus sekolah dan mengembalikan anak putus sekolah untuk kembali sekolah. Pihak sekolah jangan selalu menyalahkan orangtua siswa terkait dengan pemahaman dana BOS tetpi tidak instropeksi bahwa apakah pihak sekolah juga sudah mempunyia pemahaman yang tuntas terkait hal tersebut dan pihak sekolah juga harus mempunyai data tentang data anak sekolah yang rentan putus ekolah dan data anak yang putus sekolah dilingkungan sekolah.

Salah satu perwakilan orang tua siswa Yayat Sudrat yang mengatakan bahwa anaknya sudah tercantum dalam data penerima dana BSM akan tetapi tidak menerima bantuan tersebut, konfirmasi sudah dilakukan ke Dikpora agar didengarkan dan mendapatkan perhatian dan pada saat itu juga persoalan tersebut akan di konfirmasi lebih lanjut penyelesainnya denga dinas terkait.

Disela-sela acara tersebut, Interaktif SMS dari pendengar radio dibacakan diantaranya adalah “dari Usman di Tutar mengatakan apakah dana BOS bisa langsung diberikan kepada siswa dan berapa besaran dana BOS /siswa/tahun”, “dana BOS bisa dikatakan gagal, hal tersebut terbukti dengan banyak kasus putus sekolah dengan alas an tidak mampu”, “kalau memang sepeti itu aturan dana BOS, kami tunggu peninjauan sepenuhnya didesa ratte, Kec, Tutar, dari mahasiswa”, “kenapa sekolah masih menerima penjual buku dari luar, kasian anak/siswa yang ingin membeli buku tetapi tidak mampu”, “mengapa pembangunan harus minta kepada orang tua siswa padahal sudah ada dana BOS dan siswa tidak diberikan kartu ujian ketika tidak dibayar”.

Gubernur Sulawesi Barat H Anwar Adnan Saleh menyatakan tekadnya berjuang keras untuk menekan budaya korupsi yang dilakoni beberapa oknum pejabatnya.”Kasus yang menimpa diantara oknum pejabat yang terduga melakukan pelanggaran tindak pidana korupsi harus menjadi pelajaran berharga bagi pejabat lainnya. Mari kita berjuang untuk memerangi pelanggaran tindakpidana korupsi ini,” katanya saat melantik pejabat eseolon III di kantor gubernur lantai IV, Jum’at (11/01).

Menurut gubernur, praktek korupsi merupakan musuh besar yang harus dicegah karena dampaknya bisa merugikan keuangan negara untuk pembangunan di daerah. “Pejabat struktural eselon III yang saya lantik telah memegang amanah yang besar. 

Hal yang paling utama saya ingatkan hindari praktek korupsi,”kata gubernur.

Ia menyampaikan, pejabat yang diberikan amanah harus melaksanakan tugas dan fungsinya dengan tetap berpijak pada aturan yang ada. “Pengelolaan keuangan negara harus dilaksanakan dengan penuh kehati-hatian. Apalagi, tingkat pengawasan penggunaan anggaran akan semakin diperketat untuk meminimalisir terjadinya penyalahgunaan wewenang serta perbuatan korupsi,”jelasnya.

Gubernur dua periode ini menyampaikan, jika ada oknum pejabat yang berani melakukan pelanggaran tindak pidana korupsi maka yang bersangkutan harus siap menghadapi persoalan hukum.

“Pemerintah di Sulbar tidak akan main-main kepada koruptor. Kalau ada pejabat terbukti melakukan tindak pidana korupsi maka harus siap menghabiskan masa waktunya dibalik sel tahanan negara,”ungkapnya.

Pemerintah di Sulbar telah membuktikan keseriusannya memberantas korupsi dengan memecat Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Sulbar HH yang telah menjadi terdakwa kasus dugaan korupsi pengadaan kapal fiber senilai Rp5,2 miliar di Pengadilan Negeri Mamuju. “Jadi saya tegaskan, pejabat pemerintah di sulbar akan langsung dipecat dan tidak akan dibiarkan menduduki jabatannya ketika dia korupsi.

Baseline survey di wilayah Kab.Mamuju, Kabupaten Polewali Mandar dan Provinsi Sulawesi Barat dilaksanakan sejak akhir bulan Juli 2011.

Adapun tahapan dan  Persentase pencapaian dari proses tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah sebagai berikut:

Tingkap pencapaian yang belum mencapai 100% pada tahapan Uji Akses dan AAD, disebabkan oleh masih adanya dkumen yang memang belum ditetap/disahkan oleh DPRD yaitu APBD Realisasi 2010 dan APBD Perubahan. Dokumen tersebut saat ini sementara dalam proses pembahasan, kecuali di Provinsi Sulawesi Barat, APBD-R sudah ditetapkan.

Selanjutnya untuk Analisis Kinerja, berdasarkan petunjuk pengisiannnya, sumber data yang diinput harus konsisten. Namun berdasarkan kondisi di lapangan, untuk data tahun 2010, rata-rata di ketiga wilayah ini menggunakan berbagai sumber diantaranya Data Analisis Situasi Ibu dan Anak, Data Sektoral, dan beberapa sumber data lainnya.  Padahal untuk data tahun 2008 dan 2009, menggunakan data BPS provinsi dan kabupaten.


Untuk memperkuat validasi data yang diinput, rencananya akan dilaksanakan FGD (Focus Group Discussion) pada minggu ketiga dan keempat Oktober 2011.

Tabel 1.Tahapan dan Tingkat Pencapaian Proses Baseline Survei di Kab. Mamuju, Kab.Polewali Mandar, dan Provinsi Sulawei Barat.

Sumber : Hasil Evaluasi dan Monitoring Internal YASMIB Sulselbar.