YASMIB Sulawesi –  Yasmib (Swadaya Mitra Bangsa), bekerja sama dengan Ford Foundation, dan Seknas FITRA menggelar pelatihan “Identifikasi Program Pengentasan Kemiskinan”, 25 juni 2013, bertempat di kantor Yasmib Sulawesi, Jl. 9, Makassar.

Pelatihan ini dibuka langsung oleh Direktur Eksekutif  Yasmib, Abd. Azis Paturungi dan di fasilitasi oleh Rosniati, selaku direktur program Yasmib.

Pelatihan ini bertujuan untuk memberikan pemahaman semua lapisan masyarakat agar dapat menganalisis dan membaca dokumen perencanaan dan penganggaran yang bersumber dari uang rakyat (APBN/APBD) demi menciptakan kedaulatan atas anggaran khususnya masyarakat sipil.

Selain itu, kegiatan ini juga bertujuan memberikan peluang kepada masyarakat untuk melakukan advokasi anggaran yang diperuntukkan pemerintah untuk masyarakat khusunya untuk pengentasan masyarakat miskin.

Kegiatan ini dihadiri oleh perwakilan dari 14 kecamatan yang ada di kota Makassar, yang terdiri dari peserta laki-laki sebanyak tujuh orang, dan peserta perempuan sebanyak sembilan orang, yang berasal dari berbagai elemen seperti, Mahasiswa, guru, ibu rumah tanggga, dan lain-lain. Yang nantinya akan menjadi tim untuk mengawal pelaksanaan program dari pemerintah.

Dalam pelatihan pengentasan kemiskinan ini, peserta dibagi dalam tiga kelompok yang nantinya mempresentasikan program yang dicanangkan pemerintah setempat. Setiap kelompok kemudian mempresentasikan program dari daerahnya dihadapan peserta lainnya.

Dalam presentase ini, peserta diberikan formatur sebagai bahan standar untuk melakukan pengawalan dan pengawasan terhadap program yang telah dibawah dari daerah masing-masing.

Dalam diskusinya, peserta pelatihan pengentasan masyarakat miskin mengutarakan rancangan programnya kemudian menganalisis setiap program yang ada di daerahnya mulai dari jenis program, lokasi, sasaran (tepat/tidak), periode program, hingga sumber anggaran, dan penaggungjawab program tersebut.

Sebanyak 13 program dari masing-masing kelompok yang ada di daerahnya dan merupakan program-program prioritas dari pemerintah setempat.

Dari 13 program ( Dana Bergulir, Bantuan Raskin, Jamkesmas, Jamkesda, BLSM/KJS, PKH, pendidikan gratis, Project Nice, Bantuan lansia, BPC, Pansimas, dan PMT ) tersebut, ada beberapa program yang ternyata sudah diprogramkan sejak tahun 2004 hingga sekarang (2013) yaitu, Jamkesda, Dana Bergulir, jamkesmas, masih belum optimal realisasinya. Sementara itu, Beras Miskin (Raskin), masih menjadi salah satu program yang belum optimal realisasi hingga pengawasannya. Dan sisanya merupakan program yang diprogramkan dari tahun 2008 hingga 2013.

Disesi terakhir pelatihan ini, semua peserta diberikan pekerjaan rumah sebagai rencana tindak lanjut ataupun follow up dari kegiatan ini yaitu, peserta harus menjelaskan temuan dilapangan yang nantinya akan dipresentasikan pada pelatihan pengentasan kemiskinan selanjutnya.

Yasmib (Swadaya Mitra Bangsa) Sulawesi bekerjasama dengan The Asia Foundation (TAF) dan atas dukungan CIDA (Canadian International Development Agency) menyelaenggarakan temu konstituen dengan DPRD Kab. Polewali Mandar di 4 Daerah Pemilihan (DAPIL). Kegiatan tersebut dilaksanakan agar semakin terbangunnya komunikasi antara anggota DPRD dengan konstituennya/masyrakat yang diwakilinya. Agar masyrakat dapat menyam[aikan aspirasi, unek-unek dan permasalahan yang dirasakan dan dialami selama ini, sedangkan anggota DPRD dapat menyerap aspirasi tersebut kemudian memperjuangkan apa yang menjadi kebutuhan masyarakat.

Temu konstiotuen tersebut diselenggarakan di 4 tempat yang berbeda berdasarkan wilayah daerah pemilihan, Dapil I dilaksanakan pada hari Senin, Tanggal 6 April 2013 di aula Kantor Camat Polewali, Dapil III dilaksanakan pada hari Rabu, Tanggal 10 April 2013 di aula KUA Kec. Campalagian, Dapil II dilaksanakan pada hari Kamis, Tanggal 11 April 2013 di aula kantor UPTD DIKNAS, sedangkan Dapil IV dilaksanakan pada hari Sabtu, Tangga 13 April 2013 kantor Kecamatan Balanipa.

Pada temu konstituen tersebut dihadiri oleh beberapa anggota DPRD Kab. Polewali Mandar. Dapil I dihadiri oleh 3 anggota DPRD yaitu Muhiddin Mochtar, M. Fariduddin dan Jamar Jain Badu, Dapil III 4 anggota DPRD yaitu Abdul Rahim, Rahmadi Anwar, Hj. Nuraliyah dan H. Muh Amin, Dapil II dihadiri oleh A. Mappangara dan Ir, H. Latif Abbas, sedangkan Dapil IV dihadiri oleh 3 anggota DPRD,2 anggota DPRD kab. Polewali Mandar yaitu Busman. M. Yunus dan Syamsul Samad dan 1 anggota DPRD Provinsi yaitu Ajbar.

Peserta yang hadir mengikuti temu konstituen tersebut merupakan perwakilan dari masing-masing 4 dapil. Dapil I dihadiri 66 orang peserta, Laki-laki 29 orang dan perempuan 37 orang, Dapil III dihadiri oleh 70 peserta, laki-laki 43 orang dan perempuan 27 orang, Dapil II dihadiri oleh 67 orang peserta, laki-laki 38 orang dan perempuan 29 peserta,dan Dapil IV dihadiri oleh 74 orang, laki-laki 40 orang dan perempuan 34 orang. Peserta 4 dapil yang hadir tersebut merupakan perwakilan dari beberapa unsure yaitu tokoh agama, tokoh masyarakat, URT, mahasiswa dan pelajar, kepala desa dan lurah, PKK, tokoh pemuda, PNPM, LSM/media radio dan cetak, guru, anggota BPD, setrawan, kepala UPTD PKM, tokoh perempua, basis/relawan desa, jaringan perempuan Kab. Polewali Mandar dan Camat.

Yang menjadi perbincangan pada pelaksanaan temu konstituen tersebut adalah, pada Dapil I Jamar Jasin Badu, S.Sos selaku wakil DPRD Kab. Polewali Mandar menjelaskan terkait dana aspirasi yang menurutnya tidak boleh diterapkan karena tidak ada dasar hokum atau paying hukumnya, yang harus dilakukan bagaimana mengawal kebutuhan masyarakat melalui sitem perencanaan yaitu musrenbang. Yang kedua adalah baimana sulitnya partai mencari Caleg perempuan yang memenuhi standar kualifikasi dari aspek kualitas dan SDM.

Berbeda dengan M. Fariduddin Wahid selaku Ketua Komisi I menjelaskan terkait proporsi APBD Kab. Polewalai Mandar Tahun 2013 yang berkisar 802 M, Belanja pegawa hamper 70 % yang khusus untuk menggaaji pegawai yang berjumalh 7300 orang, belanja barang dan jasa sekitar 123 M dan belanja yang bisa dirasakan langsung oleh masyarakat yaitu belanja modal yang juga sekitar 134 M yang dibagi ke 167 dea/kelurahan, dari proporsi APBD 2013 menurutnya sudah mengakomodir  dan sudah ada keberpihakan terhadap kebutuhan perempuan dan kemiskinan. Amanah yang dituangkan dalam UUD 45 yaitu cerdaskan rakyat, sehatkan rakyat dan sejahterakan rakyat, hal lain yang disampaikan bahwa kelemahan selama ini masih kurangnya koordinasi yang baik antar DPRD kab, Provinsi dan Pusat yang berdampak terhadap tumpang tidihmya program/kegiatan.

Tanggapan dari peserta beraneka ragam seperti Kepala Desa Mammi mengatakan temu konstituen harus dilaksanaka disetiap kecamatan secara merata, persentase anggaran yang berpihak kepada perempuan dan masyarakat miskin, Camat Anreapi mengatakan desa Pappandangan adalah salah satu desa layak anak, akan tetpi masih banyak anaka yang belum memiliki akte kenal lahir, sementara anaka yang berusia 1 tahun keatas harus melalui pengadilan hal tersebut akan memeberatkan masyarakat, sedangkan peserta lain menanyakan tentang persoalan anak putus sekolah, hak-hak politik perempuan, penerimaan cpns harus rasional, kemiskinan, kesehatan, pendidikan dan musrenbang.

Permasalahan yang mengemuka pada Dapil III antara lain keluhan masyarakat tentang Raskin yang sangat jauh dari layak konsumsi. Menanggapi itu, anggota DPRD, Rahmadi mengatakan bahwa DRPD sudah melakukan RDP dengan pihak Bulog.  penjelasan pihak Bulog bahwa mereka sudah melakukan pemeliharaan beras sesuai standar internasional. Hal ini menjadi pertanyaan mengapa kualitas Raskin yang diterima oleh masyarakat sangat buruk ( berbau dan berwarna kekuningan), jika memang sudah dilakukan pemeliharaan sesuai aturan.

Tentang proses prioritas usulan musrenbang, kembali menjadi sorotan. Tidak maksimalnya sosialisasi awal ke masyarakat terkait renstra SKPD. Inovasi Forum SKPD dengan sistem Desk juga ternyata bagi sebagian masyarakat belum menjadi terobosan yang mempengaruhi akan terakomodirnya usulan mereka.

Pada Dapil II yang menjadi pembicaraan adalah pembangunan yang tidak merata menyentuh masyarakat khususnya terkait jalan, kebersihan, jamkesmas yang belum merata pembagiannya, usulan musrenbang yang tidak terealisasi, pungutan yang masih ada disekolah terkait denmgan pembelian buku,  Fungsi pengawasan DPRD sangat kurang, Penguatan pendidikan politik masyarakat yang harus dimaksimalkan, penempatan tenaga kesehatan dan pendidik.

Sedangkan pada Dapil IV, persoalan yang mengemuka adalah peningkatan alokasi anggaranbagi perempuan Perempuan dan kelompok miskin, program aspirasi DPRD,  Pola pembangunan berbasis partisipatif, realisasi pembangunan harus memperhatiakn Muatan RPJMDes di amsing-masing desa karena banyak realisasi pembangunan tetapi tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat, program pembinaan perempuan, program bedah rumah, pemberian bantuan kepada nelayan,  Jalan dan pembuangan sampah, bahkan ada yang menanyakan gaji sebagai anggota DPRD.

Terkait dengan permasalahan yang menguat dalam temu konstituen, anggota DPRD akan melakukan koordinasi dengan semua pihak yang terkait untuk mengklarifikasi semua aspirasi measyarakat tersebut agar di cari soslusi dan dapat diselesaikan.

Selama tiga hari sejak tanggal 13 sampai 15 Maret 2013, diadakan kegiatan Monitoring dan Evaluasi (Monev) terkait program tata kelola anggaran yang berpihak kepada perempuan dan kelompok miskin di Kabupaten Mamuju, kerja sama Swadaya Mitra Bangsa (YASMIB) Sulselbar dengan The Asia Foudation (TAF) yang didukung oleh Canadian International Development Agency (CIDA).

Monitoring dan Evaluasi ini sebagai wahana untuk mendengar dan menyaksikan sekaligus sharing antara stakeholder se-kabupaten Mamuju dengan perwakilan TAF & Seknas Fitra terkait program B3WP yang telah berjalan selama ± 2 tahun di Sulawesi Barat dan Kabupaten Mamuju pada khususnya. 

Adapun pokok bahasan utama dalam monev kali ini diantaranya adalah ukuran keberhasilan yang dirasakan oleh masyarakat dan pihak pemerintah sebagai mitra YASMIB dalam program B3WP tersebut, disamping itu pembahasan kemudian mengerucut kepada sejauhmana peran dan partisipasi stakeholder se-Kabupaten Mamuju serta harapan-harapan untuk maksimalisasi program B3WP dimasa mendatang.

Tim Monev dari Seknas Fitra yang hadir diantaranya adalah Hesty Dwiwanti P, Abd.Waild dan Yenny Sucipto, sedangkan perwakilan The Asia Foundation (TAF) adalah Indry Madewa. Mereka didampingi secara langsung oleh Direktur Eksekutif YASMIB (Abd.Azis Paturungi), Direktur Program (Rosniaty Azis), Koord.Wilayah Sulbar (Masitha), Penanggung Jawab Program B3WP Kab.Polman (Abd.Rahmat), Koord.Riset, Advokasi & Kebijakan Publik (Bambang SP), beberapa staf, Volunteer dan Jaringan Perempuan Sulbar.

Kegiatan Monev diawali di Kabupaten Polman sejak tanggal 13 Maret 2013 dengan menghadirkan serta mendengarkan laporan hasil kegiatan dari program B3WP beberapa pihak yang menjadi mitra kerja YASMIB, diantaranya adalah: DPRD Polman, Bappeda plus Focal-Point Pokja PUG Kab.Polman, Jaringan Perempuan Polman, dan CSO se-Polman.

Dari monev tersebut, disimpulkan bahwa program B3WP yang telah berlangsung selama dua tahun sangat bermanfaat bagi tata kelola anggaran di beberapa SKPD yang telah didampingi oleh YASMIB. Namun, yang menjadi catatan penting adalah proses pendampingan dan fasilitasi kegiatan yang dilakukan oleh YASMIB harus juga direplikasikan ke beberapa leading sectoral lainnya se kabupaten Polman, sehingga tercipta sinergitas pengelolaan anggaran yang berperspektif gender dan pro rakyat miskin secara komprehensif. Dalam sambutan penutup Tim Monev dari Seknas Fitra (Abd.Waild) dikatakan bahwa capaian standar kegiatan B3WP di Kabupaten Polman telah memuaskan, sehingga komitmen untuk menerapkan perencanaan dan penganggaran yang berperspektif gender sudah harus menjadi suatu gerakan bersama dalam pembangunan daerah Polman saat ini. Mengapa demikian, sebab telah disadari bersama bahwa pengintegrasian gender merupakan strategi untuk mengurangi kesenjangan partisipasi dan kontrol dalam pengambilan keputusan dan pemanfaatan hasil pembangunan yang adil antara perempuan dan laki-laki.

Selanjutnya Direktur Program YASMIB Sulselbar (Rosniaty Azis) juga menambahkan bahwa, pengarusutamaan gender (PUG) sebagai isu sektoral di Polman merupakan strategi untuk mencapai kesetaraan dan keadilan gender itu sendiri. Perencanaan dan penganggaran yang Responsif Gender (PPRG) telah menjadi formulasi ampuh untuk mengimplementasikan PUG secara lebih efektif dan efisien serta berkeadilan bagi masyarakat Polman sejak hadirnya Program B3WP tersebut.

Selanjutnya, tim Monev melakukan kegiatan yang sama di Kabupaten Mamuju sejak tanggal 14 – 15 Maret 2013. Adapun pihak-pihak yang dilibatkan diantaranya adalah DPRD Mamuju, Bappeda plus Focal Point pokja PUG Mamuju, Dinas Kesehatan, DPRD Kab.Mamuju, CSO se-Kab.Mamuju, dan Aktivis Jaringan Perempuan Mamuju.

Pada monev di DPRD Mamuju tersebut, diikuti oleh belasan anggota dewan dari berbagai fraksi dan komisi yang langsung dipimpin oleh Ketua DPRD Kab.Mamuju H. Sugianto. Dalam sambutannya, beliau mengatakan bahwa antara DPRD – PEMDA dan YASMIB sejak tanggal 25 Juli 2011 telah membuat nota kesepahaman bersama (MoU) tentang perwujudan perencanaan dan penganggaran yang berpihak pada pengentasan kemiskinan dan kesetaraan gender sebagai bagian dari upaya percepatan penanggulangan kemiskinan di Kabupaten Mamuju. Sehingga, dari MoU inilah menjadi payung resmi bagi YASMIB menjadi lembaga yang dapat memberikan asistensi dan advokasi khususnya yang terkait dengan proses perencanaan APBD yang pro-poor dan responsif gender sesuai dengan target B3WP tersebut. 

 
Di akhir sambutan ketua DPRD, beliau meminta kesediaan YASMIB selaku mitra Pemerintah khususnya bagi DPRD Mamuju untuk tidak segan-segan memberikan masukan konstruktif, baik secara langsung maupun lewat surat aspirasi. Dan alangkah baiknya manakala pada setiap rapat dan kegiatan YASMIB yang melahirkan rekomendasi strategis untuk program B3WP dan masyarakat secepatnya ditembuskan ke tiap komisi terkait khususnya untuk pimpinan dewan.

Dihadapan puluhan aktivis Jaringan Perempuan Mamuju, Indry Madewa dari perwakilan The Asia Foundation (TAF) mengemukakan bahwa apa yang dilakukan oleh teman-teman jaringan perempuan Mamuju dengan senantiasa mengawal proses perencanaan pembangunan mulai dari tingkat desa hingga kabupaten yang akan berlangsung beberapa hari mendatang, adalah manifestasi dari sikap kepedulian untuk mengawal anggaran pembangunan daerah agar mainstreamnya senantiasa tertuju kepada kepentingan rakyat miskin dan kesetaraan gender. Hal tersebut penting, mengingat urgensi pengintegrasikan aspek gender contohnya ke dalam proses perencanaan, penganggaran, dan pelaksanaan, serta monitoring dan evaluasi diharapkan dapat memberikan manfaat secara adil bagi perempuan dan laki-laki dalam semua bidang pembangunan di Kabupaten Mamuju. Olehnya itu, semangat perjuangan teman-teman Mamuju harus tetap terjaga dan jangan pernah berhenti untuk mengadvokasi kepentingan masyarakat yang menjadi skala prioritas di wilayahnya masing-masing. Segala bentuk kekurangan dan hal-hal yang belum tersentuh dalam program B3WP yang dijalankan oleh YASMIB, kedepan harus menjadi catatan tersendiri bagi YASMIB untuk diimplementasikan semaksimal mungkin, dan juga mendesign strategi advokasi baru yang disesuaikan dengan tingkat kebutuhan obyek dampingan serta perubahan sosial di Kabupaten Mamuju.

Di sela-sela akhir acara, Direktur Eksekutif YASMIB Sulselbar (Azis Paturungi) mengatakan bahwa kehadiran Program B3WP di Sulbar selama ± 2 tahun terakhir ini telah banyak memberi angin perubahan dan membuka cakrawala berpikir segenap stakeholder Provinsi Sulawesi Barat, meskipun masih terdapat kekurangan pada beberapa hal yang mendasar, namun Insya Allah dapat ditaktisi oleh tim program YASMIB secepatnya.

Pada 11 Maret 2013 Pemerintah Kota Makassar mengadakan forum mediasi antara YASMIB Sulawesi dengan beberapa SKPD lingkup Kota Makassar, terkait pelaksanaan program uji akses dokumen yang diselenggarakan oleh YASMIB Sulawesi dengan dukungan lembaga donor Ford Foundation dan Sekretariat Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Seknas FITRA), yang mengalami hambatan soal akses dan informasi.

Forum mediasi diinisiasi oleh YASMIB (Swadaya Mitra Bangsa) Sulawesi dalam bentuk re-sosialisasi Memorandum of Understanding (MoU) antara YASMIB Sulawesi dengan Pemerintah Kota Makassar tentang perwujudan perencanaan dan penganggaran yang berpihak pada pengentasan kemiskinan dan kesetaraan gender sebagai bagian dari upaya percepatan penanggulangan kemiskinan di Kota Makassar.

Mediasi yang dipimpin langsung oleh Agar Jaya selaku Sekretaris Daerah Kota Makassar dan Ismail Hajiali selaku Sekretaris Bappeda Kota Makassar. Dalam forum tersebut hadir beberapa perwakilan SKPD yakni H.M.Se’re (Dinas Kesehatan), Fuad Azis (Dinas Pekerjaan Umum), Nurdin R ( Dinas Pendidikan), H.Nur Kamarul (Sosbud Bappeda), Ahdi Abidin dan Ardi Yusuf (Bag. Keuangan).

Menurut Agar Jaya selaku Sekertaris Daerah Kota Makassar, kami sangat ingin terbuka dalam hal dokumen perencanaan. Akan tetapi ada banyak oknum dari luar pemkot (lsm) yang belum bisa membaca dan mengkaji dokumen perencanaan tersebut dan mereka sering mengekspose ke media padahal mereka belum mengerti.

Sebagai contoh, pada tahun 2011 yang lalu, program pengadaan parfum ruangan dengan nilai Rutusan Juta, salah satu oknum LSM tersebut mengatakan itu adalah pengadaan parfum Walikota, hal seperti itulah yang membuat kami traumatik. Jadi pada intinya kami (pemkot Makassar) bersedia memberikan dokumen-dokumen yang dibutuhkan oleh rekan-rekan NGO/LSM tersebut asalkan kami dari pemkot juga mengetahui mau diapakan dokumen tersebut agar tidak terjadi lagi kesalahpahaman yang dapat memperburuk citra pemerintah. Dan melalui forum ini pula, kami tegaskan kepada jajaran SKPD yang hadir untuk bekerjasama dengan pihak YASMIB Sulselbar dalam pemberian informasi dokumen publik yang diinginkan.

Dalam penjelasan Bambang Sampurno (koord. Advokasi Program YASMIB Sulawesi) bahwa mediasi yang diadakan ini adalah ingin memberikan sosialiasi ulang kepada segenap SKPD yang belum mengetahui tentang adanya nota kesepahaman yang telah dijalin bersama antara Pemkot Makassar dan YASMIB Sulawesi sejak tahun 2010 yang lalu tentang perlunya implementasi penyelenggaraan pemerintahan yang transparan dan akuntabel dengan menerapkan prinsip transparansi khususnya dalam hal akses dokumen publik bagi siapa saja anggota masyarakat maupun kelompok masyarakat sipil lainnya. Tujuan akhir dari pertemuan ini adalah agar jajaran SKPD yang hadir pada pertemuan ini dapat memahami posisi YASMIB Sulselbar sebagai mitra bagi Pemkot Makassar didalam mengawal kebijakan anggaran bagi masyarakat miskin dan kesetaraan gender.

Musrenbang tingkat Kecamatan Makassar, digelar pada hari ini, Senin, 4 Maret 2013 di Aula Kantor Kecamatan Makassar lt.III Jl. Gunung Nona No.1. Musrenbang kali ini dihadiri oleh seluruh stakeholder yang berkepentingan se-Kecamatan Makassar seperti Camat Makassar, Ketua FK LPM Kec. Makassar, para Lurah se-Kec. Makassar, para Ketua LPM se-Kec. Makassar, Tokoh Agama, Tokoh Masyarakat, Tokoh Perempuan, Tokoh Pemuda, Kader PKK dan Posyandu.

Musrenbang tingkat kecamatan Makassar ini juga dihadiri dan dibuka oleh Walikota Makassar yang diwakili oleh Staf Ahli Bidang Pemerintahan (Drs. Mustari AB), Kepala Bappeda Kota Makassar H. Ibrahim Saleh dan Sekretaris Bappeda Ismail Hajiali.

Dalam sambutan walikota yang dibacakan oleh Staf Ahli Walikota, beliau hanya berpesan bahwa berdasarkan Peraturan Mendagri no.8 tahun 2008 tentang tata cara pelaksanaan Musrenbang serta Perwali 53 Tahun 2012, maka musrenbang harus dilaksanakan dengan baik dan utamanya harus melibatkan seluruh komponen masyarakat serta pemangku kebijakan mulai dari tingkat kelurahan hingga tingkat kota nantinya.

Olehnya itu terdapat perubahan paradigma Musrenbang untuk saat sekarang ini tidak lagi bersifat Top-Down, melainkan Bottom-Up, dalam artian seluruh usulan program yang berskala prioritas dan pelaksanaannya harus melibatkan komponen masyarakat setempat. Selanjutnya, untuk program yang berskala prioritas, Insya Allah minimal 80 % akan diakomodir sepenuhnya karena telah mendapatkan prioritas anggaran yang bersumber dari APBD Kota Makassar untuk tahun anggaran 2014. Dan ini menjadi fokus Pemkot Makassar didalam memberdayakan dan mensejahterakan masyarakatnya.

Disamping itu, Pemkot melalui BPM juga akan mencairkan dana hibah kepada 143 LPM se-Kota Makassar sebesar 50 Juta. Diharapkan dari dana hibah ini dapat dimanfaatkan dengan baik oleh LPM berupa program bantuan kepada masyarakat yang membutuhkan dalam bentuk program pemberdayaan ekonomi mikro. Hal ini dilakukan agar masyarkat dapat mandiri dan mengurangi angka kemiskinan di Kota Makassar.

Sebagai penutup sambutannya, Walikota Makassar melalui Staf Ahli Walikota (Drs. Mustari AB) membuka Musrenbang tingkat Kecamatan Makassar secara resmi, dengan harapan bahwa Musrenbang ini akan berlangsung secara efektif dan sesuai dengan regulasi yang telah disebutkan sebelumnya.

Dalam sambutan Dr. Sultan, M.Si selalu ketua panitia pelaksana disebutkan bahwa hasil Musrenbang tingkat Kelurahan yang telah berada di Tim Perumus, akan dikaji dengan seksama dan utamanya yang bersifat fisik maka akan ditinjau langsung dengan melibatkan unsur pemerintah dalam hal ini Bapak Camat Makassar. Hal ini dilakukan karena problem yang seringkali muncul pada usulan program yang bersifat fisik di Kec.Makassar ini adalah masalah tidak terintegrasinya program antar kelurahan.

Olehnya itu, sebagai contoh jika program seperti Normalisasi Drainase saja tidak terintegrasi dengan baik antar kelurahan, maka dapat dipastikan akan terjadi ketimpangan karena tidak berlangsung serempak dan berkesinambungan.

Dalam pantauan kami, Musrenbang tingkat Kecamatan Makassar ini, tak satupun legislator dari daerah pemilihan ini (dapil 1) yang hadir. Dan hal itu sangat disesalkan oleh seluruh peserta Musrenbang karena, menurut informasi dari ketua LPM Bara-Baraya Selatan (Saing Burhan, SE, MM).

“momentum Musrenbang inilah sebagai forum aspirasi kepada para wakil mereka di dewan, agar supaya seluruh usulan konstituen yang bersifat prioritas harus dikawal dan ditetapkan dengan baik. Namun, beliau tak menampik bahwa ketidakhadiran unsur legislator dari dapil 1 ini karena adanya politisasi usulan program yang akan dititikberatkan pada satu kecamatan saja, tanpa melihat usulan prioritas dari kecamatan yang lain. Sikap sektarian dan pilih-kasih seperti yang dinampakkan oleh legislator tersebut tidak mencerminkan mereka sebagai wakil rakyat dari dapil 1 yang membawahi tiga kecamatan (Makassar, Ujung Pandang, dan Rappocini), seharusnya prinsip akomodatif dan kesetaraan harus senantiasa menjadi prioritas utama”.

Musrenbang tingkat Kecamatan Makassar berakhir dengan menetapkan tim perumus yang bertugas merumuskan kembali usulan per-kelurahan berdasarkan skala prioritasnya masing-masing serta mengawalnya hingga Musrenbang tingkat Kota Makassar nantinya.

Adapun nama-nama tim perumus tersebut, yakni:

1. Dr. Sultan, M.Si

2. Ir. M. Arief Saleh

3. Drs. Amirullah, SH, MH

4. M. Nur Ali Tunru

5. Drs. Tommy Hady, M.Pd Menjadi catatan kami (YASMIB) dalam pelaksanaan Musrenbang tingkat Kec.Makassar ini, diantaranya adalah:

  1. Usulan program dari LPM tingkat kelurahan se-Kec.Makassar didominasi kegiatan fisik, seperti: Normalisasi Drainase, Pengaspalan Jalan, Renovasi Bangunan, dan sebagainya.

Padahal berdasarkan regulasi yang ada, masyarakat melalui LPM dalam membuat program harus memperhatikan lima kebijakan, yakni kebijakan pertama tentang peningkatan SDM, kebijakan kedua tentang pengembangan tata ruang dan lingkungan, kebijakan ketiga tentang penguatan struktur ekonomi, kebijakan keempat tentang desentralisasi penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan bebas korupsi, kebijakan kelima tentang penegakan hukum dan hak asasi manusia. Sehingga pagu 1 miliar/kelurahan yang direncanakan oleh Pemkot pada tahun 2014 dapat terdistribusi dengan baik di lima kebijakan tersebut.

  • Forum Musrenbang Kecamatan Makassar, tidak mengakomodir unsur perempuan dalam tim perumus/delegasi pada Musrenbang Tingkat Kota yang akan dijadwalkan berlangsung pada tanggal 27 Maret 2013 nanti. Jika berdasarkan perwali 53 tahun 2013, tim perumus yang dibentuk harus mengikutsertakan unsur perempuan sebanyak 30 persen dari lima kuota tim perumus, jadi minimal terdapat satu orang yang mewakili unsur perempuan pada tim tersebut.
  • Musrenbang seharusnya ditutup dengan penandatanganan dan pembacaan Berita Acara pelaksanaan Musrenbang tingkat Kecamatan oleh seluruh perwakilan serta pemangku kepentingan di Kecamatan Makassar, namun hal itu tidak dilakukan dan nampaknya Draft Berita Acara tersebut tidak disiapkan oleh Panitia Pelaksana.

Sebagai bagian dari proses perencanaan pembangunan daerah, maka forum SKPD se-Kota Makassar digelar di Hotel Asyra pada hari ini dan dibuka secara langsung oleh Bapak Walikota Makassar Dr. Ir. Ilham Arief Sirajuddin, MM. Ikut mendampingi Walikota Makassar adalah para staf ahli seperti Prof.Dr.H.A.Muin Fahmal, MH, Prof. Dr.Ir.H.Ananto Yudono, M.Eng, Dr.H.Madjid Sallatu, MA, Dr.H.M.Anis Zakaria Kama, M.Si,MH, dan jajaran pejabat lingkup Pemerintah Kota Makassar.

Dalam sambutan Bapak Walikota Makassar, dikatakan bahwa forum SKPD ini diharapkan mampu menjadi jembatan yang baik dalam rangka menuju maksimalisasi program prioritas pada Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) tingkat Kota Makassar yang beberapa hari kedepan akan diselenggarakan. Forum ini sangat penting, sebagai proses dan pelaksanaan hak dan kewajiban sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah berdasarkan asas-asas kepemerintahan yang baik (Good Governance). Terselenggaranya good governance, merupakan prasyarat bagi setiap pemerintahan dalam upaya mencapai tujuan dan cita-cita bangsa dan negara serta aspirasi masyarakat.

Olehnya itu, untuk mewujudkan hal tersebut, diperlukan adanya suatu perencanaan dan pertanggungjawaban yang tepat, jelas, terukur dan dapat dipercaya (legitimate), sehingga penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan serta pemberian pelayanan umum kepada masyarakat dapat berjalan secara berdayaguna, berhasil guna, bersih dan bertanggung jawab.

Pada sesi diskusi tentang capaian RPJMD Tahun 2009-2014 terhadap Renja tiap SKPD, Pemerintah Kota Makassar melalui Asisten 1 pertama-tama menyatakan bahwa Undang-Undang No.25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional mengamanatkan bagi pemerintah daerah untuk menyusun RPJMD. RPJMD tersebut selanjutnya akan menjadi pedoman bagi Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dalam menyusun dokumen Rencana Strategis (Renstra) SKPD.

Untuk pelaksanaan lebih lanjut, RPJMD tersebut nantinya akan dijabarkan ke dalam Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) sementara untuk Renstra SKPD dijabarkan ke dalam Renja SKPD.

Selanjutnya, Ismail Hajiali selaku Sekretaris Bappeda Kota Makassar menambahkan bahwa forum SKPD ini jangan sampai kehilangan arah dalam pelaksanaannya.

“Untuk itu diperlukan pemantapan dan pemahaman yang serius terhadap proses perencanaan, penganggaran, pelaksanaan hingga pengendalian dan evaluasi pembangunan daerah,” tambahnya.

Ia juga menyampaikan, harus diakui bahwa perencanaan kegiatan pembangunan yang kita lakukan belum akurat, penganggaran belum mencerminkan prinsip anggaran berbasis kinerja, pelaksanaan kegiatan masih belum optimal, pelaporan kegiatan masih lemah dan evaluasi kegiatan pembangunan belum berjalan sebagaimana mestinya.

Berbagai permasalahan tersebut, sangat menghambat kegiatan pembangunan daerah. Untuk itu sebagai pedoman dalam rangka terwujudnya sinergi antar dokumen perencanaan tersebut, Pemerintah Kota Makassar saat ini telah memiliki Peraturan Walikota Nomor 53 Tahun 2012 tentang Tahapan, Tata cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah.

Dalam laporan hasil capaian RPJMD Kota Makassar tahun 2009-2014 terhadap Renja yang dibacakan per-SKPD, disimpulkan untuk saat ini berjalan dinamis, meskipun pada tataran implementasi level SKPD khususnya Kecamatan, seringkali masih terdapat ketidakpahaman akan makna dari Perwali no.77 Tahun 2006. Hal ini mengemuka pada sesi diskusi, dimana beberapa Camat masih mengakui ketidakpahaman tentang makna dan implementasi dari Perwali no.77 Tahun 2006 di wilayahnya masing-masing. Beberapa camat tersebut diantaranya meminta agar perlunya revisi perwali no.77 tahun 2006 tersebut sehingga dipertajam dari sisi tupoksinya.

Sebagai rangkaian hasil akhir dari forum SKPD ini, Asisten 1 Pemkot Makassar dan Kepala Bappeda Kota Makassar memberikan penekanan, pertama adanya sebuah wadah komunikasi tingkat SKPD se-Kota Makassar yang disebut dengan peristilahan “Klinik SKPD”, dimana fungsinya adalah sebagai medium komunikasi antar SKPD tentang pelaksanaan program yang sedang dan akan dijalankan. Dari klinik ini setiap program SKPD masing-masing akan dikroscek dan dimatangkan untuk kemudian disinergikan dengan leading sektor lain. Kedua, mengharapkan kepada seluruh SKPD untuk memberikan target pencapaian pada tiap program yang termaktub nanti pada RPJMD. Sehingga itulah yang akan menjadi bahan dari Klinik untuk perbaikan dan penyempurnaan program pembangunan kota Makassar.

YASMIB (Swadaya Mitra Bangsa) Kerja sama dengan Seknas Fitra dan Pemkot Makassar atas dukungan Ford Foundation memantau Pelaksanaan Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) Tingkat Kecamatan Rappocini yang digelar di Hotel Hertasning Kota Makassar. Musrenbang kali ini dihadiri oleh seluruh stakeholder yang berkepentingan se-Kecamatan Rappocini seperti Camat Rappocini, Ketua FK LPM Kec.Rappocini, para Lurah se-Kec.Rappocini, para Ketua LPM se-Kec.Rappocini, Tokoh Agama, Tokoh Masyarakat, Tokoh Perempuan, Kader PKK dan Posyandu, dan juga Tokoh Pemuda.

Musrenbang tingkat kecamatan Rappocini ini juga dihadiri oleh Kepala Bappeda Kota Makassar H. Ibrahim Saleh dan Sekretaris Bappeda Ismail Hajiali.

Musrenbang dibuka atas nama Walikota Makassar yang diwakilkan kepada Asisten IV Pemkot Makassar (Dra.Sittiara Kinang). Dalam sambutannya, beliau memohon maaf dan berhalangan hadir karena sedang melaksanakan ibadah Umrah. Beliau hanya berpesan, agar dalam proses Musrenbang ini, semua usulan warga yang menjadi skala prioritas sejak Musrenbang tingkat Kelurahan harus diutamakan. Sebab, Pemkot Makassar untuk tahun anggaran 2014 nanti akan mengucurkan anggaran pembangunan se-Kota Makassar sebanyak 1 Miliyar per-kelurahannya. Olehnya itu, anggaran sebanyak ini harus dimaksimalkan dan dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya semua masyarakat, agar visi pembangunan yang berbasis kerakyatan betul-betul nyata hadir ditengah-tengah kehidupan kita.


5 Kebijakan dan ultimanun LPM

Dalam sambutan ketua panitia pelaksana disebutkan bahwa proses Musrenbang yang dimulai pada tingkat Kelurahan telah berlangsung sejak tanggal 28 Januari hingga 8 Februari 2013 telah berhasil merumuskan beberapa program kegiatan yang menjadi skala prioritas warga se-Kecamatan Rappocini berdasarkan perwali no.53 tahun 2012 yang terdistribusi pada lima kebijakan diantaranya, yakni kebijakan pertama tentang peningkatan SDM, kebijakan kedua

tentang pengembangan tata ruang dan lingkungan, kebijakan ketiga tentang penguatan struktur ekonomi, kebijakan keempat tentang desentralisasi penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan bebas korupsi, kebijakan kelima tentang penegakan hukum dan hak asasi manusia.

Dalam pantauan kami, Musrenbang tingkat Kecamatan Rappocini ini dihadiri pula oleh dua politisi/legislator Kota Makassar, yakni Ir. Farouk M Betta, MM dan Legislator PKS Mudzakkir Ali Jamil, dalam kapasitas sebagai wakil rakyat dari dapil 1 (Rappocini, Makassar, dan Ujung Pandang). Hal ini tidak disia-siakan oleh peserta Musrenbang yang rata-rata adalah para ketua dan sekretaris LPM dengan membacakan pernyataan sikap bersama, dimana intinya adalah segenap Ketua LPM dan stakeholder kecamatan Rappocini sangat berharap kepada kedua legislator tersebut untuk mengawal usulan prioritas programnya dengan maksimal. Yang menarik dan mungkin sedikit menggelikan karena dalam bait akhir pernyataan sikap tersebut, disebutkan bahwa apabila usulan dan pernyataan sikap itu tidak diindahkan, maka warga se-Kecamatan Rappocini tidak segan-segan akan mengevaluasi arah dukungan mereka kepada semua legislator dari dapil 1 itu.

Alotnya penentuan Tim perumus

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional: bahwa pemerintah daerah wajib Menyusun Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) yang berfungsi sebagai dokumen perencanaan daerah untuk periode 1 (satu) tahun. Selanjutnya Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah juga merupakan kerangka dasar otonomi daerah yang salah satunya mengamanatkan dilaksanakannya perencanaan pembangunan dari bawah secara partisipatif. Olehnya itu, Pemerintah Kota Makassar telah mengeluarkan sebuah regulasi berupa Perwali No.53 Tahun 2012 yang menjadi petunjuk teknis pelaksanaan Musrenbang mulai dari tingkat Kelurahan, Kecamatan, Forum SKPD, dan tingkat Kota Makassar.

Salah satu point yang mengatur tentang Tim Perumus/Delegasi Musrenbang mulai dari tingkat Kelurahan, Kecamatan dan Kota pada Perwali Makassar 53/2012 tersebut, adalah bahwa jumlah Tim Perumus/Delegasi sebanyak lima orang dengan keterwakilan unsur perempuan sebanyak 30% atau minimal satu orang.

Pada forum Musrenbang tingkat Kecamatan Rappocini ini, penentuan bakal tim Perumus/Delegasi yang akan mewakili pada forum Musrenbang tingkat Kota nanti, nampak lebih alot daripada pembahasan usulan program prioritas. 

Hal ini didasarkan karena tiap LPM sangat mengiginkan usulannya dapat terealisasi hingga pada forum Musrenbang Kota Makassar. Disamping itu, LPM juga mempunyai kepentingan besar agar usulan program prioritasnya masing-masing, tidak tereliminir oleh kelurahan lainnya. Berdasarkan kondisi tersebut, maka tarik-ulur usulan nama tak terelakkan lagi,

sehingga forum Musrenbang sempat diskors beberapa menit sambil peserta dipersilahkan untuk bermusyawarah menentukan lima orang yang dianggap mewakili kepentingan 10 LPM se-Kecamatan Rappocini tersebut.

Akhirnya, Musrenbang tingkat Kecamatan Rappocini berakhir dengan menetapkan tim perumus yang bertugas merumuskan kembali usulan per-kelurahan berdasarkan skala prioritasnya masing-masing serta mengawalnya hingga Musrenbang tingkat Kota Makassar nantinya. Adapun nama-nama tim perumus tersebut, yakni:

  1. H Bakri,
  2. A.Mallombassi H,
  3. Iswan S.Utomo,
  4. D.Ramschie, dan
  5. Rina Meisari.

Dari kelima tim perumus/delegasi tersebut, ditetapkan pula bahwa seluruh ketua LPM se-Kecamatan Rappocini dapat memberi masukan dan data guna melengkapi usulan prioritas warga sebelum dibawa ke forum Musrenbang tingkat Kota Makassar. Sementara hasil musrenbang tingkat kelurahan yang sebelumnya telah diserahkan kepada Ketua Forum Komunikasi (FK) LPM se-Kecamatan Rappocini, juga masih akan mendapatkan penanganan khusus (perbaikan) dari tim perumus. Sebagai bagian akhir dari proses Musrenbang, maka amanat perwali 53 tahun 2012 menetapkan bahwa perlu diadakan Penandatanganan Berita Acara pelaksanaan Musrenbang oleh seluruh pemangku kebijakan dalam hal ini, yakni Camat, Pengurus FK LPM Kecamatan, dan perwakilan unsur/tokoh Masyarakat, Agama, Perempuan, dan Pemuda. Namun hal itu tidak dilakukan, dan setelah Tim YASMIB Sulselbar mencari tahu, ternyata Panitia Pelaksana tidak membuat naskah Berita Acara tersebut karena ketidaktahuan mereka.

Makassar – Pada Sabtu,17 Januari 2013. YASMIB (Swadaya Mitra bangsa) Sulawesi atas dukungan Ford Foundation, bekerja sama dengan Seknas FITRA. Menggelar Pelatihan “Membaca dan menganalisis Anggaran bagi masyarakat sipil” khususnya Mahasiswa.

Pelatihan ini di hadiri beberapa perwakilan Universitas Negeri dan Swasta yang ada di Makassar, training ini dibuka langsung oleh Direktur Eksekutif Yasmib, Abd Azis Paturungi dan di fasilitasi oleh Rosniati selaku direktur Program Yasmib serta Bambang dan Affan Nasir bagian Program dan analisis YASMIB Sulselbar .

Pelatihan ini bertujuan untuk menciptakan masyarakat khususnya mahasiswa agar dapat menganalisis dan membaca dokumen perencanaan dan penganggaran yang bersumber dari uang rakyat (APBD) demi menciptakan kedaulatan atas anggaran khususnya masyarakt sipil.

Pelatihan ini di hadiri 8 perwakilan universitas yaitu Universitas Hasanuddin (UNHAS),Universitas Negeri Makassar (UNM), Universitas Muslim Indonesia (UMI), Universitas Muhammadiyah Makassar (UNISMIH),Universitas Indonesia Timur (UIT), Universitas Veteran Indonesia (UVRI) dan Universitas 45 Makassar (UNIV.45).

Output dari pelatihan ini diharapkan agar masyarakat khususnya mahasiswa dapat menambah pengetahuan dan keterampilan dalam menganalisis dan membaca dokumen perencanaan dan penganggaran yang bersumber dari uang rakyat (APBD), dapat menjadi wadah atau wahana sharing bagi mahasiswa yang dapat turut serta secara aktif memantau anggaran di pemerintahan (Eksekutif dan Legislatif) agar berpihak kepada rakyak misikin (Pro Poor) serta memberikan dampak yang luas secara langsung kepada masyarakat.

Dari keluaran peserta pelatihan tersebut yang terdiri dari utusan dari berbagai Perguruan Tinggi ini, secara otomatis akan menjadi bagian dari Jaringan Pemantau Anggaran (JAMPER) di Kota Makassar dan rencananya akan dilebarkan untuk mengcover hingga wilayah Sulsel. JAMPER tersebut merupakan bentukan dari YASMIB bersama kelompok-kelompok masyarakat sipil yang telah dilatih sebelumnya, dan akan menjadi wadah untuk melakukan pemantauan dan advokasi bersama terhadap perencanaan dan penganggaran serta implementasi dari perencanaan dan penganggaran baik di eksekutif maupun di legislative.

Dari alumni pelatihan ini menyepakati RTL (Rencana Tindak Lanjut) secara bersama, sebagai wujud komitmen dan upaya untuk mempraktekkan muatan materi pelatihan yang ada.

Mamuju — Yasmib Swadaya Mitra Bangsa (Yasmib) Sulselbar atas dukungan The Asia Foundation dan Canadian International Development Agency (CIDA), bekerja sama dengan Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat.

Mengelar Temu Perempuan se-Sulawesi Barat yang diadakan di D’Maleo Hotel. Rabu, 19 Desember 2012.

Pertemuan ini di hadiri berbagi jariangan masyarakat khususnya jaringan perempuan. Temu perempuan ini mambahas berbagai persoalan, khususnya yang terkait dengan isu di sector Pendidikan,Kesehatan,ekonomi ,infrastruktur dan kekerasan terhadap perempuan dan anak.

Acara ini di buka oleh. Asisten II Pemrov Sulbar Ardjuzaan Tamadjoe MM. di hadiri antara lain Ketua DPRD Sulawesi Barat Hamsah Hapati Hasan, dan Novi Anggreani serta Mustafa dari pihak The Asia Foundation, dan Misbahul Hasan dari Seknas Fitra Jakarta.

Pada pertemuan ini mengemuka antara lain bahwa Sulbar sebagai Provinsi yang terbilang masih muda di Indonesia telah mencatat beberapa prestasi pembangunan.

Namun tidak di pungkiri masih terdapat barbagi macam permasalahan pembangunan khususnya yang beririsan langsung dengan persoalan perempuan. Di antaranya masih rendahnya perihal capain MDG’s yang belum sepenuhnya dapat diwujudkan. Diantaranya masih rendanya pelayanan dan perlindungan Ibu dan anak serta penyadangan masalah kesejahteraan social lainnya.

Hal lain masih rendahnya akses dan pelayanan pendidikan anak usia dini, masih di perlukan penuntasan angka buta huruf.

Begitu pin di bidang infrastruktur di bidang ini belum terbangun secara menyeluruh jaringan transportasi. antara wilayah sebaga penunjang kemajuan perekonomian daerah. Di sisi lain masih terbatasnya energy listrik dalam menunjang seluruh aktivitas baik untuk rumah tangga dan industri serta per kantoran. Masalah lain yang masih ramai di rasakan warga adalah akses pada air bersih dan sanitasi yang layak masih belum optimal.

Temu perempuan yang digelar ini merupakan wadah silahturahmi dan berbagi informasi serta pengalaman lintas wilayah di antara kelompok-kelompok perempuan dari lima kabupaten di sulbar. Kegiatan ini di maksudkan antara lain untuk meningkatkan sinergitas jaringan perempuan untuk mendorong kebijakan yang berpihak pada kepentingan perempuan dan masyarakat miskin.

Forum Pertemuan ini didesain dalam bentuk diskusi kelompok. Peserta yang terlibat dala pertemuan ini sebanyak 300 orang.

Diantaranya perwakilan dari jaringan perempuan Polewali Mandar (JP-Polewali Mandar), Jaringan perempuan Mamuju ( JP-Mamuju), Ormas perempuan,akademisi , organisasi profesi,Mahasiswa, dan Pers. Hadir pula perwakilan kelompok perempuan Majene ,perwakilan kelompok perempuan Mamasa, Perwakilan perempuan Mamuju Utar, Tokoh Agama, PNS dan Anggota DPRD dari kalangan perempuan.

YASMIB, Tepatnya tanggal 3 Desember, Dunia sudah meyapakati tentang hari Disabilitas sedunia,dimana konvensi PBB tentang hak penyandang disabilitas, yang juga telah diratifikasi pemerintah RI dengan UU No. 19/2011, mendorong pihak-pihak terkait agar penyandang disabilitas juga mendapatkan haknya untuk berpartisipasi penuh dalam kegiatan di masyarakat.

Para penyandang disabilitas adalah bagian dari masyarakat dunia. Melalui konvensi PBB tentang hak penyandang disabilitas – convention on the rights of persons with disability CRPD, yang juga telah diratifikasi pemerintah RI dengan undang-undang nomor 19 tahun 2011, dunia bergerak ke arah dorongan agar penyandang disabilitas juga mendapatkan hak untuk berpartisipasi penuh dalam kegiatan di masyarakat, termasuk kegiatan pembangunan, sesuai kemampuan masing-masing, sama seperti mereka yang tidak menyandang disabilitas. 

Salah satu contoh, penyandang tunanetra, hingga kini masih belum terpenuhi hak mereka untuk mendapatkan informasi melalui buku, karena buku belum diproduksi dalam format “universal design” yang memungkinkan tunanetra dapat membaca buku secara mandiri. 

Untuk itu, sidang umum World Blind Union – WBU, bersama International Council of Education for People with Visual Impairment – ICEVI beserta seluruh pemangku peran terkait – termasuk Unesco, Unicef, WIPO, DAISY Consortium, dll, di Bangkok pertengahan November lalu mencanangkan gerakan kampanya beskala global bertajuk “right to read” atau “hak untuk membaca”.Gerakan berskala global ini akan memperjuangkan pemenuhan hak tunanetra untuk “membaca buku”, melalui penyediaan buku yang accessible bagi tunanetra baik dalam format tactile – yang diraba – maupun audio – yang didengarkan. Saat ini, peran media massa dalam mempublikasikan persoalan disabilitas – termasuk mereka yang berhasil mencapai prestasi tinggi telah lebih banyak dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. 

Namun, hal ini masih perlu terus dikembangkan dan ditingkatkan.

Menurut laporan WHO yang dikeluarkan pada bulan September lalu, diperkirakan saat ini 20% penduduk dunia adalah penyandang disabilitas, sebagian di antaranya adalah mereka yang menyandang disabilitas karena lanjut usia, – jumlah kelompok ini makin meningkat sejalan dengan makin panjangnya usia harapan hidup manusia. 

CRPD mendefinisikan disabilitas sebagai konsep dinamis, yaitu hasil interaksi antara mereka yang memiliki “impairment – kelemahan fungsi organ tubuh tertentu” dengan sikap masyarakat di sekitarnya/di lingkungannya.Disabilitas akan terjadi jika lingkungan bersikap “kurang atau tidak mendukung” pemenuhan hak penyandang disabilitas yang memiliki kebutuhan khusus.CRPD mengajak masyarakat dunia memaknai disabilitas sebagai bagian dari perbedaan, – sama seperti perbedaan suku, ras, agama, dll. Hanya, perbedaan karena disabilitas berdampak pada timbulnya kebutuhan khusus pada orang yang menyandangnya, dan kebutuhan khusus ini harus dipenuhi oleh lingkungan, baik pemerintah maupun masyarakat.Jika kita mendengar kata “bhineka tunggal ika yang tertera pada lambang negara kita “burung garuda”, kita juga harus memaknai disabilitas bagian dari kebinekaan masyarakat kita.

Pada kesempatan ini,Yasmib Sulawesi dalam hal ini sebagai mitra payung di Sulawesi selatan yang khusus mendampingi Disabilitas di kabupaten Gowa dan bone yang dimana bermitra dengan Kpi Sulawesi selatan dan LPP Boneyang ingin menyemarakkan hari Disabilitas sedunia yang jatuh pada 3 Desember nanti. Partisipasi masyarakat dalam skala lebih luas masih terus diharapkan agar stigma dimasyarakat tentang teman disabilitas sedikit demi sedikit itu hilang, demi terwujudnya masyarakat inklusif, bebas hambatan dan yang berdasar atas hak sebagai warga Negara di Indonesia.