PENTINGNYA ANGGARAN PERLINDUNGAN ANAK DI SULAWESI SELATAN

, ,

PENDAHULUAN

Negara menjamin hak dan perlindungan anak sebagaimana diatur dalam pasal 28B ayat (2) undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 yang menyatakan bahwa Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. pemerintah Republik Indonesia juga telah meratifikasi Konvensi Hak Anak.

Sebagai komitmen Nasional, Republik Indonesia telah menerbitkan undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan Anak sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan atas Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menjadi Undang-Undang, yang mengamatkan pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk memberikan dukungan sarana,, prasarana, dan ketersediaan daya manusia dalam penyelenggaraan perlindungan anak. Selain itu, untuk memperkuat  peran kementerian/lembaga, pemerintah daerah baik itu Provinsi, maupun Kabupaten/Kota. Pemerintah Indonesia menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2022 tentang Strategi Nasional Penghapusan Kekerasan Terhadap Anak.

Populasi anak di Sulawesi Selatan usia 0-18 tahun pada tahun 2021 sekitar 3 juta (34%) dari total populasi. Isu perlindungan anak mulai mengemuka ketika berbagai bentuk bahaya, ancaman, kekerasan, diskriminasi, eksploitasi, dan segala perlakuan negatif terhadap anak semakin menunjukkan intensitas yang tinggi.

Berdasarkan data DPPA-Dalduk KB Provinsi Sulawesi Selatan mencatat tingkat Perkawinan Anak pada tahun 2021 ada 3713 peristiwa. Dengan rincian perempuan 3.183 perempuan dan laki-laki 530. Sedangkan Data tahun 2020 menunjukkan sebanyak 31% dari semua anak-anak dalam tahanan telah melalui putusan pidana penjara, yang jauh lebih tinggi dibanding rata-rata nasional sebanyak 22%. Data ini menegaskan bahwa perlindungan anak seharusnya di tangani dengan serius oleh pemerintah. Karena sesungguhnya Provinsi Sulawesi Selatan telah menunjukkan komitmen kuat terhadap isu perlindungan anak dengan menerbitkan Peraturan Daerah (Perda) No. 4 Tahun 2013 tentang Sistem Perlindungan Anak untuk mengakhiri kekerasan, perlakuan salah, eksploitasi, dan penelantaran terhadap anak-anak. Namun sejauh mana komitmen dan perhatian tersebut terjabarkan ke dalam tindakan nyata, tampaknya masih perlu pembuktian.

Untuk menjamin pemenuhan hak anak agar bisa hidup, tumbuh dan berkembang secara optimal sesuai amanah UU maka perlu peran pemerintah melalui komitmen anggaran. Diawali dari proses perencanaan daerah, dan pemerintah harus melibatkan peran forum anak/stakeholder di level provinsi maupun kab/kota dalam menyerap aspirasi anak. Hal untuk mempermudah proses penganggaran daerah, sehingga pemerintah dapat mengalokasikan anggaran sesuai dengan problem atau kebutuhan anak. Dengan dukungan kebijakan anggaran diharapkan mampu menjawab permasaalahan anak di Provinsi Sulawesi Selatan.

TUJUAN

  1. Memberikan masukan atau rekomendasi kepada Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan tentang anggaran daerah yang responsif terhadap perlindungan anak
  2. Mendorong penyediaan anggaran yang responsif terhadap perlindungan anak.

MANFAAT

  1. Adanya alokasi anggaran yang responsif terhadap perlindungan anak di Provinsi Sulawesi Selatan

 

PEMBAHASAN

POTRET PERMASALAHAN ANAK DI SULAWESI SELATAN

Perkawinan Anak

Berdasarkan data peristiwa nikah dari SIMKAH Kementerian Agama Sulawesi Selatan (per 02 desember) tercatatat ada 3.713 perkawinan anak di Sulsel tahun 2021. Sedangkan pada tahun 2019, tercatat 6.733 perkawinan anak dan tahun 2020 sebanyak 3.702 perkawinan anak.

Dari jumlah perkawinan anak di tahun 2021, terdapat 3.183 (85,73%) perempuan dan 530 laki-laki (14,27%). Berdasarkan Kabupaten/Kota, tertinggi di Kabupaten Wajo dengan 707 peristiwa, masing-masing 624 (88,26%) perempuan dan 83 (11,74%) laki-laki. Kemudian disusul Kabupaten Sidrap dengan 671 kasus (584 (87,03%) perempuan dan 87 (12,97%) laki-laki). Sementara di urutan ketiga adalah Kabupaten Soppeng dengan 327 kasus (286 (87,46%) perempuan dan 41 (12,54%) laki-laki). Dari data ini terlihat bahwa kasus perkawinan bagi anak perempuan jauh lebih tinggi dibandingkan dengan anak laki-laki. Adapun data tren peristiwa nikah usia dibawah 18 tahun 2019-2021 Sulawesi Selatan dapat dilihat dari grafik dibawah ini.

Berdasarkan data di atas menunjukkan bahwa angka perkawinan anak masih sangat tinggi. Tahun 2019-2021 tercatat ada 14,148 kasus Perkawinan Anak dibawah 18 tahun. Tahun 2021, beberapa Kab/Kota mengalami penurun seperti Bone, Gowa, Makassar, Pangkep dan Pinrang. Sedangkan Kabupaten Sidrap dan Wajo mengalami peningkatan. Penyebab angka Perkawinan Anak di Sulawesi Selatan tinggi karena kurangnya pengetahuan orangtua terkait reproduksi kesehatan, layanan kesehatan dan permasalahan ekonomi.

Pemerintah Provinsi berupaya mendorong Pemeritan Daerah untuk mengatur regulasi tentang pencegahan perkawinan anak berdasarkan UU No. 16 tahun 2019 terkait batas perkawinan usia anak. Selain mendorong regulasi/kebijakan tentang pecegahan Perkawinan Anak, Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan mendorong kebijakan anggaran yang responsif terhadap anak melalui program/kegiatan, salah satunya membuat road map pencegahan perkawinan anak dan menyusun rencana aksi daerah (RAD) pencegahan perkawinan anak.

 

Kekerasan terhadap Anak

Berdasarkan data diatas menunjukkan bahwa kekerasan terhadapa masih cukup tinggi dan bahkan tertinggi ke 6 di Indonesia atau tertinggi di pulau Sulawesi pada tahun 2022. Tahun 2020-2022 tercatat ada 2.198 kasus kekerasan terhadap anak dibawah 18 tahun. Kasus kekerasan terhadap anak mengalami penurunan dari tahun 2020-2022 dari angka 937 pada tahun 2022 menjadi 483 pada tahun 2022. Angka kekerasan terhadap anak yang masih tinggi di Sulawesi Selatan dinilai karena lemahnya perlindungan pada anak. Meskipun sudah ada Peraturan Daerah No. 4 Tahun 2013 tentang Sistem Perlindungan Anak namun implementasinya masih lemah, sehingga tidak menimbulkan efek jera terhadap pelaku kekerasan. Tahun 2021, beberapa kasus terkait anak sempat viral seperti Kasus Pemerkosaan Anak di Luwu Timur.

 

Anak Putus Sekolah

Berdasarkan grafik diatas, 3 Kabupaten/Kota tertinggi pada tahun 2021 yaitu Kabupaten Takalar sebanyak 34,31%, Kabupaten Bantaeng 34,19% dan Kabupaten Wajo 31,80% sedangkan 3 Kabupaten/Kota terendah yaitu Toraja Utara sebanyak 22,01%, Kabupaten Enrekang 21,78% dan Kabupaten Tana Toraja 20,70%. Sementara nilai rata-rata Anak Putus Sekolah Sulawesi Selatan mengalami meningkatan 0,39% yang sebelumnya sebanyak 27,17% tahun 2020 menjadi 27,54% tahun 2021.

Hingga saat ini masih cukup banyak anak yang tidak sekolah, baik itu anak yang sama sekali belum pernah bersekolah, anak yang belum tamat sekolah lalu putus sekolah, maupun anak yang tamat di satu atau dua jenjang pendidikan tetapi tidak melanjutkan ke jenjang pendidikan selanjutnya. Bukankah cita-cita luhur pembangunan nasional di bidang pendidikan adalah upaya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan manusia Indonesia dalam mewujudkan masyarakat yang maju, adil, dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

Namun kenyataannya, hingga saat ini menunjukkan bahwa masih cukup banyak anak yang tidak sekolah, baik itu anak yang sama sekali belum pernah bersekolah, anak yang belum tamat sekolah lalu putus sekolah, maupun anak yang tamat di satu atau dua jenjang pendidikan tetapi tidak melanjutkan ke jenjang Pendidikan selanjutnya. Tingginya anak tidak sekolah menyebabkan Rata-rata Lama Sekolah (RLS) masih rendah dan Harapan Lama Sekolah (HLS) hingga akan mempengaruhi capaian Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Untuk menjawab permasalahan Anak Putus Sekolah, Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan telah berkomitmen dengan melaksanakan Program Percepatan Penanganan Anak Tidak Sekolah (PPATS) melalui Peraturan Gubernur Sulawesi Selatan nomor 71 tahun 2020 tentang Program Percepatan Penanganan Anak Tidak Sekolah (PPATS).

POTRET ANGGARAN PROVINSI SULAWESI SELATAN

Berdasarkan grafik diatas, ruang fiscal Pemerintah Sulawesi Selatan masih sangat bergantung pada anggaran dari pusat atau Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN). Tahun 2019 Pemerintah Sulawesi Selatan menerima transfer dari Pusat (APBN) sebesar Rp. 5.711.538.455.000 mengalami peningkatan pada tahun 2022 sebanyak 1,9%, sementara pada tahun 2021 mengalami penurun sebanyak 1.4%. Pendapatan Transfer dari Pusat (APBN) meliputi Transfer Dana Bagi Hasil Pajak, Transfer Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam, Transfer Dana Alokasi Umum, dan Transfer Dana Alokasi Khusus. Anggaran yang dialokasikan ke daerah dari Pusat diharapkan dapat mengurangi ketimpangan sumber pendanaan antara pusat dan daerah, mengurangi kesenjangan pendanaan urusan pemerintahan antar daerah, mengurangi kesenjangan layanan publik antar daerah, mendanai pelaksanaan otonomi khusus dan keistimewaan daerah.

Kebijakan Anggaran Perlindungan Anak

Hasil analisis yang dilakukan Tim YASMIB, kebijakan anggaran untuk perlindungan anak di Provinsi Sulawesi Selatan sebanyak Rp. 153,978,889,709 yang di anggaran melalui 6 SKPD atau PERANGKAT DAERAH. Anggaran tersebut dibawa menjadi dua bagian yakni program/kegiatan yang langsung berhubungan dengan perlindungan anak dan program/kegiatan yang tidak langsung seperti penguatan ekonomi atau pemberdayaan keluarga. Lebih jelasnya bisa dilihat di grafik berikut ini.

 

Berdasarkan grafik di atas menunjukan bahwa anggaran yang berkaitan langsung dengan perlindungan anak sebanyak Rp. 123,794,891,953 (94,06%) sedangkan alokasi anggaran yang tidak berkaitan langsung sebesar Rp. 7,823,805,548 (5,94%). Program yang berkait langsung dan melalui 4 dinas yakni DP3A-DALDUK KB, Dinas Sosial, Dinas Kesehatan dan Dinas Pendidikan. Sementara yang tidak berkaitan langsung dianggarkan melalui DP3A-DALDUK KB & Dinas Sosial.

Analisis Kebijakan Anggaran Perlindungan Anak Dengan Gaji dan Tunjangan ASN

Berdasarkan grafik di atas, Belanja Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, Dan Keluarga Berencana (DP3A-DALDUK KB) sebanyak Rp. 7,619,065,222 (50,30%) di alokasikan untuk gaji dan tunjangan ASN sementara belanja perlindungan anak sebanyak Rp. 3,125,976,760 (20,64%). Belanja DP3A-DALDUK KB lebih banyak di alokasikan pada penunjang Urusan Pemerintah Daerah seperti gaji dan tunjangan ASN, Penyediaan Peralatan dan Perlengkapan Kantor, Penyediaan Jasa Surat Menyurat, maupun Penyediaan Jasa Pemeliharaan, Biaya Pemeliharaan, Pajak dan Perizinan Kendaraan Dinas Operasional atau Lapangan dll. DP3A-DALDUK KB selaku Dinas utama yang menangani masalah perlindungan anak seharusnya dapat mengalokasikan anggaran yang lebih responsif terhadap anak maupun perempuan sehingga dapat menjalankan tugas dan fungsinya dengan baik. Hal ini dapat mendukung percepatan pencapaian Strategi Nasional Penghapusan Kekerasan Terhadap Anak di Sulawesi Selatan.

Optimalisasi Anggaran Perlindungan Anak

Pemerintah sebagai pihak yang bertanggung jawab untuk menyelenggarakan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat jelas menjadi harapan bagi seluruh Warga Negara Indonesia (WNI) untuk mendapatkan hak perlindungan dan hak keamanan yang sama termasuk anak. Pemerintah Provinsi dan 24 Kab/Kota di Sulawesi Selatan, saling bahu-membahu untuk melakukan seluruh tindakan baik preventif, represif, kuratif maupun persuasif sebagaimana yang tertuang dalam Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 4 Tahun 2013 tentang Sistem Perlindungan Anak.

Pemerintah daerah mempunyai kewajiban untuk mengalokasikan anggaran untuk perlindungan anak yang merupakan bagian dari urusan wajib seperti yang diamanahkan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Perlindungan Anak yang menegaskan bahwa pemerintah dan pemerintah daerah berkewajiban menyelenggarakan perlindungan anak. Begitu juga dalam Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2022 tentang Strategi Nasional Penghapusan Kekerasan Terhadap Anak (PKTA). Pemerintah Daerah Provinsi, dan Kabupaten/Kota dalam menyelenggarakan Pencegahan dan penanganan Kekerasan terhadap Anak.

Representasi Pemerintah selaku pengguna anggaran seharusnya dapat menjawab permasaalahan-permasaalahan daerah, salah satunya perlindungan anak. Pemerintah Daerah harus menjamin pemenuhan hak anak agar bisa hidup, tumbuh dan berkembang secara optimal sesuai amanah undang-undang. APBD provinsi dan kabupaten/kota dapat dialokasikan untuk membiayai pelaksanaan tugas-tugas organisasi perangkat daerah atau satuan kerja perangkat daerah dalam pengembangan perlindungan anak dengan menguatkan partisipasi masyarakat. Secara umum Pemerintah Daerah harus mengalokasi anggaran untuk kegiatan-kegiatan preventif, represif, kuratif maupun persuasive perlindungan anak baik secara langsung maupun tidak langsung.

Dalam mewujudkan perlindungan anak yang komprehensif di Sulawesi Selatan, bukan hanya sekedar memberikan perlindungan tetapi bagaimana memastikan hak anak terpenuhi baik di lingkungan keluarga, sekolah maupun tempat publik. Untuk mewujudkan hal tersebut, dibutuhkan kepedulian bersama baik dari Eksekutif maupun Legislatif. Selain itu, Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan (Eksekutif maupun Legislatif) juga harus memastikan 24 Kabupaten/Kota di Sulawesi Selatan dalam pencapaian Kabupaten/Kota Layak Anak dengan merujuk pada 24 indikator yang harus dicapai.

Proses perencanaan pembangunan daerah yang belum melibatkan secara maksimal anak sehingga program dan kegiatan yang direncanakan oleh Perangkat Daerah tidak sesuai dengan kebutuhan anak. Perencanaan pembangunan daerah harus melibatkan forum anak/stakeholder pegiat anak di level provinsi maupun kab/kota dalam menyerap aspirasi anak. Partisipasi anak dalam pembangunan sangat penting karena untuk mencapai keberhasilan pembangunan khususnya dalam perlindungan anak. Pembangunan dapat berjalan terus menerus tetapi hasilnya akan sangat berbeda apabila pembangunan tersebut didukung dengan partisipasi anak, tanpa adanya keterlibatan anak maka hasil dari pembangunan belum tentu menjawab kebutuhan anak dan belum tercapainya kesejahteraan anak. Hal ini juga dapat mempermudah proses penganggaran daerah, sehingga pemerintah dapat mengalokasikan anggaran sesuai dengan kebutuhan anak. Dengan dukungan kebijakan anggaran diharapkan mampu menjawab permasaalahan anak di Provinsi Sulawesi Selatan.

 

KESIMPULAN

  • Setiap tahunnya kasus anak selalu mengalami peningkatan seperti Perkawinan Anak, kekerasan terhadap anak maupun anak putus sekolah.
  • Sebanyak 4 Perangkat Daerah yang mengalokasi anggaran perlindungan anak antara lain; DP3A-DALDUK KB, Dinas Sosial, Dinas Kesehatan, dan Dinas Pendidika. Sementara alokasi anggaran yang berkaitan langsung dengan perlindungan anak sebanyak 94,06% sedangkan alokasi anggaran yang tidak berkaitan langsung sebesar 5,94% dari total alokasi anggaran perlindungan anak.
  • Belum optimalnya alokasi anggaran atau belanja Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, Dan Keluarga Berencana (DP3A-DALDUK KB) yang masih dominan untuk penunjang urusan daerah seperti gaji dan tunjungan ASN sebesar 50,30%.

REKOMENDASI

  • Memastikan partisipasi anak dalam forum perencanaan daerah baik dilevel desa sampai daerah, dengan memperhatikan akses, kontrol, dan manfaat. Hal ini untuk memastikan perencanaan sesuai dengan kebutuhan anak sehingga anak dapat menikmati hasil dan mendapatkan manfaat dari program/kegiatan pemerintah daerah.
  • Alokasi anggaran yang lebih responsif terhadap anak pada Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, Dan Keluarga Berencana sehingga dapat menjalankan tugas dan fungsinya dengan baik sebagai Perangkat Daerah utama dalam mengatasi permasalahan anak melalui kegiatan UPTD PPA, PUSPAGA, maupun PATBM serta lembaga pemerintah yang membidangi perlindungan anak di Sulawesi Selatan.
0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *