Kopi dan Cerita Indah dari Kahayya

Masih jelas dalam ingatan Martini. Harus keluar dari rumah pukul 02.00 Wita. Turun dari puncak gunung. Menuju pasar yang buka sekali sepekan. Di bawah gunung.

Tidak ada kuda atau kendaraan mesin untuk ditumpangi. Semua dilalui dengan jalan kaki. Menembus belantara hutan dan dinginnya malam.

“Kita harus cepat sampai supaya bisa dapat bahan masak. Sekali beli langsung banyak. Supaya bisa dimakan dalam waktu lama,” kata Martini kepada Blogger dari Kota Makassar.

Martini buru-buru membeli beras, ikan, sayur, dan bermacam rempah di pasar. Karena tantangan berikutnya, harus membawa semua barang tersebut naik gunung. Kali ini, perjuangan Martini tiga kali lebih berat dibandingkan turun gunung.

“Semua barang dipikul atau menjunjung,” katanya.

Cerita Martini masih bisa saya rasakan. Ketika bersama 20 Blogger dari Makassar memasuki perkampungan dalam kawasan hutan lindung, Selasa 19 Desember 2017.

Kendaraan yang ditumpangi berulang kali jalan mundur. Tidak mampu melewati jalan berbatu dengan kemiringan sekitar 45 derajat.

Takut jatuh ke dalam jurang, semua penumpang turun. Mobil kini lebih leluasa mendaki. Sementara rombongan harus berjalan menembus gelap. Bersama kami, Ada Nisa, anak kecil yang masih setia dalam gendongan ibunya. Semangat Nisa… sumber air so dekat..!

Rombongan berangkat dari Kota Makassar, Senin 18 Desember 2017, pukul 17.00. kami tiba pukul 01.00 Wita.

Seperti cerita Martini — kami merasakan dinginnya malam pegunungan. Beberapa kali kami harus berhenti. Memulihkan nafas dan tenaga. Sampai akhirnya tiba di puncak.

“Dulu kami seperti binatang buas. Jalan dengan rumput sampai pinggang,” kata Marsan, Ketua Kelompok Tani Tabbuakkang, Desa Kahayya.

Jalan setapak yang dibuat warga, perlahan sudah diperlebar. Diberi aspal dan beton oleh pemerintah Kabupaten Bulukumba. Meski belum semua jalan mulus.

Terbukanya akses jalan makin membuka mata pemerintah dan masyarakat di luar Desa Kahayya. Banyak sekali potensi sumber daya alam dan sumber ekonomi yang dimiliki desa di puncak gunung ini. Kahayya masuk dalam wilayah Kecamatan Kindang, Bulukumba. Untuk sampai ke sini banyak jalur yang bisa dilalui. Bisa lewat Kabupaten Bantaeng dan Bulukumba.

Bangun pagi di Desa Kahayya. Kami beruntung disuguhkan kopi Kahayya oleh Martini. Istri Kepala Desa yang sejak malam sibuk mengurusi kami sebagai tamu. Semoga kebaikan Ibu Martini dibalas rezki berlimpah, Aamiin.

Kopinya mantap dan pas. Terima kasih sekali lagi Bu..

Minum kopi sembari menyaksikan indahnya barisan pegunungan dikelilingi hijau hutan, kebun kopi, dan kabut tipis. Menghirup udara segar. Rasanya membersihkan semua pikiran buruk selama tinggal di tengah polusi kota.

Sebagai penderita maag, sempat muncul kekhawatiran penyakit ini muncul. Alhamdulillah, selama di Puncak Kahayya, sakit kepala dan mual setiap usai minum kopi tidak terasa. Mungkin karena racikan kopinya dengan keikhlasan dan doa. Agar semua yang berkunjung ke Kahayya datang dan pulang dengan selamat.


Menurut Marsan, Kopi Kahayya pertama kali ditemukan pada tahun 1.714. Penemunya disebut bernama Tongan Daeng Manassa. Ketika itu, Kepala Kampung pertama di Desa Kahayya. Oleh masyarakat, kopi ini dijuluki kopi bugis.

Kenapa pohon kopi bisa tumbuh di Kahayya ? Apakah ini tanaman asli atau endemik ? Menurut Marsan, kemungkinan biji kopi yang tumbuh pertama kali dibawa pedagang dari Arab.

Mereka masuk ke Indonesia dan sampai ke Kahayya saat Kerajaan Gowa dibawah kepemimpinan Sultan Hasanuddin berkuasa. Berdagang sembari menyebarkan Islam.

Dugaan ini sesuai dengan kemiripan bahasa. Bangsa Arab menyebut kopi dengan Kahwa. Masyarakat di Bulukumba menyebut Kaha. Ini pula yang menjadi asal nama Desa Kahayya. Artinya kurang lebih kampung kopi atau tempatnya kopi.

Rahasia nikmatnya kopi Kahayya karena jauh dari pupuk kimia dan pestisida. Masyarakat menanam biji kopi di lereng-lereng gunung. Tanahnya subur karena berasal dari letusan gunung Bawakaraeng. Ribuan tahun yang lampau.

“Hanya tumbuh di Kahayya,” kata Marsan.

Kopi Kahayya sudah dikemas menarik. Diproduksi secara higienis oleh kelompok usaha masyarakat. Menjadi oleh-oleh wisatawan. Bahkan sudah ada yang sampai ke luar negeri.

Tidak hanya biji kopi yang dimanfaatkan warga. Daun kopi pun sudah diseduh menjadi teh daun kopi. Rasanya juga khas. Teh tapi ada aroma kopinya. Enak diminum saat cuaca dingin.

Kopi Kahayya dalam kemasan

Cerita Kopi Kahayya terus menyebar. Bahkan setiap tahun masyarakat gencar mempromosikan kopi ini dengan festival. Namanya : Senandung Kopi Kahayya.

Festival ini mengajak masyarakat, khususnya pecinta kopi datang langsung menikmati kopi di puncak Kahayya. Sembari disuguhkan pertunjukan seni, pembacaan puisi, dan keindahan alam pegunungan Kahayya.

Masyarakat mendapatkan banyak manfaat dari perputaran ekonomi ini. Infrastruktur jalan, sarana pendidikan, dan rumah ibadah telah dibangun. Anak-anak Desa Kahayya juga sudah banyak yang menempuh pendidikan hingga perguruan tinggi. “Semua karena kopi,” kata Martini.

Pemberdayaan Masyarakat

Untuk membuat Kahayya keluar dari isolasi dan ekslusi tidak mudah. Selain perjuangan oleh masyarakat, pendampingan juga telah lama dilakukan oleh Sulawesi Community Foundation (SCF) lewat Program Peduli.

Masuk akhir 2014 di Kahayya, SCF menemukan banyak permasalahan yang dihadapi masyarakat. Misalnya tidak adanya akses jalan, tidak ada pengakuan ruang kelola bagi masyarakat dalam kawasan hutan, dan adanya strata sosial bangsawan dan kelas pekerja.

“Kami masuk mendampingi karena hal ini,” kata Muliadi Makmur, Program Officer SCF.

Menurut Muliadi, tahun 2014 Kahayya masih terekslusi oleh pemerintah. Infrastruktur dan hak-hak dasar masyarakat tidak terpenuhi.

Sulit bagi masyarakat mengakses ruang-ruang ekonomi. “Alasannya, lokasi Kahayya sangat jauh. Berbatasan dengan Kabupaten Sinjai,” katanya.

Kerja keras gerakan advokasi dan promosi potensi sumber daya alam Desa Kahayya mulai terlihat tahun 2015. Pemerintah mulai mengalokasikan anggaran pembangunan jalan. Masyarakat pun bergeliat mengembangkan potensi alamnya.

Inovasi yang dilakukan adalah memanfaatkan keindahan alam pegunungan Kahayya sebagai tujuan wisata. Mengolah hasil alam menjadi produk makanan ringan, dan memasarkannya lewat usaha kelompok masyarakat.

Pemerintah bersama SCF sepakat mengembangkan Desa Kahayya sebagai ekowisata. Sebagai buktinya, masyarakat diberikan ijin kelola hutan Hak Kemasyarakatan (HKM) selama 35 tahun.

“Masyarakat tidak lagi khawatir dikejar-kejar polisi hutan,” kata Muliadi.

Program Manager The Asia Foundation (TAF) Nurul Firmansyah mengatakan, inovasi di Desa Kahayya membuat masyarakat berpartisipasi aktif dalam pembangunan. Masyarakat sebagai aktor. Ke depan pemerintah harus memfasilitasi masyarakat. Mendorong komoditi lokal yang khas. Seperti produk organik. “Menjadi alat interaksi sosial ekonomi masyarakat dengan dunia luar,” kata Nurul.

Desa Wisata

Berkunjung ke Desa Kahayya tidak semata untuk merasakan kopi. Wisatawan juga dinantikan oleh banyak pemandangan menarik. Diantaranya danau, mata air asin, goa putih, dan air terjun bidadari.

Pemandangan alam di Desa Kahayya, Kecamatan Kindang, Kabupaten Bulukumba

“Tidak cukup waktu satu hari untuk menikmati semuanya,” kata Marsan.

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *